Monday, September 21, 2009

Profesi yang Diharamkan

Baru saja terpikir untuk menulis tentang profesi-profesi yang kemungkinan diharamkan, yang buat kita mungkin sudah biasa (sudah dianggap halal). Tujuan saya hanya untuk mengingatkan bahwa sesuatu yang menurut kita sudah biasa belum tentu halal. Bahkan bisa jadi, profesi itu diharamkan.

Salah satu profesi yang muncul di benak saya adalah Pesulap. Meskipun saya bukan ahli sulap, tetapi saya pernah belajar sulap kecil-kecilan waktu masih SMP (astaghfirullahal azhiim). Sehingga saya tahu bahwa sulap hanyalah tipuan semata. Mereka memanfaatkan berbagai trick (tipuan) untuk melakukannya. Sebenarnya, ada beberapa jenis tipuan, diantaranya adalah kecepatan tangan dan penggunaan alat-alat tersembunyi.

Segala bentuk tipuan sudah jelas haram hukumnya. Ini tidak perlu diperbebatkan lagi. Namun, keharaman sulap tidak hanya sampai di sini. Kalau kita mencoba mendengarkan ucapan-ucapan pesulap, maka yang akan kita dengarkan adalah ucapan-ucapan dusta belaka. Kenapa saya bilang dusta, karena apa yang mereka ucapkan sebenarnya sangat berbeda dengan apa yang akan mereka lakukan. Perhatikan beberapa kalimat yang mungkin akan diucapkan oleh pesulap:
  1. Mengubah kertas menjadi burung.
  2. Mengubah lilin menjadi sapu tangan.
  3. Memotong (maaf) tubuh orang dan menyambungkannya lagi.
  4. Mengubah manusia menjadi manusia lain, atau bentuk-bentuk lain.
Seorang pesulap akan mengucapkan kalimat itu saat melakukan sulap yang terkait. Padahal yang dia lakukan tidak demikian. Seorang Pesulap tidak akan pernah menceritakan apa yang sebenarnya dia lakukan karena kalau demikian, tontonannya menjadi tidak menarik lagi. Jadi, selain masalah tipuan, keharaman profesi ini adalah setiap saat seorang Pesulap hanyalah menyampaikan ucapan-ucapan dusta belaka dalam pentasnya.

Ternyata, selain itu, ada sisi lain yang membuat profesi ini haram. Termasuk juga menontonnya, juga diharamkan. Silakan mengunjungi artikel ini untuk lebih jelasnya.

Selengkapnya...

Wednesday, September 16, 2009

Menjadi kera dan babi...

Mungkin sebagian pembaca masih bingung tentang definisi jujur, meskipun saya pernah menampilkan link yang, insya Allah, sudah sangat tepat mendefinisikannya. Lihat postingan saya yang berjudul Jujur, Kiat Menuju Selamat. Untuk lebih memperjelas, berikut ini akan saya tuliskan salah satu contoh dari lawan jujur, yaitu dusta. Insya Allah, saya carikan contoh dusta yang sangat canggih. Sebagian dari kita mungkin tidak menyadari bahwa kisah ini digolongkan sebagai perilaku yang tidak jujur. Tetapi Allah SWT telah mengabadikan kisah ini dalam Al-Qur'an dan sudah menyatakan bahwa perilaku ini termasuk tidak jujur sehingga Allah SWT memberikan hukuman. Dengan demikian, kisah ini sekaligus mempertegas definisi tidak jujur menurut Allah SWT.

Perhatikan kisahnya dalam Al-Qur'an, surat Al-A'raf:163:

وَسْئَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِى كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِى السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُونَ لاَ تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

Dan tanyakanlah kepada mereka tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.
Ayat tersebut menceritakan sebuah kaum yang melanggar aturan hari Sabtu. Di ayat lain dikisahkan bahwa aturan hari Sabtu itu adalah kaum tersebut dilarang menangkap ikan pada hari Sabtu, dan diperbolehkan untuk menangkap ikan di hari-hari yang lain. Selanjutnya, Allah SWT menguji mereka dengan membuat ikan-ikan banyak dan terapung di permukaan laut pada hari tersebut, sedangkan di hari-hari lain ikan-ikan itu tidak datang.

