Friday, October 31, 2008

Jangan Segan untuk Meminta Hak

Alkisah, hari ini(hari Jum'at) saya mengambil passport saya beserta keluarga. Ini sesuai dengan janji yang diberikan oleh pihak Kantor Imigrasi saat kami melakukan wawancara pada hari Rabu (2 hari yang lalu).

Di hari Rabu lalu, selain wawancara, kami juga difoto. Selain itu kami juga harus membayar biaya penerbitan passport dll, yang terdiri dari 3 komponen biaya, yaitu:
  • Buku passport : Rp. 255.000
  • Foto dan sidik jari : Rp. 15.000
  • Cover passport : Rp. 5.000
Total biaya yang harus saya bayar per orang adalah Rp. 275.000. Seperti biasa, dengan iseng saya mengamati komponen biaya yang tertera di 3 lembar kuitansi (1 kuitansi untuk 1 komponen biaya) Perhatian saya tertuju pada Cover passport. Ternyata cover passport ini dibuat oleh Koperasi Karyawan kantor imigrasi tersebut. Setelah saya ingat-ingat, saya tahu yang dimaksud dengan cover ini.

Kembali ke hari ini, saya mengambil passport kami. Seorang petugas menyerahkan passport tersebut dan meminta saya untuk memfoto copy serta menyerahkan foto copy tersebut ke beliau. Setelah saya serahkan, petugas tersebut mengucapkan terima kasih, dan urusan penerbitan passport sudah selesai.

Saat mau beranjak, saya teringat tentang cover passport. Mungkin karena hari Rabu saya mengamati biaya cover, saya jadi teringat. Apalagi memang kenyataannya passport yang saya terima belum diberi cover. Saya kembali lagi dan menanyakan masalah cover. Petugas tersebut segera mencarikan cover yang saya tanyakan. Akhirnya lega juga, karena dengan cover ini passport kami bisa lebih terlindungi.

Ternyata memang orang Indonesia itu benar-benar pelupa. Cover yang tergeletak setumpuk di depan petugas itu saja, bisa terlupa. Apalagi kalau letaknya jauh dari depan mata. Intinya, jangan segan untuk menanyakan hak kita, karena siapa tahu petugasnya lupa. Tentu saja dengan cara yang baik dan sopan. Insya Allah, mereka akan melayani dengan baik.

Selengkapnya...

Friday, September 12, 2008

PSIKOPAT

Setelah lama absen, alhamdulillah akhirnya punya kesempatan menulis juga. Namun kali ini juga belum bisa membuat tulisan sendiri, melainkan merangkum dari tulisan di majalah.

Saat ini menjadi pembahasan banyak orang tentang sosok yang telah melakukan pembunuhan berantai, yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung. Saya tidak perlu menyebutkan nama sosok tersebut, dan saya kira semua pembaca sudah mengenalnya karena sering di-expose oleh media massa. Sosok pembunuh seperti ini lebih dikenal sebagai pembunuh berdarah dingin karena dia melakukan pembunuhan dengan emosi yang dingin. Sangat mencengangkan, saat ditemukan fakta bahwa sosok ini bukanlah orang yang punya sifat terlihat seperti kriminal (bertampang kriminal). Bahkan sosok dia lebih dikenal sebagai orang yang lemah lembut. Di kampungnya dia juga dikenal sebagai orang yang taat beragama dan guru ngaji. Tetapi ini tidak aneh di dunia psikologi, yang menyebutnya sebagai kelainan jiwa, yang diberi nama psikopat.

Meskipun tergolong sebagai penyakit jiwa, namun psikopat tidak sama dengan penyakit jiwa psikosis, dimana penderitanya tidak sadar dengan apa yang telah dilakukan. Seorang psikopat sadar sepenuhnya dengan apa yang dia lakukan. Psikopat merupakan bentuk gangguan kepribadian tipe antisosial. Pengidap psikopat sering disebut sebagai sosiopat, karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya.

Yang terbayang pertama kali di benak saya, seorang psikopat adalah seorang pembunuh berdarah dingin seperti tercermin pada sosok yang saya ceritakan di muka. Tetapi ternyata tidak demikian. Sebagian psikopat memang dikenal sebagai pembunuh berdarah dingin. Sebagian lagi dikenal sebagai perilaku kriminal lain, seperti pemerkosa dan koruptor. Namun, psikopat ternyata tidak hanya pelaku kriminal seperti itu. Bahkan itu hanya 15% - 20% dari total psikopat. Sisanya, tidak dikenali karena tidak melakukan tindakan kriminal meskipun banyak tindakannya yang merugikan orang lain.

Dari hasil penelitian Prof. Robert Hare, seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, pandai memutarbalikkan fakta, penebar fitnah dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang psikopat akan dikenal sebagai sosok pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempunyai daya tarik yang mempesona, mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan tampak sukses dalam karier. Psikopat yang kharismatik dan well-educated ini paling sulit dideteksi.

Psikopat sejati menghancurkan semangat, karier dan reputasi seseorang serta mampu membuat korbannya merasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan sebaliknya malah mengasihani sang psikopat.

Psikopat punya ciri-ciri umum. Namun, ciri-ciri ini tidak bisa digunakan untuk mengecap seseorang tergolong psikopat atau tidak. Karena untuk menetapkan seseorang adalah psikopat, dibutuhkan diagnosis yang kemampuannya sendiri perlu pelatihan ketat dan menggunakan pedoman penilaian formal. Selain itu juga membutuhkan wawancara yang mendalam. Berikut ini adalah ciri-ciri umum seorang psikopat:
  1. Sering berbohong, fasih, dan dangkal. Psikopat seringkali pandai melucu dan pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di berbagai bidang. Mereka sering mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
  2. Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
  3. Tidak punya rasa sesal dan bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya, ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak punya alasan untuk peduli.
  4. Senang melakukan pelanggaran dan punya masalah perilaku di masa kecil.
  5. Sikap antisosial di usia dewasa.
  6. Kurang empati. Bagi psikopat, tidak ada bedanya antara memotong kepala ayam dan kepala orang.
  7. Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
  8. Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Untuk psikopat, tidak ada waktu untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan masa depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
  9. Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
  10. Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki respon fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang dan gemetar. Karena itu, psikopat seringkali disebut dengan istilah "dingin".
  11. Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan dirinya.
Perilaku psikopatik biasanya muncul dan berkembang pada masa dewasa, mencapai puncak di usia 40-an, mengalami fase plateau sekitar usia 50-an, lantas perlahan akan memudar.

Sekali lagi, ciri-ciri umum itu bukan digunakan untuk menilai psikopat seseorang. Tetapi bisa digunakan untuk menilai diri kita sendiri maupun keluarga kita sehingga bisa dideteksi secara dini, yang selanjutnya bisa dilakukan proses pengobatan sehingga dapat disembuhkan, Insya Allah.

Sumber : Majalah Nikah, Volume 7, Tahun ke-6.
Salah sumber. Seharusnya: Majalah Nikah, Volume 7, Nomor 6.

Selengkapnya...

Monday, July 14, 2008

Penipuan Gaya Baru di ATM

Bukan pengalaman pribadi, tetapi dari maillist. Semoga bisa dijadikan pelajaran agar kita lebih berhati-hati.

=========================================================

PENIPUAN DI ATM GAYA BARU

Peristiwa ini menimpa saya Hari Minggu yang lalu di salah satu ATM Mandiri (sebut saja ATM1). Semoga tidak terulang pada pembaca.

Kejadian ini berawal ketika saya mau menarik uang di ATM Mandiri. Seperti kadang-kadang terjadi setelah saya masukkan kartu ATM, layar ATM menyatakan bahwa .....out of service atau ....maaf sementara tidak dapat melayani. Tentu saja saya langsung tekan tombol Cancel untuk membatalkan transaksi. Namun ternyata kartu ATM tidak kunjung keluar walaupun saya ulangi berkali kali dan saya tunggu.

Di saat saya berharap kartu ATM segera keluar, tiba-tiba ada seseorang laki-laki (sebut saja Mr X) yang membuka pintu ATM dan tindakan kurang etis ini tentu agak mengejutkan saya. Orang tersebut yang tampil dengan sikap dan wajah innocent (tanpa dosa) dan dengan cukup santai bertanya: Bisa Pak? Kartu saya tadi tertelan pak! Karena merasa senasib, sikap saya berubah dari curiga menjadi welcome. Setelah saya amati, ternyata kartu saya tampak sedikit (kurang lebih satu millimeter) di bibir lobang kartu ATM dan saya berusaha dengan menyelipkan dua kartu tipis untuk menjepit kartu tersebut agar dapat saya keluarkan. Usaha saya itu mendapat respon yang bersahabat dari Mr X dan segera pula ia membantu saya untuk menjepit dengan kertas yang saya gunakan tetapi kartu ATM saya juga tidak berhasil dikeluarkan.

