Friday, May 16, 2008

"Kebarat-baratan"

Entah darimana asalnya, saya mendapat label 'kebarat-baratan'. Mungkin berdasarkan tulisan-tulisan saya di blog ini, yang menampilkan nilai-nilai positif dari barat. Sedangkan untuk tulisan dari dalam negeri, saya lebih condong menulis sisi-sisi negatif.

Insya Allah, saya tidak bermaksud mengunggulkan nilai-nilai barat. Sungguh saya tidak kagum dengan nilai barat. Yang saya kagumi adalah nilai-nilai positif dari agama yang saya anut, ternyata lebih banyak diterapkan oleh barat daripada penganut agama itu, yang banyak tinggal di Indonesia. Hanya itu.

Dengan kata lain, jika saya menuliskan sesuatu tentang barat, maka saya menulisnya dengan ukuran agama saya, Islam. Jika nilai barat itu benar menurut Islam, maka saya tuliskan. Jika nilai barat itu salah, maka tidak saya tuliskan. Tujuan saya hanya sebagai pemacu buat penganut agama Islam, khususnya, maupun masyarakat Indonesia, umumnya. Pemacu agar menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

Semua memang berawal dari kekecewaan, kekecewaan terhadap kebanyakan masyarakat Indonesia yang tidak mau menjalankan ajaran agamanya, terutama yang pokok. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang berstatus awam, namun juga yang sudah berilmu agama, dan sudah sering menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Kalau dalam agama Islam, disebut Ustadz.

Ada sebuah kisah dari seorang sahabat saya. Dulu dia termasuk orang yang tidak mau ikut pengajian. Alasan dia saat itu adalah "dia tidak mau mendengarkan orang yang NATO, No Action Talk Only". Menurut pandangan dia, banyak Ustadz yang punya ilmu namun tidak menerapkan ilmunya di kehidupan sehari-hari. Sehingga orang seperti itu tidak pantas untuk didengarkan.

Menurut saya, dua-duanya adalah salah. Si Ustadz salah, karena selain punya kewajiban untuk menyampaikan ilmunya ke orang lain, dia juga punya kewajiban untuk menjalankan ilmu yang sudah dia kuasai. Bahkan hukumannya sangat berat bagi siapa saja yang menyampaikan sesuatu tetapi dia sendiri tidak menjalankan.

Sahabat saya juga salah. Dia punya kewajiban untuk menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu agama. Tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu karena Ustadznya tidak menjalankan. Ilmu itu sebenarnya berasal dari Allah SWT, bukan dari Ustadz. Kalau Ustadznya tidak menjalankan, itu adalah urusan Ustadz tersebut dengan Allah SWT. Kewajiban kita hanya menuntut ilmu. Hanya, jika kasus Ustadznya seperti itu, dibutuhkan ketelitian. Kita perlu membandingkan ilmu yang dia sampaikan dengan Ustadz lain. Akan lebih baik kalau dibandingkan dengan sumbernya langsung, Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tambahan lagi, tidak semua Ustadz seperti itu. Masih banyak Ustadz lain yang lebih baik.

No comments: