Wednesday, March 26, 2008

Kebohongan dan Kemaksiatan

"I want my money back. Before I decied to rent the house, I had asked Bu Kost whether he could stay with me. I also said that he did not marry me. And she said that it's okay. But now, you see. That people came at a night and took him from me. Since that night I should stay by myself. And now I am very afraid. I always remember what they did to him. I am not able to stay at the house anymore. I want to leave it. Because don't have money at all, I want my money back. Bu Kost has to understand," kata tetangga yang menyewa sebuah rumah. Tentunya hanya kira-kira.

Bingung juga mendengar penjelasannya. Bukan karena masalah bahasa Inggrisnya, tetapi bingung apa yang harus kami lakukan. Dia yang berasal dari Rumania ini menjelaskan bahwa sudah minta ijin ke Bu Kost agar teman lelakinya ini bisa tinggal bersamanya meskipun belum menikah. Dan ibu kostnya setuju. Tetapi kenyataannya, belum genap 1 bulan rumah kontrakan itu digerebek warga. Dan membawa laki-lakinya pergi setelah sempat dipukuli karena tidak bisa menunjukkan surat nikah.

Saat ini, posisi kami hanya sebagai penerjemah antara dia dengan Bu Kost, karena Bu Kost tidak bisa Bahasa Inggris. Yang kami bingungkan adalah pernyataan yang berbeda antara dia dan Bu Kost. Bu Kost bilang bahwa mereka (orang Rumania dan laki-laki itu) pernah bilang bahwa mereka sudah menikah sehingga Bu Kost mengijinkan untuk tinggal bersama. Tetapi orang Rumania bilang bahwa mereka tidak pernah bilang seperti itu.

Jadinya, karena Bu Kost merasa sudah tahu bahwa mereka resmi suami-isteri, jika ternyata informasi yang diberikan salah maka itu bukan kesalahan Bu Kost. Makanya Bu Kost tidak mau mengembalikan uang sewa. Sedangkan orang Rumania sebaliknya. Karena sudah memberitahu bahwa mereka bukan suami-isteri dan sudah dapat ijin, kesalahan ada di Bu Kost. Dan dia berhak mendapat uang sewa itu kembali, apalagi dia tidak punya uang lagi setelah membayar uang sewa itu.

Tentu saja kami bingung menghadapi 2 orang, yang masing-masing mempunyai pendapat yang bertolak belakang. Karena di situ kami bukan penghubung, hanya penerjemah, kami tidak ingin mengambil keputusan. Semuanya kami serahkan ke mereka, sampai ada salah satu yang mengalah. Kami juga tidak ingin menyelidiki siapa yang berbohong di antara mereka karena kami bukan detektif. Bila ada 2 pernyataan yang bertolak belakang seperti itu, pasti ada salah satu yang berbohong atau bahkan dua-duanya.

Setelah capek, padahal saat itu pembicaraan dengan Bu Kost hanya bisa dilakukan lewat telpon, orang Rumania itu kami antar pulang meski dengan cara agak memaksa. Tetapi kami meyakinkan dia bahwa esok pagi masalah ini akan dirundingkan dengan tetangga lain yang berprofesi sebagai polisi.

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini. Meskipun tidak tahu mana yang bohong, tetapi bisa dipastikan salah seorang dari mereka telah berbohong. Dan betapa sering terjadi bahwa ada kaitan erat antara kebohongan dan kemaksiatan.

Semoga kita terhindar dari perbuatan yang demikian. Amiin.

1 comment:

Anonymous said...

Assalamualaikum pak,
setuju pak. tapi kesan yang saya tangkep adalah cross culture, miss persepsi dan kurangnya dokumentasi formal lebih erat kaitannya. :)

Hanafi (salah satu murid bapak)