Usaha berikutnya dilakukan oleh Mr X dengan menelpon "Bank" (katanya saya telpon bank saja pak, 14000 ya? tanyanya dan tidak saya jawab karena saya konsentrasi dengan usaha saya untuk mengeluarkan kartu ATM). Setelah dia menceritakan apa yang telah terjadi dan salah satu ungkapannya di telepon "kartu saya terganjal oleh bapak setelah saya pak!". Mr X segera menyerahkan HPnya karena pihak "Bank" mau bicara dengan saya. Pihak "Bank" setelah menanyakan beberapa data seperti nama, tanggal lahir, nama ibu kandung segera menuntun saya agar dapat mengeluarkan kartu ATM saya dan tentu saja saya turuti.

Tekan tombol di bawah angka 9; tekan tombol di bawah angka 7; tekan pin bapak; tekan ENTER. Keluar tidak pak? Tanyanya. Tidak, jawab saya. Ok pak saya akan bantu sekali lagi mengeluarkan kartu bapak. Ikuti petunjuk saya tekan tombol di bawah angka 9; tekan tombol di bawah angka 7; tekan pin bapak (pelan-pelan pak) dan saya sempat berpikir mengapa harus pelan?; tekan ENTER. Singkatnya saya menekan PIN saya sampai sekitar tiga kali yang disaksikan oleh Mr. X. Saya tidak sampai hati meminta Mr X keluar dari ruang ATM karena ia telah meminjami HP dan "menolong saya". Adegan ini berarkhir ketika pihak "Bank" tidak berhasil membantu saya dengan mengatakan: Ok pak, karena kartu bapak tidak bisa keluar, KARTU BAPAK SAYA BLOKIR SAJA DAN SAAT INI KARTU BAPAK SUDAH TIDAK BERFUNGSI. Besuk bapak segera ke Bank Mandiri setempat untuk minta terbitkan kartu baru. Karena merasa aman, saya segera tinggalkan ruang ATM dengan mengucapkan terima kasih kepada Mr. X setelah anak saya segera keluar dari mobil, menyusul ke ruang ATM menanyakan apa yang terjadi (kata saya: kartu sudah diblokir, kita pindah ATM lain saja nak).

Untungnya saya tidak menaruh semua telor saya dalam satu keranjang. Masih ada keranjang lain tidak peduli ukurannya. Segera saya menuju ATM (sebut saja ATM2) yang lain karena saya sudah ditunggu di salah satu toko untuk suatu transaksi. Sebelum saya (bersama isteri dan anak saya) masuk ke ATM2 tiba-tiba SMS banking masuk dan menyatakan rekening saya terdebet Rp 1.500.000,-. Ketika itu saya baru sadar (menurut saya bukan karena hipnotis, tetapi logis) bahwa MR X TADI TERNYATA PENIPU dan pihak "Bank" yang bicara dengan saya adalah anggota sindikatnya.

Segera saya menuju ATM1 dengan melanggar lampu merah di perempatan jalan sambil menghampiri Polantas setempat. Sampai di tempat kejadian, tentu saja pelaku sudah kabur dan selama saya menuju kembali ke ATM1, rekening saya selalu terdebet hampir setiap setengah menit Rp 1,5 juta dan berkali-kali. Saya berusaha keras untuk memblokir via 14000 tetapi selalu dijawab oleh mesin penjawab dan setelah sekian lama saya baru bisa bicara dengan operator untuk melakukan pemblokiran. Apa boleh buat saat pemblokiran saldo tinggal tersisa Rp 82 ribu.

Setelah dihubungi oleh pihak kepolisian, tidak lama berselang petugas ATM Bank Mandiri datang dan membongkar mesin ATM. Ternyata di dalam ruang kartu masuk telah diselipkan SEBATANG KOREK API yang telah dipotong "pentolan" nya. Kata petuga bank: Inilah pak yang membuat kartu bapak tidak bisa masuk....kejadian ini sudah sekitar satu tahun tapi pelakunya belum juga tertangkap.. .. Dia (Mr X) bisa mengeluarkan kartu bapak dengan tang/penjepit kecil.....Minggu lalu juga kejadian.

Begitu memasuki hari kerja saya laporkan ke Bank Mandiri dan petugas Customer Service menyatakan kasus ini baru pak (wah rupanya pihak bank ketinggalan juga, red) setelah dicek transaksi penarikan (oleh Mr X cs) tiga kali Rp1,5jt; 1xRp500rb; dan karena maksimum penarikan per hari Rp5jt, sisanya dihabiskan untuk belanja kilat (mungkin di toko emas) tentu dengan memalsukan tanda tangan saya. Maaf pembaca, total kehilangan tidak perlu saya beberkan semua, yang jelas tinggal Rp82rb alias habis dalam waktu transaksi 17 menit.

KESIMPULAN:
1. Sindikat penipu memilih ATM yang terpencil, bukan yang di kantor bank dan/ atau yang ada security-nya.
2. Mereka memilih hari libur agar nasabah tidak dapat menghubungi bank setempat.

TIP AGAR HAL SERUPA TIDAK TERULANG PADA PEMBACA:
1. Gunakan ATM yang ada Bank-nya atau yang dekat security, hindari ATM terpencil walaupun di ATM terpencil kita tidak perlu antre.
2. Jika kartu macet dan tidak bisa keluar dengan usaha sendiri, tinggalkan saja karena orang lain tidak bisa menggunakan tanpa mengetahui PIN-nya dan segera lapor ke bank setempat (tentu pada hari kerja).
3. Pada saat pembaca panik karena jadwal padat, ditunggu dalam waktu singkat, sehingga secara emosional tidak stabil, mungkin juga sedang berantem sebaiknya hindari transaksi menggunakan ATM karena daya analisa menurun dan sangat memungkinkan terjadi kesalahan.
4. (Walau yang keempat ini tidak terkait dengan sub judul di atas) rekening yang ber kartu ATM batasi jumlahnya. Yang lain simpan saja di rekening tanpa kartu ATM dan jika terlanjur diberikan kartu ATM, kembalikan saja ke bank dan bertransaksilah via kasir.

Mohon maaf jika pembaca tersita waktunya untuk membaca ulasan peristiwa ini terutama bagi yang telah mendengar peristiwa serupa sebelumnya. Jika kurang bermanfaat bagi pembaca, berikan (forward) info ini kepada rekan yang lain, siapa tahu mereka membutuhkan. Terima kasih.

Jika suatu saat info ini sampai kepada Mr. X yang telah menipu saya, saya berpesan carilah uang dengan cara lain karena melalui jerih payah, hasil akan lebih bisa dinikmati. Anda berkualitas dalam mendapatkan uang cepat, namun kualitas hendaknya memenuhi 5 indikator keseimbangan yaitu QCDSM (Quality, Cost, Delivery, Safety, Morale). Anda baik dari sisi Quality (cerdik); anda baik dari sisi Cost (dengan biaya rendah, hanya sebatang korek api); anda baik dari sisi Delivery (dapat uang dalam waktu cepat); tapi dari sisi Safety (anda aman....tapi hanya sementara lho); dan dari sisi Morale (sayang angkanya cuma nol) karena melanggar norma.

Selengkapnya...

Friday, July 4, 2008

Perwujudan Kepribadian yang Ihsan

Dalam bekerja dan berusaha haruslah dilandasi dengan kejujuran, karena jujur akan membawa keberkahan, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khatthab ra.

Diceritakan oleh Abdullah bin Zaid bin Aslam mendengar dari ayahnya, dari kakeknya, Aslam menuturkan, "Ketika kami sedang bersama khalifah Umar bin Khatthab berkeliling di tengah malam untuk memantau keadaan di kota Madinah.

Tiba-tiba ia bersandar pada tembok dan terdengarlah suara seorang perempuan berkata kepada putrinya, 'Ambillah susu itu dan campurlah dengan air'. Putrinyapun menjawab, 'Ibu, tidaklah engkau tahu bahwa khalifah Umar hari ini telah bertekad untuk memberantas kecurangan?' . Ibunya bertanya, 'Apa tekadnya itu?'.

'Ia telah memerintahkan seorang penyeru untuk mengumumkan kepada khalayak ramai agar tidak mencampur susu dengan air'. Ibunya tetap bersikeras agar putrinya mencampur susu dengan air sebelum dijual, dengan mengatakan, 'Khalifah dan penyerunya tidak akan melihat'. Ia menjawab, 'Ibu, pantaskah aku mentaatinya di depan, sementara menentangnya dari belakang?'

