Tuesday, June 3, 2008

Jujur tidak sama dengan "Blak-blakan"

Kesalah-pahaman memang kadang tidak bisa dihindari. Misalnya kita ingin mengungkapkan A, tetapi orang lain menangkap sebagai B. Itu adalah biasa. Kesalahan pemahaman ini tidak mutlak kesalahan orang yang menangkap, namun kadang-kadang disebabkan oleh yang mengungkapkan. Misalnya karena apa yang disampaikan tidak lengkap.

Hal yang sama terjadi pada saat memahami kata "jujur". Jujur memang diartikan menyampaikan apa adanya, tidak ada yang ditutupi, tidak macam-macam, dan tidak berbelit-belit. Namun ada jujur yang tidak seharusnya dilakukan, kalau dalam Islam dinyatakan sebagai Haram dilakukan. Dengan kata lain, ada jujur yang diharamkan. Salah satu contoh jujur yang diharamkan adalah membuka aib sendiri.

Jika kita menyimak media massa, akan sering menjumpai tokoh-tokoh terkenal yang blak-blakan, terang-terangan. Kalau blak-blakan itu dalam hal kebaikan, akan tidak jadi masalah. Tetapi kalau blak-blakan itu berkaitan dengan aib dirinya sendiri, maka itu akan jadi masalah. Kalimat seperti ini kemungkinan yang akan kita temui:
- Saya tidak mau munafik kalau tadi malam kami melakukan sebuah kemasiatan (minuman keras, narkoba, dll).
- Biasa kok, itu sudah menjadi kebiasaan kaum jet zet (tulisannya benar nggak?)
- Jujur saja, tadi malam kami pergi berduaan ke mall (tertawa-tawa dan senang saat diliput media, tanpa ada rasa malu)
Yang intinya, bahwa mereka jujur (bahkan menyebut diri tidak munafik) telah melakukan kemaksiatan.

Dalam Islam, kemaksiatan tergolong sebagai aib yang harus ditutupi. Tidak selayaknya kemaksiatan yang dilakukan seseorang disebarkan ke orang lain. Apalagi jika yang melakukan itu menyampaikan dengan penuh kesombongan, dan tanpa rasa malu. Bahkan orang yang demikian dikategorikan sebagai orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan.

Rasulullah SAW menyampaikan dalam salah satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya, lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya (HR Muslim)

Berdasarkan hadits tersebut, meskipun Allah SWT membenci kemaksiatan tetapi Dia menutupi aib orang yang melakukan. Artinya bahwa seharusnya aib kemaksiatan itu tidak disebarkan oleh orang lain.

Yang dilarang di sini adalah membuka aib sendiri untuk kesombongan, seperti contoh-contoh saya yang di atas. Tetapi kalau membuka aib sendiri ini dipakai sebagai salah satu cara buat memperbaiki dirinya sendiri, itu diperbolehkan. (Kalau ada pembaca yang pernah menemukan dalilnya, mohon bantuannya).

Intinya, di samping hukum jujur itu adalah wajib, namun dalam hal-hal tertentu jujur itu diharamkan. Insya Allah, dalam tulisan berikutnya akan disampaikan jujur yang diharamkan lagi.

No comments: