Monday, May 26, 2008

Menumbuhkan Kemandirian pada Anak

Sifat mandiri sangat diperlukan oleh setiap orang. Dengan sifat mandiri ini, setiap orang dapat menghadapi setiap masalah yang dihadapi, tanpa harus menunggu atau bergantung pada orang lain. Artinya, meskipun tidak ada orang yang siap membantu, siap menghadapi masalah. Mandiri bukan berarti tidak membutuhkan orang lain, karena bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial, yang tetap mempunyai kemungkinan membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, mandiri berarti siap menyelesaikan masalah baik sendirian maupun dengan bantuan orang lain, dan jika dengan bantuan orang lain tidak berarti melepaskan semua tanggung jawab ke orang tersebut.

Sifat mandiri ini perlu diajarkan ke setiap orang sejak dini. Namun, mengajarkan kemandirian ini ternyata tidak mudah. Dan ini yang kami alami, waktu mengajarkannya ke anak pertama. Banyak metode yang sudah kami dapatkan dan kami terapkan. Bahkan kami menerapkannya sejak anak kami berumur 3 tahun. Waktu itu kami cukup berhasil, semasa kami masih tinggal di Jerman. Mungkin karena dukungan dari pelajaran di sekolah (Waktu itu di "Kindergarten", TK), yang memang lebih banyak mengajarkan perilaku, baik sebagai individu maupun sosial. Namun, saat kami kembali ke Indonesia dan anak kami masuk TK, kemandirian itu banyak yang hilang.

Pikiran pertama kami, mungkin ini disebabkan karena sekolah di Indonesia lebih banyak mengajarkan kemampuan akademik. Jadi, kami harus mengajarkan "sendirian". Ini artinya, kami harus lebih banyak meluangkan waktu. Tetapi setelah sekian tahun, belum juga kelihatan hasilnya. Tambah buruk lagi saat adiknya lahir.

Akhirnya, sekitar 1 atau 2 bulan yang lalu, kami mendapatkan metode yang baru. Metode ini sangat sederhana, dan tidak pernah kami bayangkan sebelumnya.

Metode ini ditayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta, dengan program acara yang berjudul Nanny 911. Program acara ini menampilkan sekelompok konsultan yang bisa dipanggil untuk membantu menyelesaikan problem-problem rumah tangga. Dalam salah satu episode menampilkan keluarga yang memiliki problem yang sama dengan keluarga kami.

Setelah mengamati kegiatan keluarga ini beberapa hari, seorang konsultan yang dikirim (sebut saja Nanny) menganalisis penyebab susahnya menumbuhkan sifat mandiri ke anak. Dan penyebabnya adalah "si orang tua selalu menemani anaknya saat tidur". Yang dimaksud menemani di sini tidak hanya menemani selama si anak tidur, tetapi juga menemani anak waktu berangkat tidur sampai si anak tertidur.

Kalau kami tidak salah tangkap, logikanya seperti ini. Saat si anak tertidur, orang tuanya ada di dekat dia. Perasaan ditemani orang tua ini akan tetap ada selama anak tidur, walaupun saat itu orang tuanya sudah tidak ada lagi di sampingnya. Perasaan inilah yang mempengaruhi hilangnya sifat mandiri. Karena si anak merasa, orang tuanya ada setiap saat dan siap membantunya. Pengaruh yang diberikan pada saat jiwa dalam keadaan kosong seperti saat tidur, bisa tertanam sangat dalam hingga si anak sadar dalam bangunnya. Peristiwa ini identik dengan telepati, hipnotis, guna-guna, dll, dimana seseorang bisa mempengaruhi orang lain saat orang lain itu dalam kondisi kejiwaan yang kosong atau lemah.

Meskipun agak tidak percaya, apa yang terjadi pada keluarga itu kami bandingkan dengan kondisi kami. Dan memang agak mirip. Setelah anak kedua kami lahir, anak pertama selalu tidur dengan saya. Waktu itu yang terpikirkan di saya adalah agar anak pertama saya tidak merasa cemburu karena mamanya, yang selama ini selalu menemani, lebih banyak mengurus adiknya. Dan itu berlanjut sampai anak pertama saya masuk SD.

