Thursday, March 6, 2008

Warung Jujur

Waktu saya kuliah S1 dulu, juga pernah menemui warung jujur seperti yang ditulis di erasmuslim ini. Waktu itu saya tinggal di asrama kampus nan murah. Warung jujur yang di asrama ini dikelola oleh salah seorang karyawan asrama.

Namun kisahnya sedikit berbeda. Kalau di Eramuslim, warung jujur itu terbilang berhasil. Setiap pembeli selalu membayar meskipun tidak ada yang menjaga barang dagangan. Dan menurut penulis, masih di tulisan tersebut, hal itu menunjukkan bahwa lingkungan kampus tempat warung jujur itu adalah lingkungan yang memang bisa dipercaya. Mungkin disebabkan budaya saling percaya sudah cukup kuat di kampus tersebut.

Lain halnya dengan di asrama saya. Beberapa bulan bisnis itu berjalan lancar. Namun, setelah itu, bisnis ini pun tutup. Hal ini disebabkan uang yang diterima tidak sebanding dengan barang dagangan yang laku. Akhirnya bisnis inipun tidak bisa bertahan.

Menurut pengamatan saya, sebenarnya masalah yang muncul bukan karena banyak pembeli yang tidak jujur, alias curang. Tetapi lebih disebabkan oleh ketidakdisiplinan pembeli, yang sebenarnya juga penghuni asrama sendiri. Awalnya mungkin hanya sekedar menunda pembayaran, dengan alasan bahwa pembeli-pembeli tersebut tidak akan kemana-mana. Namun, karena sering menunda, pada akhirnya akan membuat pembeli tersebut lupa dengan jumlah dagangan yang sudah mereka ambil. Akibatnya mereka juga akan lupa dengan nilai uang yang harus mereka bayarkan sehingga hanya mengira-ngira.

Dalam skala yang lebih kecil, warung jujur ini juga ada di Masjid Shalahudin. Ada kios majalah yang menggunakan model warung jujur. Majalah-majalah yang dijual di situ adalah majalah baru tetapi lama, masih baru tetapi edisi lama. Pembeli tinggal mengambil majalah, lalu menaruh uang Rp. 4000 di kotak yang disediakan. Laris juga, meskipun harganya lebih tinggi dibandingkan kalau kita beli di kantor pemasarannya.

Intinya, memang di bisnis ini dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi, terutama buat pembeli. Pertama, bahwa pembeli akan jujur, tidak curang. Yang pertama ini sudah jelas. Setiap pembeli harus jujur, tidak bisa ditawar lagi. Kedua, pembeli harus disiplin. Kasus di asrama saya tadi bisa dijadikan contoh. Memang awalnya setiap pembeli tidak bermaksud untuk tidak jujur. Tetapi karena lupa, yang terjadi memberikan efek yang sama, yaitu bisnis itu akan runtuh.

Kasus kedua itu perlu kita waspadai. Awalnya tidak terlihat, tetapi akhirnya sangat berbahaya. Sebagian kasus korupsi terjadi dengan model seperti itu. Awalnya, hanya meminjam uang tanpa sepengetahuan atasan, dan nanti akan dikembalikan. Lama-lama menumpuk dan lupa. Tahu-tahu uang yang harus dikembalikan sangat besar. Akibatnya, tidak bisa bayar. Jadilah ia sebagai terdakwa koruptor.

Semoga bermanfaat...

3 comments:

Anonymous said...

Pak, contoh kasus yang diberikan di akhir cerita bukan tentang ketidakdisiplinan. Aku melihat itu kasus ketidakjujuran. Jelas-jelas uang bukan haknya, kok di'curi sementara' (kalau pakai istilah 'pinjam', tentu dengan seijin yang punya ;-) Banyak-sedikit uang yang ia curi dan bisa-tidak ia mengembalikan uang curiannya tak menentukan apakah ia jujur atau tidak. Mencuri sedikit kemudian mengembalikannya, tanpa ada orang yang tahu, merupakan bentuk ketidakjujuran.

Seijin atasan pun belum tentu bisa disebut tak korupsi. Kalau atasan juga tak berhak meminjamkan uang, yang terjadi malah 'korupsi berjamaah' ;-)

توفيق هداية said...

Betul juga, pak. Setuju... setuju... matur nuwun.
Comment Pak Teduh sekaligus sebagai koreksi, model korupsi seperti ini pun masih juga berasal dari ketidakjujuran. Jadi, apapun bentuk (model) korupsi, semuanya selalu berkaitan dengan ketidakjujuran.
Semoga contoh kasus kedua ini bukan dijadikan pembenaran kasus korupsi, tetapi digunakan untuk kehati-hatian dalam bertindak. Bahwa apa yang sepertinya "biasa" atau "masalah kecil" seseorang, sebenarnya adalah perilaku yang salah.

توفيق هداية said...

Koreksi kalimat terakhir di comment saya. Seharusnya tertulis:

Bahwa apa yang sepertinya "biasa" atau "masalah kecil" menurut seseorang, bisa jadi adalah perilaku yang salah.