Mendengar percakapan antara ibu dan anak gadisnya itu, Umar pulang dengan hati menyimpan sesuatu. Pagi harinya Umar memanggil putranya, Ashim, lalu menikahkannya dengan gadis itu. Ia tidak memandang pada pekerjaan, keturunan atau hartanya tetapi memandang kepada kepribadiannya yang baik dan beriman, meskipun hidupnya sulit, miskin harta dan kedudukan, namun telah mencapai derajat ihsan, ia menyembah Allah seakan-akan melihatnya dan kalaupun ia tidak melihatnya, ia yakin kalau Allah melihatnya.

Pasangan ini, kemudian dikaruniai anak perempuan yang kelak melahirkan Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang dikenal adil dan ahli ibadah.

{Dikutip dari SwaraQuran No. 3 Tahun ke-6}

Selengkapnya...

Thursday, June 26, 2008

Jujur, Kiat Menuju Selamat

Muslim.or.id memuat artikel tentang jujur. Beberapa hal yang disampaikan dalam artikel tersebut antara lain tentang definisi jujur, keutamaan jujur, dan macam-macam jujur. Menurut saya cukup bagus karena dilengkapi dengan dalil-dalil, baik dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits.

Silakan membaca artikel tersebut untuk mendapatkan pengetahuan selengkapnya.

Selengkapnya...

Tuesday, June 3, 2008

Kejujuran Ilmiah

Beberapa bulan yang lalu, ada kejadian yang sedikit "mencoreng" dunia ilmiah, khususnya penelitian. IPB lewat salah satu penelitiannya mengungkapkan ada bakteri yang berbahaya dalam produk susu formula dan makanan bayi. Mendengar ini, dengan tidak menghargai peneliti, Menkes membantah hasil penelitian itu. Bahkan Menkes menuduh IPB dibiayai pihak asing untuk menghancurkan produsen susu dalam negeri. Menkes didukung oleh hasil penelitian Badan POM yang menyatakan bahwa tidak ditemukan bakteri tersebut, serta menambahkan bahwa susu formula dan makanan bayi yang beredar di masyarakat. Badan POM adalah salah satu badah yang berada di bawah Departemen Kesehatan.

Di sini saya tidak akan membahas tentang mana penelitian yang benar karena sudah basi. Yang saya bahas adalah etika dalam penelitian. Pertama, bahwa tanggapan yang diberikan pemerintah benar-benar tidak menghargai peneliti. Ungkapan yang disampaikan ke Menkes menunjukkan adanya ketidak-percayaan peneliti dan hasil penelitiannya, bahkan memberikan tuduhan yang menyakitkan. Peneliti bisa saja berbuat salah, dan itu wajar. Wajar juga kalau peneliti mengumumkan hasil penelitiannya. Karena semuanya wajar, tidak perlu ditanggapi dengan emosi seperti kebakaran jenggot. Jika berpikiran positif, hasil penelitian harus ditanggapi dengan hasil penelitian juga. Ilmiah dijawab dengan ilmiah, bukan dengan emosi.

Kedua, namun di sisi lain, ternyata memang terjadi juga peneliti (baik dari akademisi dan non-akademisi) yang tidak jujur dalam penelitiannya. Ada peneliti yang berpikiran bahwa yang penting membuat laporan akhir, dan laporan akhir ini harus sesuai dengan tujuan awal yang ditetapkan. Meskipun untuk itu harus mengubah data atau menggunakan data palsu. Beberapa kemungkinan penyebab peneliti melakukan tindakan tidak terpuji, di antaranya:
1. Mengurangi kredibilitas si peneliti. Kalau hasilnya tidak sesuai dengan tujuan menunjukkan kemampuan yang kurang dalam melakukan analisis awal.
2. Memenuhi permintaan pemberi dana. Ada unsur kepentingan bagi pemberi dana sehingga mereka menginginkan hasil tertentu.

Saya memang tidak melakukan survey seberapa banyak peneliti dan penelitian yang curang itu. Tetapi hal itu memang ada. Tetapi yang penting buat kita bukan seberapa banyak peneliti yang curang. Meskipun jumlahnya kecil, tentu akan merusak citra penelitian. Penelitian bisa tidak dipercaya lagi, meskipun sampai saat ini pemerintah memang tidak mempercayai penelitian dari dunia akademisi.

Salah satu contoh kecurangan dalam penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa sebagai bagian dari dunia akademisi, keilmiahan, dan intelektualitas tidak seharusnya melakukan kecurangan dalam penelitiannya. Mungkin skala kecurangannya tidak sebesar pada penelitian yang didanai. Tetapi hal ini tidak boleh dibiarkan karena memberikan pembelajaran yang buruk buat mahasiswa.

Sebagian kecurangan memang kemungkinan karena ketidak-sengajaan. Seperti contoh mengutip pendapat atau hasil penelitian orang lain tanpa menunjukkan rujukannya. Kaidah dalam penelitian adalah "apa yang ditulis dalam laporan adalah hasil pemikiran/karya peneliti selama tidak ada statement yang menyatakan bahwa itu diambil dari pemikiran/hasil penelitian orang lain". Jadi, kalau mahasiswa tidak mencantumkan sumbernya, itu akan dianggap pemikiran mahasiswa. Dan kalau itu terbukti diambil dari orang lain maka mahasiwa akan dianggap sebagai "pencuri" (plagiator).

Tetapi sebagian lagi disebabkan karena kesengajaan. Dan ini sangat memprihatinkan. Orientasinya yang umum adalah nilai. Karena takut nilainya jelek, padahal sudah lelah dan mentok, maka dengan sengaja melakukan pemalsuan. Kalau di dunia informatika, pemalsuan yang dilakukan adalah pemalsuan kepemilikan. Contoh pemalsuan kepemilikan di sini adalah "mengaku" bahwa software yang dia buat adalah bikinan sendiri. Padahal, secara umum penelitian mahasiswa informatika, khususnya S1, lebih dititik beratkan pada pembuatan software (perangkat lunak). Sehingga software memang seharusnya dibuat sendiri. Masih bisa ditolerir jika sebagian adalah buatan orang lain, asalkan disebutkan juga dalam laporan. Asalkan juga, bahwa bagian itu bukan bagian utama dari software yang dibuat.

Jika memang terjadi pemalsuan seperti itu, penguji seharusnya tidak meluluskan penelitian tersebut. Itu adalah tanggung jawab penguji yang sebenarnya juga berstatus sebagai peneliti. Sebagai peneliti memang seharusnya tidak mengakui hasil penelitian yang curang. Tidak mengakui hasil penelitian dinyatakan dalam bentuk tidak meluluskan peneliti (mahasiswa). Demikian juga pembimbing, yang juga peneliti. Sangat tidak etis kalau pembimbing melindungi mahasiswanya. Pembimbing harus tegas demi terciptanya dunia penelitian yang memang menuntut kejujuran.

Selengkapnya...

Jujur tidak sama dengan "Blak-blakan"

Kesalah-pahaman memang kadang tidak bisa dihindari. Misalnya kita ingin mengungkapkan A, tetapi orang lain menangkap sebagai B. Itu adalah biasa. Kesalahan pemahaman ini tidak mutlak kesalahan orang yang menangkap, namun kadang-kadang disebabkan oleh yang mengungkapkan. Misalnya karena apa yang disampaikan tidak lengkap.

Hal yang sama terjadi pada saat memahami kata "jujur". Jujur memang diartikan menyampaikan apa adanya, tidak ada yang ditutupi, tidak macam-macam, dan tidak berbelit-belit. Namun ada jujur yang tidak seharusnya dilakukan, kalau dalam Islam dinyatakan sebagai Haram dilakukan. Dengan kata lain, ada jujur yang diharamkan. Salah satu contoh jujur yang diharamkan adalah membuka aib sendiri.

Jika kita menyimak media massa, akan sering menjumpai tokoh-tokoh terkenal yang blak-blakan, terang-terangan. Kalau blak-blakan itu dalam hal kebaikan, akan tidak jadi masalah. Tetapi kalau blak-blakan itu berkaitan dengan aib dirinya sendiri, maka itu akan jadi masalah. Kalimat seperti ini kemungkinan yang akan kita temui:
- Saya tidak mau munafik kalau tadi malam kami melakukan sebuah kemasiatan (minuman keras, narkoba, dll).
- Biasa kok, itu sudah menjadi kebiasaan kaum jet zet (tulisannya benar nggak?)
- Jujur saja, tadi malam kami pergi berduaan ke mall (tertawa-tawa dan senang saat diliput media, tanpa ada rasa malu)
Yang intinya, bahwa mereka jujur (bahkan menyebut diri tidak munafik) telah melakukan kemaksiatan.