Akhirnya, meskipun masih tidak percaya, kami mencoba menerapkan metode ini. Anak pertama, kami biarkan tidur di tempat tidurnya sendirian. Tidak terlalu susah, karena memang sebelum-sebelumnya dia sudah ingin tidur sendirian. Alasannya, biar terasa luas.

Subhanallah, tidak perlu menunggu lama. Tidak sampai menunggu mingguan anak itu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kemandirian. Hanya beberapa hari, dia sudah mau mengenakan baju dan sepatu sendiri. Yang lebih mengejutkan, dia juga mau mandi sendiri, kegiatan yang dulu pernah dia lakukan sendiri saat masih di Jerman dan lama terhenti. Biasanya juga, kalau bangun pagi suka rewel, sekarang tidak lagi. Dan terakhir adalah kejadian beberapa hari lalu. Anak saya yang berumur 7 tahun dan laki-laki itu, tiba-tiba meminta ijin ke mamanya untuk mencuci piringnya sendiri. Bahkan akhirnya mencuci semua piring setelah acara makan bersama. Alhamdulillah. Meskipun hasil cucian piringnya tidak bersih, kami biarkan saja dan tidak mencelanya, namanya juga baru belajar. Semua kegiatan itu dia lakukan dengan kesadaran sendiri tanpa pernah kami suruh.

Mungkin ini hanya sugesti. Tetapi kami sudah membuktikan bahwa salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan kemandirian pada anak adalah tidur yang selalu ditemani. Jadi ingat salah satu pesan Muhammad, Rasulullah SAW, agar memisahkan tidur anak jika sudah beranjak besar. Mungkin ini salah satu manfaatnya. Wallahu a'lam.

Selengkapnya...

Wednesday, May 21, 2008

Hakim yang Adil

Alkisah, Ali bin Abi Tholib ra, yang saat itu menjabat sebagai khalifah, kehilangan baju besinya yang terjatuh dari kudanya. Saat ia kembali, beliau mendapati seorang Yahudi sedang memegang sebuah baju besi. Karena merasa yakin bahwa itu adalah miliknya, Khalifah meminta baju besi itu. Orang Yahudi itu mempertahankannya.

Setelah berdebat, mereka memutuskan untuk membawa masalah itu ke pengadilan. Waktu itu yang menjabat hakim adalah Syuraih. Karena masih dalam pemerintahan Islam, hakim ini adalah muslim yang diangkat oleh Khalifah Ali sendiri. Akhirnya, mereka menghadap Syuraih. Syuraih mempersilahkan Khalifah untuk duduk dalam posisi lebih tinggi dibandingkan dengan orang Yahudi. Perbedaan tempat duduk ini bukan disebabkan oleh posisi sebagai khalifah, tetapi lebih disebabkan karena sebagai seorang muslim (yang tidak boleh disamakan dengan seorang Yahudi).

Setelah Syuraih menanyakan maksud kedatangannya, Khalifah menjelaskan problem seperti yang diceritakan di muka. Kemudian Syuraih bertanya ke orang Yahudi itu. Orang Yahudi tetap bersikukuh bahwa itu adalah miliknya karena saat ini benda itu benar-benar ada di tangannya.

Karena dalam kasus ini Khalifah bertindak sebagai penuntut, maka Syuraih meminta beliau untuk menghadirkan 2 orang saksi. Dan Khalifah menghadirkan 2 orang yaitu seorang pembantunya dan Hasan (putra Khalifah). Syuraih bisa menerima kesaksian pembantu Khalifah tetapi tidak menerima kesaksian Hasan. Penolakan ini disebabkan oleh hubungan dekat Hasan dengan Khalifah, yaitu sebagai putra.

Karena hanya 1 saksi yang bisa dihadirkan Khalifah, Syuraih memutuskan bahwa orang Yahudi itu yang memenangkan perkara. Syuraih tetap memenangkan orang Yahudi itu meskipun Khalifah adalah saudara muslim, dan meskipun Khalifah adalah orang yang telah mengangkatnya menjadi seorang hakim. Dan Khalifah menerima keputusan itu demi hukum.