Akhirnya kaum itu melanggar aturan tersebut karena banyaknya ikan pada hari yang dilarang. Dan Allah SWT menghukum pelanggaran ini dengan menjadikan kaum itu sebagai kera dan babi.

Al-Qur'an, surat Al-A'raf:166

فَلَمَّا عَتَوْاْ عَن مَّا نُهُواْ عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُواْ قِرَدَةً خَـسِئِينَ

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya:" Jadilah kamu kera yang hina ".

Lihat juga Al-Qur'an, surat Al-Maidah:60.

Bagaimana sebenarnya kisah pelanggaran ini? Kisah inilah yang akan saya ceritakan... Berikut ini adalah kisah tersebut yang saya susun ulang.
Terdapatlah suatu kaum yang mempunyai matapencaharian mencari ikan di laut. Kaum ini dibebani syariat yang salah satunya adalah Aturan Hari Sabtu. Dalam aturan ini, mereka diperbolehkan mencari ikan kecuali pada hari Sabtu. Sedangkan di hari-hari yang lain mereka bebas.

Namun, ternyata pada hari Sabtu, ikan-ikan seperti menantang. Mereka banyak berkumpul di permukaan laut. Karena berada di permukaan, kaum tersebut dapat melihatnya. Sedangkan di hari-hari lain, ikan-ikan itu tidak muncul. Ini merupakan ujian Allah SWT terhadap kaum itu apakah mereka tetap menjalankan aturan syariat yang telah ditetapkan, meskipun kondisinya tidak menguntungkan buat mereka.

Tentunya mereka ingin mendapatkan ikan yang banyak. Tetapi mereka tetap ingat tentang Aturan Hari Sabtu. Akhirnya mereka sepakat melakukan berikut. Mereka akan memasang penangkap ikan pada hari Jumat malam, dan akan mengambilnya pada Minggu pagi. Dengan penangkap ikan tersebut, ikan-ikan yang muncul pada hari Sabtu akan tertangkap. Dan keesokan harinya, ikan-ikan yang tertangkap itu dapat diambil. Anggapan mereka bahwa mereka tidak mencari ikan pada hari Sabtu karena mereka tidak melaut sehingga mereka tidak melanggar Aturan Hari Sabtu.

Tetapi penilaian Allah SWT tidak demikian. Mereka telah berbuat curang. Mereka telah berdusta, sehingga mereka tetap dinyatakan melanggar Aturan Hari Sabtu. Akhirnya mereka dihukum berubah menjadi kera dan babi, dan hanya hidup dalam 3 hari. Selama itu, mereka tidak makan, tidak minum, dan tidak beranak-pinak.

Semoga memperjelas seperti apa tindakan yang masih dikategorikan tidak jujur.

Selengkapnya...

Monday, September 14, 2009

Dewasa Dalam Perbedaan

Draft tulisan ini sebenarnya sudah lama saya buat. Tetapi belum saya terbitkan karena belum sempat menyelesaikannya. Makanya, ceritanya masih di Indonesia.

Khotbah Jum'at di sebuah masjid kali ini, cerita tentang hasad. Khotib sangat bersemangat saat berkhotbah. Awalnya, apa yang beliau sampaikan adalah benar. Namun, di bagian akhir khotbah, banyak yang beliau sampaikan adalah tidak tepat.

Tema khotbah yang beliau sampaikan adalah tentang hasad/dengki. Hasad adalah sifat tercela, sifat yang harus dihindari oleh seorang muslim. Definisi hasad adalah merasa tidak senang jika ada orang lain mendapat nikmat, kebahagiaan, ataupun kesuksesan. Sebaliknya, merasa senang jika orang lain mendapat musibah atau kesusahan.

Hasad termasuk perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Bahkan hasad ini bertentangan dengan ajaran Islam, yang selalu mengajarkan umatnya untuk selalu membahagiakan orang lain, turut berduka dan menghibur jika ada tetangga yang kena musibah, dll. Dan khotib, alhamdulillah, cukup berhasil menjelaskan ini termasuk memberikan contoh-contoh yang kongkrit.