Dalam Islam, kemaksiatan tergolong sebagai aib yang harus ditutupi. Tidak selayaknya kemaksiatan yang dilakukan seseorang disebarkan ke orang lain. Apalagi jika yang melakukan itu menyampaikan dengan penuh kesombongan, dan tanpa rasa malu. Bahkan orang yang demikian dikategorikan sebagai orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan.

Rasulullah SAW menyampaikan dalam salah satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya, lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya (HR Muslim)

Berdasarkan hadits tersebut, meskipun Allah SWT membenci kemaksiatan tetapi Dia menutupi aib orang yang melakukan. Artinya bahwa seharusnya aib kemaksiatan itu tidak disebarkan oleh orang lain.

Yang dilarang di sini adalah membuka aib sendiri untuk kesombongan, seperti contoh-contoh saya yang di atas. Tetapi kalau membuka aib sendiri ini dipakai sebagai salah satu cara buat memperbaiki dirinya sendiri, itu diperbolehkan. (Kalau ada pembaca yang pernah menemukan dalilnya, mohon bantuannya).

Intinya, di samping hukum jujur itu adalah wajib, namun dalam hal-hal tertentu jujur itu diharamkan. Insya Allah, dalam tulisan berikutnya akan disampaikan jujur yang diharamkan lagi.

Selengkapnya...

Monday, May 26, 2008

Menumbuhkan Kemandirian pada Anak

Sifat mandiri sangat diperlukan oleh setiap orang. Dengan sifat mandiri ini, setiap orang dapat menghadapi setiap masalah yang dihadapi, tanpa harus menunggu atau bergantung pada orang lain. Artinya, meskipun tidak ada orang yang siap membantu, siap menghadapi masalah. Mandiri bukan berarti tidak membutuhkan orang lain, karena bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial, yang tetap mempunyai kemungkinan membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, mandiri berarti siap menyelesaikan masalah baik sendirian maupun dengan bantuan orang lain, dan jika dengan bantuan orang lain tidak berarti melepaskan semua tanggung jawab ke orang tersebut.

Sifat mandiri ini perlu diajarkan ke setiap orang sejak dini. Namun, mengajarkan kemandirian ini ternyata tidak mudah. Dan ini yang kami alami, waktu mengajarkannya ke anak pertama. Banyak metode yang sudah kami dapatkan dan kami terapkan. Bahkan kami menerapkannya sejak anak kami berumur 3 tahun. Waktu itu kami cukup berhasil, semasa kami masih tinggal di Jerman. Mungkin karena dukungan dari pelajaran di sekolah (Waktu itu di "Kindergarten", TK), yang memang lebih banyak mengajarkan perilaku, baik sebagai individu maupun sosial. Namun, saat kami kembali ke Indonesia dan anak kami masuk TK, kemandirian itu banyak yang hilang.

Pikiran pertama kami, mungkin ini disebabkan karena sekolah di Indonesia lebih banyak mengajarkan kemampuan akademik. Jadi, kami harus mengajarkan "sendirian". Ini artinya, kami harus lebih banyak meluangkan waktu. Tetapi setelah sekian tahun, belum juga kelihatan hasilnya. Tambah buruk lagi saat adiknya lahir.

Akhirnya, sekitar 1 atau 2 bulan yang lalu, kami mendapatkan metode yang baru. Metode ini sangat sederhana, dan tidak pernah kami bayangkan sebelumnya.

Metode ini ditayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta, dengan program acara yang berjudul Nanny 911. Program acara ini menampilkan sekelompok konsultan yang bisa dipanggil untuk membantu menyelesaikan problem-problem rumah tangga. Dalam salah satu episode menampilkan keluarga yang memiliki problem yang sama dengan keluarga kami.

Setelah mengamati kegiatan keluarga ini beberapa hari, seorang konsultan yang dikirim (sebut saja Nanny) menganalisis penyebab susahnya menumbuhkan sifat mandiri ke anak. Dan penyebabnya adalah "si orang tua selalu menemani anaknya saat tidur". Yang dimaksud menemani di sini tidak hanya menemani selama si anak tidur, tetapi juga menemani anak waktu berangkat tidur sampai si anak tertidur.

Kalau kami tidak salah tangkap, logikanya seperti ini. Saat si anak tertidur, orang tuanya ada di dekat dia. Perasaan ditemani orang tua ini akan tetap ada selama anak tidur, walaupun saat itu orang tuanya sudah tidak ada lagi di sampingnya. Perasaan inilah yang mempengaruhi hilangnya sifat mandiri. Karena si anak merasa, orang tuanya ada setiap saat dan siap membantunya. Pengaruh yang diberikan pada saat jiwa dalam keadaan kosong seperti saat tidur, bisa tertanam sangat dalam hingga si anak sadar dalam bangunnya. Peristiwa ini identik dengan telepati, hipnotis, guna-guna, dll, dimana seseorang bisa mempengaruhi orang lain saat orang lain itu dalam kondisi kejiwaan yang kosong atau lemah.

Meskipun agak tidak percaya, apa yang terjadi pada keluarga itu kami bandingkan dengan kondisi kami. Dan memang agak mirip. Setelah anak kedua kami lahir, anak pertama selalu tidur dengan saya. Waktu itu yang terpikirkan di saya adalah agar anak pertama saya tidak merasa cemburu karena mamanya, yang selama ini selalu menemani, lebih banyak mengurus adiknya. Dan itu berlanjut sampai anak pertama saya masuk SD.

Akhirnya, meskipun masih tidak percaya, kami mencoba menerapkan metode ini. Anak pertama, kami biarkan tidur di tempat tidurnya sendirian. Tidak terlalu susah, karena memang sebelum-sebelumnya dia sudah ingin tidur sendirian. Alasannya, biar terasa luas.

Subhanallah, tidak perlu menunggu lama. Tidak sampai menunggu mingguan anak itu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kemandirian. Hanya beberapa hari, dia sudah mau mengenakan baju dan sepatu sendiri. Yang lebih mengejutkan, dia juga mau mandi sendiri, kegiatan yang dulu pernah dia lakukan sendiri saat masih di Jerman dan lama terhenti. Biasanya juga, kalau bangun pagi suka rewel, sekarang tidak lagi. Dan terakhir adalah kejadian beberapa hari lalu. Anak saya yang berumur 7 tahun dan laki-laki itu, tiba-tiba meminta ijin ke mamanya untuk mencuci piringnya sendiri. Bahkan akhirnya mencuci semua piring setelah acara makan bersama. Alhamdulillah. Meskipun hasil cucian piringnya tidak bersih, kami biarkan saja dan tidak mencelanya, namanya juga baru belajar. Semua kegiatan itu dia lakukan dengan kesadaran sendiri tanpa pernah kami suruh.

Mungkin ini hanya sugesti. Tetapi kami sudah membuktikan bahwa salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan kemandirian pada anak adalah tidur yang selalu ditemani. Jadi ingat salah satu pesan Muhammad, Rasulullah SAW, agar memisahkan tidur anak jika sudah beranjak besar. Mungkin ini salah satu manfaatnya. Wallahu a'lam.

Selengkapnya...

Wednesday, May 21, 2008

Hakim yang Adil

Alkisah, Ali bin Abi Tholib ra, yang saat itu menjabat sebagai khalifah, kehilangan baju besinya yang terjatuh dari kudanya. Saat ia kembali, beliau mendapati seorang Yahudi sedang memegang sebuah baju besi. Karena merasa yakin bahwa itu adalah miliknya, Khalifah meminta baju besi itu. Orang Yahudi itu mempertahankannya.

Setelah berdebat, mereka memutuskan untuk membawa masalah itu ke pengadilan. Waktu itu yang menjabat hakim adalah Syuraih. Karena masih dalam pemerintahan Islam, hakim ini adalah muslim yang diangkat oleh Khalifah Ali sendiri. Akhirnya, mereka menghadap Syuraih. Syuraih mempersilahkan Khalifah untuk duduk dalam posisi lebih tinggi dibandingkan dengan orang Yahudi. Perbedaan tempat duduk ini bukan disebabkan oleh posisi sebagai khalifah, tetapi lebih disebabkan karena sebagai seorang muslim (yang tidak boleh disamakan dengan seorang Yahudi).

Setelah Syuraih menanyakan maksud kedatangannya, Khalifah menjelaskan problem seperti yang diceritakan di muka. Kemudian Syuraih bertanya ke orang Yahudi itu. Orang Yahudi tetap bersikukuh bahwa itu adalah miliknya karena saat ini benda itu benar-benar ada di tangannya.

Karena dalam kasus ini Khalifah bertindak sebagai penuntut, maka Syuraih meminta beliau untuk menghadirkan 2 orang saksi. Dan Khalifah menghadirkan 2 orang yaitu seorang pembantunya dan Hasan (putra Khalifah). Syuraih bisa menerima kesaksian pembantu Khalifah tetapi tidak menerima kesaksian Hasan. Penolakan ini disebabkan oleh hubungan dekat Hasan dengan Khalifah, yaitu sebagai putra.