Apa yang dilakukan oleh Syuraih sebagai hakim dan Khalifah sebagai pemimpin tertinggi dalam kasus tersebut menunjukkan ajaran Islam dalam masalah hukum dan keadilan. Bahwa keadilan tidak memandang hubungan kekerabatan maupun hubungan agama. Bahwa keadilan juga tidak memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan. Semua orang memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum.

Rasulullah SAW juga sudah mengajarkan keadilan ini, lewat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, yang bunyinya "Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu akan aku potong tangannya".

Keadilan yang ditunjukkan oleh Syuraih dan Khalifah membuat kisah di atas berakhir dengan manis. Orang Yahudi itu - yang memenangkan perkara lewat seorang hakim muslim, di negara muslim, dan tidak tanggung-tanggung melawan kepala negara muslim itu sendiri - akhirnya masuk Islam. Dan dia mengaku bahwa memang baju besi itu adalah milik Khalifah yang ia temukan di jalan. Belum habis di situ. Khalifah yang tahu bahwa orang Yahudi itu khirnya masuk Islam, beliau malahan menghadiahkan baju besi yang sudah dikembalikan itu. Subhanallah....

Selengkapnya...

Friday, May 16, 2008

Sales Masuk Kantor

Meskipun di ruang AC, suasana di kantor agak sedikit panas. Tetapi alhamdulillah masih tetap bisa semangat untuk menyelesaikan tugas-tugas hari itu. Untung juga, di suasana yang agak panas ini, ada seorang teman dosen yang menemani, sambil ngobrol-ngobrol.

Sampai suatu saat datanglah seseorang mengetuk pintu. "Assalaamu 'alaykum," kata orang itu. "'Alaykumus salam wa rahmatullah," jawab kami berdua.

"Bisa bertemu dengan Pak Taufiq Hidayat?"
"Saya sendiri." jawab saya dengan tangkas.

Berikut adalah kesimpulan dari pembukaan tamu saya itu.

Dia adalah perwakilan dari sebuah perusahaan XXX, yang sedang mengadakan promosi. Dalam promosi itu perusahaan XXX akan membagikan salah satu produk mereka secara cuma-cuma (alias GRATIS) kepada orang-orang yang dipilih, yang menurut dia, sudah diperoleh dari survei. Dan saya adalah salah satu dari orang-orang yang dipilih itu. Produk yang akan mereka bagikan itu adalah alat pijat elektrik. Sebelum dibagikan, dia akan mencontohkan cara penggunaan dari alat itu.

Maka, jadilah tamu saya mencontohkan cara penggunaan alat itu, dan sekaligus dipraktekkan ke saya. Lumayan juga, saya dipijiti, mulai dari tengkuk sampai telapak tangan. Saat memijit telapak tangan, diajarkan juga kaitan antara rasa sakit-sakit di bagian organ tubuh dan bagian-bagian pada telapak tangan, seperti ginjal, maag, jantung, dll. Setelah 30 menit berlalu, selesailah acara itu.

Setelah itu, dia menjelaskan bahwa kalau nanti ada teman-teman yang berminat, bisa membeli alat itu ke perwakilan Yogya, dan dia menunjukkan alamatnya. Jika membeli sampai bulan Juni, yang masih masa promosi, harganya 500rb kurang seribu. Setelah masa promosi selesai, harganya akan kembali ke harga semula, yaitu 700rb (juga kurang seribu).

Sedangkan untuk saat ini, dia akan membagikan alat itu hanya ke 6 orang saja secara cuma-cuma. Hanya.............................................

Ya, hanya..... membayar ongkos kirim saja, yang merupakan ongkos kirim import plus pajak masuk, sebesar 250rb rupiah.

Wah, kalau dibandingkan dengan harga sebenarnya, yang sudah disebutkan sebelumnya, pengganti ongkos kirim ini jauh di bawahnya. Tetapi siapa yang tahu harga sebenarnya? Saya hanya diberi kesempatan "gratis" ini saat itu juga. Tidak ada kesempatan untuk mengecek harga alat-alat sejenis ke tempat lain.