Namun sangat disayangkan, hampir di bagian akhir khotbah beliau memberikan contoh yang tidak tepat, yang saya beri sub judul "dewasa dalam perbedaan". Beliau menjelaskan bahwa perbedaan di masyarakat itu memang ada, termasuk dalam Islam. Karena itu sunatUllah, biarkan setiap kelompok menjalankan Islam sesuai dengan pemahamannya. Dan biarkan perbedaan itu tetap ada, tidak perlu saling menyalahkan. Istilah yang beliau pakai adalah menghujat. Di sini beliau memberi beberapa contoh, yang tidak perlu saya sebutkan. Dan, beliau juga menyampaikan bahwa hujatan ini sebagai salah satu bentuk hasad.

Setidaknya itu yang saya pahami dari khotbah tadi. Ada beberapa hal, yang perlu dikoreksi:
1. SunatUllah terhadap suatu kejadian tidak menjamin bahwa Allah SWT meridhoi kejadian itu. Tidak perlu susah-susah untuk mencari contoh, yaitu korupsi. Korupsi yang terjadi memang sudah sunatUllah. Tetapi bukan berarti korupsi diridhoi Allah SWT. Segala kemaksiatan terjadi juga karena sunatUllah, tetapi tidak berarti Allah SWT ridho terhadap segala kemaksiatan tersebut. Kalau berpikirnya seperti tadi, lalu apa gunanya pahala-dosa, dan apa gunanya surga dan neraka.
Kesimpulannya, perbedaan (perpecahan) itu sudah sunatUllah, tetapi tidak berarti bahwa itu diridhoi Allah SWT. Bahkan itu sangat dicela, berdasarkan hadits Nabi SAW tentang perpecahan umat.
2. Khotib tidak bisa membedakan antara hujatan dan koreksi (sebagai nasehat dalam rangka amar ma'ruf - nahi mungkar). Kalau anak kita salah, kemudian kita benarkan, itu disebut sebagai nasehat dan bukan hujatan. Dan khotib menyama-ratakan semua bentuk nasehat ke dalam hujatan. Padahal itu sangat berbeda. Nasehat didasarkan pada ilmu, yang bisa membedakan antara yang hak dengan yang batil. Sedangkan hujatan lebih didasarkan pada hawa nafsu, emosi, dan tanpa ilmu.
3. Semua hujatan adalah karena hasad. Memang kemungkinan pernyataan ini tidak salah Tetapi karena nasehat juga dikategorikan sebagai hujatan, akibatnya nasehatpun dikategorikan sebagai hasad. Ini jelas sekali salah. Apabila kita memberi nasehat ke anak, apakah itu karena hasad? Apakah tidak terbalik? Justeru nasehat itu adalah tanda sayang. Kalau tidak sayang, orang tua tidak akan pernah menasehati anaknya.
4. Ungkapan terakhir yang penting adalah "orang yang menghujat (menurut definisi sang khotib) adalah orang yang merasa paling pintar". Sekali lagi ini adalah pernyataan yang terbalik. Insya Allah, yang benar adalah "orang yang merasa paling pintar adalah orang yang tidak mau dikoreksi".

Beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran:
1. Perbedaan di tengah-tengah umat memang ada. Tetapi, ada perbedaan yang masih diijinkan dan ada perbedaan yang sama sekali tidak diijinkan. Untuk membedakannya, diperlukan dalil Al-Qur'an maupun Al-Hadits.
2. Saat orang lain memberikan nasehat kepada kita (tentu saja berdasar ilmu), janganlah itu dianggap sebagai hujatan, apalagi karena hasad. Nasehat itu adalah tanda bahwa orang yang memberi nasehat sangat sayang kepada kita.
3. Ilmu memang tidak bisa ditinggalkan. Hanya dengan ilmu dan petunjuk Allah SWT, kita bisa membedakan antara yang hak dan yang batil.

Selengkapnya...