Karena hanya 1 saksi yang bisa dihadirkan Khalifah, Syuraih memutuskan bahwa orang Yahudi itu yang memenangkan perkara. Syuraih tetap memenangkan orang Yahudi itu meskipun Khalifah adalah saudara muslim, dan meskipun Khalifah adalah orang yang telah mengangkatnya menjadi seorang hakim. Dan Khalifah menerima keputusan itu demi hukum.

Apa yang dilakukan oleh Syuraih sebagai hakim dan Khalifah sebagai pemimpin tertinggi dalam kasus tersebut menunjukkan ajaran Islam dalam masalah hukum dan keadilan. Bahwa keadilan tidak memandang hubungan kekerabatan maupun hubungan agama. Bahwa keadilan juga tidak memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan. Semua orang memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum.

Rasulullah SAW juga sudah mengajarkan keadilan ini, lewat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, yang bunyinya "Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu akan aku potong tangannya".

Keadilan yang ditunjukkan oleh Syuraih dan Khalifah membuat kisah di atas berakhir dengan manis. Orang Yahudi itu - yang memenangkan perkara lewat seorang hakim muslim, di negara muslim, dan tidak tanggung-tanggung melawan kepala negara muslim itu sendiri - akhirnya masuk Islam. Dan dia mengaku bahwa memang baju besi itu adalah milik Khalifah yang ia temukan di jalan. Belum habis di situ. Khalifah yang tahu bahwa orang Yahudi itu khirnya masuk Islam, beliau malahan menghadiahkan baju besi yang sudah dikembalikan itu. Subhanallah....

Selengkapnya...

Friday, May 16, 2008

Sales Masuk Kantor

Meskipun di ruang AC, suasana di kantor agak sedikit panas. Tetapi alhamdulillah masih tetap bisa semangat untuk menyelesaikan tugas-tugas hari itu. Untung juga, di suasana yang agak panas ini, ada seorang teman dosen yang menemani, sambil ngobrol-ngobrol.

Sampai suatu saat datanglah seseorang mengetuk pintu. "Assalaamu 'alaykum," kata orang itu. "'Alaykumus salam wa rahmatullah," jawab kami berdua.

"Bisa bertemu dengan Pak Taufiq Hidayat?"
"Saya sendiri." jawab saya dengan tangkas.

Berikut adalah kesimpulan dari pembukaan tamu saya itu.

Dia adalah perwakilan dari sebuah perusahaan XXX, yang sedang mengadakan promosi. Dalam promosi itu perusahaan XXX akan membagikan salah satu produk mereka secara cuma-cuma (alias GRATIS) kepada orang-orang yang dipilih, yang menurut dia, sudah diperoleh dari survei. Dan saya adalah salah satu dari orang-orang yang dipilih itu. Produk yang akan mereka bagikan itu adalah alat pijat elektrik. Sebelum dibagikan, dia akan mencontohkan cara penggunaan dari alat itu.

Maka, jadilah tamu saya mencontohkan cara penggunaan alat itu, dan sekaligus dipraktekkan ke saya. Lumayan juga, saya dipijiti, mulai dari tengkuk sampai telapak tangan. Saat memijit telapak tangan, diajarkan juga kaitan antara rasa sakit-sakit di bagian organ tubuh dan bagian-bagian pada telapak tangan, seperti ginjal, maag, jantung, dll. Setelah 30 menit berlalu, selesailah acara itu.

Setelah itu, dia menjelaskan bahwa kalau nanti ada teman-teman yang berminat, bisa membeli alat itu ke perwakilan Yogya, dan dia menunjukkan alamatnya. Jika membeli sampai bulan Juni, yang masih masa promosi, harganya 500rb kurang seribu. Setelah masa promosi selesai, harganya akan kembali ke harga semula, yaitu 700rb (juga kurang seribu).

Sedangkan untuk saat ini, dia akan membagikan alat itu hanya ke 6 orang saja secara cuma-cuma. Hanya.............................................

Ya, hanya..... membayar ongkos kirim saja, yang merupakan ongkos kirim import plus pajak masuk, sebesar 250rb rupiah.

Wah, kalau dibandingkan dengan harga sebenarnya, yang sudah disebutkan sebelumnya, pengganti ongkos kirim ini jauh di bawahnya. Tetapi siapa yang tahu harga sebenarnya? Saya hanya diberi kesempatan "gratis" ini saat itu juga. Tidak ada kesempatan untuk mengecek harga alat-alat sejenis ke tempat lain.

Setelah mikir sejenak, saya berniat untuk telpon isteri, siapa tahu dia hapal harga alat seperti ini. Tetapi akhirnya saya urungkan. Lebih baik tidak mengambil saja. Apalagi kami (saya + isteri) punya prinsip sederhana "hanya membeli barang yang sedang kami butuhkan", dan berusaha untuk tidak membeli barang karena ada diskon.

Meskipun dibilang "hanya" pengganti ongkos kirim, nilai itu tetap lumayan besar. Dari sisi saya, nilai itu tetap saya anggap sebagai harga barang, karena itu adalah nilai yang saya bayarkan untuk mendapatkan barang itu.

Lain kali, alangkah lebih baiknya kalau hal itu diberitahukan di muka, tidak di belakang seperti itu, sehingga saya bisa menolak. Kasihan mahasiswa-mahasiswa bimbingan skripsi yang mengantri, yang harus tertunda bimbingan gara-gara saya melayani. Lain kali juga, buat saya sendiri, agar tidak tergoda dengan istilah "gratis" :D.

Selengkapnya...

"Kebarat-baratan"

Entah darimana asalnya, saya mendapat label 'kebarat-baratan'. Mungkin berdasarkan tulisan-tulisan saya di blog ini, yang menampilkan nilai-nilai positif dari barat. Sedangkan untuk tulisan dari dalam negeri, saya lebih condong menulis sisi-sisi negatif.

Insya Allah, saya tidak bermaksud mengunggulkan nilai-nilai barat. Sungguh saya tidak kagum dengan nilai barat. Yang saya kagumi adalah nilai-nilai positif dari agama yang saya anut, ternyata lebih banyak diterapkan oleh barat daripada penganut agama itu, yang banyak tinggal di Indonesia. Hanya itu.

Dengan kata lain, jika saya menuliskan sesuatu tentang barat, maka saya menulisnya dengan ukuran agama saya, Islam. Jika nilai barat itu benar menurut Islam, maka saya tuliskan. Jika nilai barat itu salah, maka tidak saya tuliskan. Tujuan saya hanya sebagai pemacu buat penganut agama Islam, khususnya, maupun masyarakat Indonesia, umumnya. Pemacu agar menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

Semua memang berawal dari kekecewaan, kekecewaan terhadap kebanyakan masyarakat Indonesia yang tidak mau menjalankan ajaran agamanya, terutama yang pokok. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang berstatus awam, namun juga yang sudah berilmu agama, dan sudah sering menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Kalau dalam agama Islam, disebut Ustadz.

Ada sebuah kisah dari seorang sahabat saya. Dulu dia termasuk orang yang tidak mau ikut pengajian. Alasan dia saat itu adalah "dia tidak mau mendengarkan orang yang NATO, No Action Talk Only". Menurut pandangan dia, banyak Ustadz yang punya ilmu namun tidak menerapkan ilmunya di kehidupan sehari-hari. Sehingga orang seperti itu tidak pantas untuk didengarkan.

Menurut saya, dua-duanya adalah salah. Si Ustadz salah, karena selain punya kewajiban untuk menyampaikan ilmunya ke orang lain, dia juga punya kewajiban untuk menjalankan ilmu yang sudah dia kuasai. Bahkan hukumannya sangat berat bagi siapa saja yang menyampaikan sesuatu tetapi dia sendiri tidak menjalankan.

Sahabat saya juga salah. Dia punya kewajiban untuk menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu agama. Tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu karena Ustadznya tidak menjalankan. Ilmu itu sebenarnya berasal dari Allah SWT, bukan dari Ustadz. Kalau Ustadznya tidak menjalankan, itu adalah urusan Ustadz tersebut dengan Allah SWT. Kewajiban kita hanya menuntut ilmu. Hanya, jika kasus Ustadznya seperti itu, dibutuhkan ketelitian. Kita perlu membandingkan ilmu yang dia sampaikan dengan Ustadz lain. Akan lebih baik kalau dibandingkan dengan sumbernya langsung, Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tambahan lagi, tidak semua Ustadz seperti itu. Masih banyak Ustadz lain yang lebih baik.