Setelah mikir sejenak, saya berniat untuk telpon isteri, siapa tahu dia hapal harga alat seperti ini. Tetapi akhirnya saya urungkan. Lebih baik tidak mengambil saja. Apalagi kami (saya + isteri) punya prinsip sederhana "hanya membeli barang yang sedang kami butuhkan", dan berusaha untuk tidak membeli barang karena ada diskon.

Meskipun dibilang "hanya" pengganti ongkos kirim, nilai itu tetap lumayan besar. Dari sisi saya, nilai itu tetap saya anggap sebagai harga barang, karena itu adalah nilai yang saya bayarkan untuk mendapatkan barang itu.

Lain kali, alangkah lebih baiknya kalau hal itu diberitahukan di muka, tidak di belakang seperti itu, sehingga saya bisa menolak. Kasihan mahasiswa-mahasiswa bimbingan skripsi yang mengantri, yang harus tertunda bimbingan gara-gara saya melayani. Lain kali juga, buat saya sendiri, agar tidak tergoda dengan istilah "gratis" :D.

Selengkapnya...

"Kebarat-baratan"

Entah darimana asalnya, saya mendapat label 'kebarat-baratan'. Mungkin berdasarkan tulisan-tulisan saya di blog ini, yang menampilkan nilai-nilai positif dari barat. Sedangkan untuk tulisan dari dalam negeri, saya lebih condong menulis sisi-sisi negatif.

Insya Allah, saya tidak bermaksud mengunggulkan nilai-nilai barat. Sungguh saya tidak kagum dengan nilai barat. Yang saya kagumi adalah nilai-nilai positif dari agama yang saya anut, ternyata lebih banyak diterapkan oleh barat daripada penganut agama itu, yang banyak tinggal di Indonesia. Hanya itu.

Dengan kata lain, jika saya menuliskan sesuatu tentang barat, maka saya menulisnya dengan ukuran agama saya, Islam. Jika nilai barat itu benar menurut Islam, maka saya tuliskan. Jika nilai barat itu salah, maka tidak saya tuliskan. Tujuan saya hanya sebagai pemacu buat penganut agama Islam, khususnya, maupun masyarakat Indonesia, umumnya. Pemacu agar menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

Semua memang berawal dari kekecewaan, kekecewaan terhadap kebanyakan masyarakat Indonesia yang tidak mau menjalankan ajaran agamanya, terutama yang pokok. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh anggota masyarakat yang berstatus awam, namun juga yang sudah berilmu agama, dan sudah sering menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Kalau dalam agama Islam, disebut Ustadz.

Ada sebuah kisah dari seorang sahabat saya. Dulu dia termasuk orang yang tidak mau ikut pengajian. Alasan dia saat itu adalah "dia tidak mau mendengarkan orang yang NATO, No Action Talk Only". Menurut pandangan dia, banyak Ustadz yang punya ilmu namun tidak menerapkan ilmunya di kehidupan sehari-hari. Sehingga orang seperti itu tidak pantas untuk didengarkan.

Menurut saya, dua-duanya adalah salah. Si Ustadz salah, karena selain punya kewajiban untuk menyampaikan ilmunya ke orang lain, dia juga punya kewajiban untuk menjalankan ilmu yang sudah dia kuasai. Bahkan hukumannya sangat berat bagi siapa saja yang menyampaikan sesuatu tetapi dia sendiri tidak menjalankan.

Sahabat saya juga salah. Dia punya kewajiban untuk menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu agama. Tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu karena Ustadznya tidak menjalankan. Ilmu itu sebenarnya berasal dari Allah SWT, bukan dari Ustadz. Kalau Ustadznya tidak menjalankan, itu adalah urusan Ustadz tersebut dengan Allah SWT. Kewajiban kita hanya menuntut ilmu. Hanya, jika kasus Ustadznya seperti itu, dibutuhkan ketelitian. Kita perlu membandingkan ilmu yang dia sampaikan dengan Ustadz lain. Akan lebih baik kalau dibandingkan dengan sumbernya langsung, Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tambahan lagi, tidak semua Ustadz seperti itu. Masih banyak Ustadz lain yang lebih baik.

Selengkapnya...