Selengkapnya...

Wednesday, March 26, 2008

Ternyata Mengajak Bercanda

Percakapan pagi hari antara seorang ayah dan anaknya menjelang sekolah.
Ayah : "Mas, mandi. Cepat yuk, sudah siang nih"
Anak : "Aah, ayah. Masih mau nonton film"
Ayah : "Tetapi ini sudah siang, Mas. Nanti terlambat sekolah loh"
Anak : "Yaaah.... Tetapi cepat ya!"

Akhirnya, si anak mau mandi juga. Mungkin karena acara TVnya sedang iklan. Dengan segera si ayah memandikan. Karena tadi sudah janji untuk mandi dengan cepat, acara mandi itu bisa berakhir dengan cepat.
Anak : "Loh, kok mandinya cepat?" (Tanyanya dengan penuh rasa heran)
Ayah : "Tadi katanya ingin cepat?" (Balik tanya dengan tidak kalah heran)
Anak : "Oh, iya. Ha... ha... ha... "

Si anak berkata sambil tertawa. Si ayah tidak menyangka bahwa si anak akan tertawa, sehingga tidak ikut tertawa. Tetap dengan wajah datar.
Anak : "Kok ayah tidak ikut tertawa?" (sambil cemberut)
Ayah : "Lah, kenapa ayah harus tertawa?" (masih tidak menyadari)

Si anak pun lari sambil menangis dan merengek ke mamanya. Si mama bertanya kenapa menangis. Si anak pun mengadu bahwa ayah tidak ikut tertawa padahal dia tadi sedang menggoda si ayah. Si mama pun menyampaikan keheranannya ke ayah kenapa tertawa saja tidak mau.

Sambil berangkat mandi, si ayah juga berpikir kenapa tadi tidak ikut tertawa. Dalam hati berpikir apakah dia sudah kehilangan perasaannya sehingga tidak tahu kalau sedang diajak bercanda oleh si anak, karena memang tidak lucu. Setelah selesai mandi, si ayah minta maaf ke si anak.
Ayah : "Mas, sini.. Maaf, ya. Ayah tadi tidak tahu kalau diajak bercanda."
Anak : "Nggak mau!" (tetap dengan wajah cemberut)

Setelah agak lama barulah si anak mau memberi maaf.
Si ayah merasa menyesal juga. Mungkin dalam kasus tertentu, tidak apa-apalah kalau sedikit berpura-pura. Apalagi buat anak kecil seperti itu, yang sedang ingin bercanda dengan si ayah meskipun candaan itu mungkin tidak lucu buat si ayah.

Selengkapnya...

Kebohongan dan Kemaksiatan

"I want my money back. Before I decied to rent the house, I had asked Bu Kost whether he could stay with me. I also said that he did not marry me. And she said that it's okay. But now, you see. That people came at a night and took him from me. Since that night I should stay by myself. And now I am very afraid. I always remember what they did to him. I am not able to stay at the house anymore. I want to leave it. Because don't have money at all, I want my money back. Bu Kost has to understand," kata tetangga yang menyewa sebuah rumah. Tentunya hanya kira-kira.

Bingung juga mendengar penjelasannya. Bukan karena masalah bahasa Inggrisnya, tetapi bingung apa yang harus kami lakukan. Dia yang berasal dari Rumania ini menjelaskan bahwa sudah minta ijin ke Bu Kost agar teman lelakinya ini bisa tinggal bersamanya meskipun belum menikah. Dan ibu kostnya setuju. Tetapi kenyataannya, belum genap 1 bulan rumah kontrakan itu digerebek warga. Dan membawa laki-lakinya pergi setelah sempat dipukuli karena tidak bisa menunjukkan surat nikah.

Saat ini, posisi kami hanya sebagai penerjemah antara dia dengan Bu Kost, karena Bu Kost tidak bisa Bahasa Inggris. Yang kami bingungkan adalah pernyataan yang berbeda antara dia dan Bu Kost. Bu Kost bilang bahwa mereka (orang Rumania dan laki-laki itu) pernah bilang bahwa mereka sudah menikah sehingga Bu Kost mengijinkan untuk tinggal bersama. Tetapi orang Rumania bilang bahwa mereka tidak pernah bilang seperti itu.

Jadinya, karena Bu Kost merasa sudah tahu bahwa mereka resmi suami-isteri, jika ternyata informasi yang diberikan salah maka itu bukan kesalahan Bu Kost. Makanya Bu Kost tidak mau mengembalikan uang sewa. Sedangkan orang Rumania sebaliknya. Karena sudah memberitahu bahwa mereka bukan suami-isteri dan sudah dapat ijin, kesalahan ada di Bu Kost. Dan dia berhak mendapat uang sewa itu kembali, apalagi dia tidak punya uang lagi setelah membayar uang sewa itu.

Tentu saja kami bingung menghadapi 2 orang, yang masing-masing mempunyai pendapat yang bertolak belakang. Karena di situ kami bukan penghubung, hanya penerjemah, kami tidak ingin mengambil keputusan. Semuanya kami serahkan ke mereka, sampai ada salah satu yang mengalah. Kami juga tidak ingin menyelidiki siapa yang berbohong di antara mereka karena kami bukan detektif. Bila ada 2 pernyataan yang bertolak belakang seperti itu, pasti ada salah satu yang berbohong atau bahkan dua-duanya.

Setelah capek, padahal saat itu pembicaraan dengan Bu Kost hanya bisa dilakukan lewat telpon, orang Rumania itu kami antar pulang meski dengan cara agak memaksa. Tetapi kami meyakinkan dia bahwa esok pagi masalah ini akan dirundingkan dengan tetangga lain yang berprofesi sebagai polisi.

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini. Meskipun tidak tahu mana yang bohong, tetapi bisa dipastikan salah seorang dari mereka telah berbohong. Dan betapa sering terjadi bahwa ada kaitan erat antara kebohongan dan kemaksiatan.

Semoga kita terhindar dari perbuatan yang demikian. Amiin.

Selengkapnya...

Tuesday, March 25, 2008

Menggapai Bahagia..

Hidup bahagia adalah dambaan setiap orang. Tetapi kebahagiaan ini tidak bisa datang dengan sendirinya. Kebahagiaan harus diusahakan untuk hadir. Ada unsur usaha yang perlu dilakukan agar hal itu tercapai. Berikut ini adalah sebab-sebab agar tercapai hidup bahagia menurut majalah SwaraQuran (No. 7, Tahun ke-5):
  1. Iman dan Tauhid, iman hanya kepada Allah SWT sebagai satu-satunya penguasa dan yang mengatur segala hal.
  2. Mensucikan jiwa, bersungguh-sunguh mensucikan jiwa hingga tercapai derajat ihsan. Pensucian hanya dapat dilakukan dengan tauhid, menjalankan kewajiban, meninggalkan yang haram, dan rajin melaksanakan sunnah.
  3. Shalat, dengan shalat seorang manusia dalam posisi yang paling dekat dengan Rabbnya
  4. Qonaah dan Ridha dengan Ketentuan Allah SWT, merasa puas dengan karunia Allah SWT dan yakin bahwa pilihan Allah SWT untuknya itu lebih baik daripada pilihannya sendiri.
  5. Banyak mengingat Allah SWT, merupakan sebab penting ketenangan jiwa dan berpengaruh menghilangkan kesusahan dan kesedihan.
  6. Ilmu yang bermanfaat, akan melapangkan dada karena kebodohan akan menimbulkan kesempitan dan keterkungkungan.
  7. Berbuat baik kepada sesama, sesungguhnya orang yang dermawan dan suka menolong adalah manusia yang paling lapang dadanya dan paling ceria hatinya.
  8. Tidak berlebih-lebihan dalam 6 hal, yaitu dalam hal memandang, berbicara, mendengar, bergaul, makan dan tidur.
  9. Rasa cinta kepada Allah SWT, dengan cinta akan merasa nikmat saat beribadah kepada-Nya.
  10. Taubat dan istighfar
  11. Syukur ketika mendapat nikmat
  12. Bersabar saat mendapatkan bencana
  13. Doa dan membaca Al-Qur'an, akan merasakan ketenangan dan ketentraman.
  14. Hati yang tegar, hanya bersandar dan bertawakkal kepada Allah SWT semata.
  15. Bersahabat dengan orang-orang shalih, bergaul dengan orang yang merasakan bahagia hakiki akan terpengaruh dengan mereka dan akan mengikuti jejak langkah mereka.
  16. Optimis memandang hidup, putus asa merupakan sumber kesedihan, keresahan dan keguncangan batin.
  17. Umur panjang diisi dengan amal shalih
  18. Berbakti kepada orang tua dan menyambung silaturrahim, akan menimbulkan ketenangan dan kebahagian.
  19. Penghasilan yang halal, juga akan menenangkan hati.
  20. Isteri yang shalihah
  21. Tetangga yang baik
  22. Rumah yang lapang
  23. Kendaraan yang menyenangkan

Selengkapnya...

Saturday, March 15, 2008

Jujurlah dan Allah Mencintaimu

Di luar gedung hujan turun dengan deras. Masih dengan setia mengunjungi setiap stand di pameran buku-buku Islam di Wanitatama. Saat itu saya sedang mencari sebuah buku yang diterbitkan oleh Pustaka Ibnu Katsir. Akhirnya sampailah ke stand penerbit tersebut. Sedikit kecewa karena tidak menemukan buku yang saya cari. Kata penjaga stand, buku itu memang belum diterbitkan.

Karena memang tujuan utama hanya mencari buku itu, saya langsung menuju pintu keluar untuk pulang. Hujan masih sangat deras, akhirnya iseng-iseng mampir ke stand dekat pintu keluar. Seperti biasa, tidak sengaja saya menemukan sesuatu yang terkait dengan tema blog ini. Sebuah buku yang judulnya adalah "Jujurlah dan Allah Mencintaimu".

Sekilas saya baca, dan saya menemukan 3 pendapat yang menarik tentang kejujuran. Bukan bermaksud membandingkan kebesaran dari ketiga orang tersebut, jika pendapat mereka saya tulis di blog ini.

Pendapat pertama dari Aristoteles. Dari orang ini, buku tersebut ingin menunjukkan bahwa kejujuran itu memang fitrah manusia, dan bersifat universal, yang seharusnya melekat ke setiap dada manusia.

Pendapat kedua dari Khalifah Islam, Umar bin Khaththab ra. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal tegas dan keras. Dan pendapat terakhir dari Nabi Muhammad SAW, nabi akhir jaman, yang salah satu ajarannya adalah kejujuran. Dari Nabi Muhammad SAW hanya akan diambil salah satu hadits saja.

Di bawah ini adalah pendapat tersebut:
Aristoteles:
"Sebaik-baik perkataan adalah yang jujur pengucapannya dan bermanfaat bagi pendengarnya."
"Mati demi kejujuran lebih baik dari hidup dengan kebohongan."

Umar bin Khaththab:
Sungguh, sekiranya kejujuran itu merendahkanku, padahal ia jarang merendahkanku, maka itu lebih kusukai daripada derajatku terangkat lantaran kebohongan, dan hal itu jarang terjadi.

Nabi Muhammad SAW:
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Sesungguhnya kejujuran itu membimbing kepada kebajikan, dan kebajikan itu membimbing ke surga. Seseorang senantiasa berkata jujur hingga ditetapkan di sisi Allah sebagai shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kenistaan, dan kenistaan itu menuntun ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta.

Selengkapnya...

Monday, March 10, 2008

Golongan yang berdusta

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ - صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّينَ

Ayat tersebut adalah 2 ayat terakhir dari surat Al-Fatihah, yaitu Surat dari Al-Qur'an yang setiap hari dibaca minimal 17 kali. Kedua ayat berisi do'a kepada Allah SWT. Menurut terjemahan dari Depag RI, arti dari ayat tersebut adalah sebagai berikut:
"Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".

Doa yang setiap hari kita ucapkan 17 kali itu, berisi agar kita ditunjukkan ke jalan yang lurus. Dan jalan yang lurus itu bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan pula jalan yang sesat. Insya Allah, kita semua paham dengan arti dari ayat-ayat tersebut. Tetapi sudahkah kita mencoba untuk berusaha mewujudkan do'a kita? Atau justeru apa yang akan kita lakukan bertentangan dengan isi do'a itu?

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan terlebih dahulu makna dari "jalan orang yang diberi nikmat". Orang-orang yang diberi nikmat disebutkan dalam An-Nisaa:69:
Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Jadi, orang-orang yang diberi nikmat adalah orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasulullah. Seseorang disebut taat jika menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan.

Selanjutnya, masih dalam tafsir tersebut, bahwa jalan yang lurus itu bukan jalan dari orang-orang yang dimurkai oleh Allah dan bukan jalan dari orang-orang yang sesat. Ada 2 istilah berbeda yang muncul di sini, yaitu orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat. Kedua istilah ini menunjukkan 2 kelompok orang yang berbeda. Yang termasuk ke dalam orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah orang Yahudi, sedangkan yang termasuk ke dalam orang yang sesat adalah orang Nashrani. Petikan dari Al-Maidah:60 menunjukkan golongan yang dimurkai Allah:
... Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi...
Petikan tersebut merujuk ke golongan Yahudi, dimana sebagian dari mereka dijadikan kera dan babi karena melanggar hari Sabat. Sedangan petikan dari Al-Maidah:77 menunjukkan golongan yang sesat:
... Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.
Petikan ayat tersebut merujuk ke golongan Nasharani. Beberapa hadits juga menunjukkan hal yang sama.

Ada sifat mendasar pada golongan Yahudi yang menyebabkan golongan ini dimurkai Allah. Bahwa Yahudi diberi ilmu tentang hukum Allah tetapi tidak diamalkan, bahkan cenderung membangkang terhadap ilmu tersebut. Salah satu kisah tentang pembangkangan ini adalah hadits yang menceritakan tentang orang-orang Yahudi yang menghukum orang yang berzina dengan tidak menggunakan hukum rajam. Saat ditanya Rasulullah, orang-orang tersebut berkata bahwa hukum rajam tidak ada dalam Taurat. Tetapi selanjutnya Rasulullah bisa menunjukkan bahwa hukum rajam itu benar-benar ada dalam Taurat, tetapi mereka tidak mau mempraktekkan. Banyak juga ayat-ayat Al-Qur'an yang menceritakan pembangkangan golongan Yahudi ini.

Sedangkan sifat mendasar pada golongan Nashrani, sehingga mereka tersesat, adalah mereka tidak mempunyai ilmu (hukum Allah) dan mencari ilmu ke sumber yang salah. Sehingga golongan ini melakukan amal tanpa berdasar ilmu.

Dengan kata lain, golongan yang dimurkai adalah golongan yang mengetahui hukum Allah tetapi tidak mengamalkan. Sedangkan golongan yang sesat adalah golongan yang mengamalkan sesuatu tanpa mengetahui hukumnya. Keduanya sama, akan menghasilkan kedustaan dalam beragama. Golongan pertama berdusta bahwa hukum yang seharusnya mereka amalkan tidak ada sehingga tidak perlu diamalkan. Sedangkan golongan kedua berdusta bahwa amalan yang mereka lakukan adalah sesuai dengan hukum Allah, padahal mereka tidak mengetahui secara pasti.

Bagaimana dengan kita, umat Islam? Bagaimana kalau kita mengetahui hukum Allah tetapi tidak mengamalkannya? Apakah kita termasuk golongan yang dimurkai Alah? Bagaimana pula bila kita membuat amalan tanpa mengetahui hukumnya? Apakah kita juga digolongkan sebagai golongan yang sesat?

Wallahu a'lam bishshowab.


Selengkapnya...

Thursday, March 6, 2008

Warung Jujur

Waktu saya kuliah S1 dulu, juga pernah menemui warung jujur seperti yang ditulis di erasmuslim ini. Waktu itu saya tinggal di asrama kampus nan murah. Warung jujur yang di asrama ini dikelola oleh salah seorang karyawan asrama.

Namun kisahnya sedikit berbeda. Kalau di Eramuslim, warung jujur itu terbilang berhasil. Setiap pembeli selalu membayar meskipun tidak ada yang menjaga barang dagangan. Dan menurut penulis, masih di tulisan tersebut, hal itu menunjukkan bahwa lingkungan kampus tempat warung jujur itu adalah lingkungan yang memang bisa dipercaya. Mungkin disebabkan budaya saling percaya sudah cukup kuat di kampus tersebut.

Lain halnya dengan di asrama saya. Beberapa bulan bisnis itu berjalan lancar. Namun, setelah itu, bisnis ini pun tutup. Hal ini disebabkan uang yang diterima tidak sebanding dengan barang dagangan yang laku. Akhirnya bisnis inipun tidak bisa bertahan.

Menurut pengamatan saya, sebenarnya masalah yang muncul bukan karena banyak pembeli yang tidak jujur, alias curang. Tetapi lebih disebabkan oleh ketidakdisiplinan pembeli, yang sebenarnya juga penghuni asrama sendiri. Awalnya mungkin hanya sekedar menunda pembayaran, dengan alasan bahwa pembeli-pembeli tersebut tidak akan kemana-mana. Namun, karena sering menunda, pada akhirnya akan membuat pembeli tersebut lupa dengan jumlah dagangan yang sudah mereka ambil. Akibatnya mereka juga akan lupa dengan nilai uang yang harus mereka bayarkan sehingga hanya mengira-ngira.

Dalam skala yang lebih kecil, warung jujur ini juga ada di Masjid Shalahudin. Ada kios majalah yang menggunakan model warung jujur. Majalah-majalah yang dijual di situ adalah majalah baru tetapi lama, masih baru tetapi edisi lama. Pembeli tinggal mengambil majalah, lalu menaruh uang Rp. 4000 di kotak yang disediakan. Laris juga, meskipun harganya lebih tinggi dibandingkan kalau kita beli di kantor pemasarannya.

Intinya, memang di bisnis ini dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi, terutama buat pembeli. Pertama, bahwa pembeli akan jujur, tidak curang. Yang pertama ini sudah jelas. Setiap pembeli harus jujur, tidak bisa ditawar lagi. Kedua, pembeli harus disiplin. Kasus di asrama saya tadi bisa dijadikan contoh. Memang awalnya setiap pembeli tidak bermaksud untuk tidak jujur. Tetapi karena lupa, yang terjadi memberikan efek yang sama, yaitu bisnis itu akan runtuh.

Kasus kedua itu perlu kita waspadai. Awalnya tidak terlihat, tetapi akhirnya sangat berbahaya. Sebagian kasus korupsi terjadi dengan model seperti itu. Awalnya, hanya meminjam uang tanpa sepengetahuan atasan, dan nanti akan dikembalikan. Lama-lama menumpuk dan lupa. Tahu-tahu uang yang harus dikembalikan sangat besar. Akibatnya, tidak bisa bayar. Jadilah ia sebagai terdakwa koruptor.

Semoga bermanfaat...

Selengkapnya...

Tuesday, March 4, 2008

Kejujuran adalah Cermin Kesederhanaan Islam.

Apa yang akan saya tulis di sini adalah hasil kesimpulan saya dari materi kutbah Jum'at di Masjid BRI, tanggal 29 Februari 2008. Kalau ada kesimpulan yang salah, mohon buat pembaca yang sama-sama mengikuti kutbah tersebut berpartisipasi untuk mengoreksi.

Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengedepankan kejujuran. Kejujuran di sini dapat diartikan sebagai apa adanya, tidak neko-neko (tidak macam-macam), dan tidak berbelit-belit. Akan kita lihat bahwa ajaran ini menunjukkan kesederhanaan ajaran Islam.

Islam adalah agama yang mudah. Apapun ajaran yang diberikan Islam, semuanya dapat dilakukan dengan mudah. Setiap orang pasti dapat melakukan perintah maupun menghindari larangan. Jikalau pun ada halangan, Islam akan memberikan keringanan. Kalau ada yang merasa berat, bukan didasarkan pada ketidakmampuan fisik tetapi lebih dikarenakan oleh jiwa manusia itu. Artinya, bahwa tidak menjalankan perintah atau menjauhi larangan itu bukan karena tidak mungkin tetapi karena tidak ingin. Bukan tidak mampu, tetapi tidak mau.

Intinya, bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam setiap ajaran Islam. Semuanya pasti dapat dilakukan. Ini dikarenakan karena ajaran Islam memang dari Sang Maha Pencipta, sehingga mengetahui batas-batas kemampuan manusia sebagai makhluk-Nya. Dengan kata lain, karena ajaran yang diberikan Islam itu mudah, dapat dilakukan siapa saja, maka bisa dikatakan bahwa semua ajaran Islam adalah sederhana.

Istilah sederhana itulah yang muncul dalam makna kejujuran, yaitu tidak neko-neko, melakukan dan bicara apa adanya. Tidak perlu berpikir lama untuk bicara jujur. Karena kejujuran memang tidak perlu memikirkan untung dan rugi. Sampaikan apa adanya.

Tambahan lagi, sifat jujur dalam Islam merupakan sifat wajib bagi seorang Nabi/Rasul. Sifat wajib tersebut adalah shidiq, tabligh dan amanah. Dan tentunya sifat itu juga wajib ditiru oleh umat, karena Rasul umat Islam (Muhammad SAW) adalah uswatun hasanah, suri tauladan yang baik.

Selengkapnya...

Friday, February 15, 2008

Telkom ... oh... Telkom

"Pak, ini saya menolong loh karena Bapak minta bantuan ke saya. Bukan saya yang menawarkan bantuan ke Bapak. Karena sifatnya menolong, jangan sampai di kemudian hari ada ribut-ribut masalah biayanya", kira-kira seperti itu apa yang disampaikan oleh Pak Dar (nama samaran) saat kami minta bantuan untuk menguruskan pemasangan telepon rumah.

Seminggu sebelumnya kami sudah mendaftar pemasangan telepon baru ke Telkom Pakem. Seminggu tidak ada kabarnya, padahal Telkom berjanji 1 hari setelah pendaftaran, rumah kami akan disurvei. Akhirnya kami berinisiatif ke Pak Dar yang beberapa hari sebelumnya menawarkan pemasangan telepon ke 4 tetangga kami. Ternyata Pak Dar sudah diberi tahu oleh Telkom tentang pendaftaran kami. Kok bisa ya? Padahal Pak Dar ini bukan karyawan Telkom.

Pak Dar menyampaikan bahwa jaringan terdekat sudah habis. Ada jaringan yang tersisa namun agak jauh dari rumah kami. Kalau mengambil dari jaringan tersebut, biayanya mungkin akan lebih tinggi. Dan Pak Dar akan mengusahakan agar kami tetap bisa mendapatkan telepon.

Ternyata memang benar, biayanya lebih mahal Rp. 500ribu dibandingkan dengan tetangga-tetangga yang lain. Biaya tambahan ini diperlukan untuk pembelian tiang telepon karena masalah jarak tadi. Alhamdulillah, masih dalam anggaran yang kami sediakan. Akhirnya kami menyetujui biaya tersebut.

Tidak lebih dari 1 minggu, telepon pun dipasang. Semua biaya kami lunasi saat itu juga, mumpung uangnya sudah ada. Daripada ditunda-tunda, nanti uangnya malahan akan terpakai yang lain. Tiga hari kemudian telepon sudah bisa berdering.

Tibalah saat pembayaran rekening telepon untuk bulan pertama. Jika dihitung dari hari pertama telepon berdering, masa pemakaiannya tidak lebih dari 2 minggu. Lumayan juga nilainya, lebih dari Rp 200ribu. Buat apa saja ya? Mungkin melihat wajah keheranan saya, petugas loket menerangkan komponen rekening. Terdiri dari biaya pemakaian, abonemen, dan biaya pemasangan. Biaya pemasangan ini yang nilai terbesar yaitu sekitar Rp 150ribu.

Biaya pemasangan? Bukankah sudah kami lunasi?

Sampai di rumah, kami menelepon Telkom menanyakan biaya pemasangan yang kami ingat sudah kami lunasi. Kami diminta ke Telkom yang khusus untuk rekening. Sebelum ke sana, kami ke Pak Dar terlebih dahulu untuk menanyakan hal yang sama.

Tidak disangka, kami dimarahi. Terutama perihal pertanyaan kami ke Telkom. Menurut Pak Dar, urusan itu seharusnya ditanyakan ke beliau dan tidak seharusnya ke Telkom. Dan kami dilarang melapor ke Telkom.

"Dulu katanya tidak akan ribut-ribut?", kata Pak Dar. Kami kaget juga. Sebenarnya kami tidak bermaksud ribut-ribut. Hanya bertanya baik-baik. Atau memang definisi ribut-ribut itu adalah 'tidak boleh bertanya'?

Selanjutnya ini yang beliau sampaikan, "Itu kesalahan saya. Kami salah menghitung biaya. Sebagian uang itu juga dipakai buat 'uang rokok' petugas-petugas yang memasang jaringan. Tetapi kalau misalnya Pak Taufiq mau meminta uang itu, akan saya kembalikan dari kantong saya sendiri. Kalau misalnya tidak diminta, saya mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih. Saya doakan juga semoga rejeki Pak Taufiq lancar.".

Saat itu, kami belum memberi kepastian. Kami rundingkan dulu di rumah. Yang kami sesalkan, kenapa tidak disampaikan dari dulu. Kalau tidak kami tanya, sepertinya juga tidak akan dijelaskan. Anehnya, kasus ini juga terjadi pada tetangga yang lain.

Pagi keesokan harinya, Pak Dar datang ke rumah kami. Tanpa menanyakan kepastian dari kami, beliau langsung menyerahkan amplop berisi uang. Tanpa berpikir panjang, uang langsung kami terima. Beliau bilang agar melupakan kejadian ini.

Insya Allah, kami akan melupakan.

Selengkapnya...