Daging Korban
Kategori:
masyarakat umum
Rekan kerja, yang juga tetangga beda RT, berkunjung ke tempat saya. Sebut saja Pak T. Seperti biasa, kunjungan ini hanya dalam rangka silaturahmi saja. Meskipun begitu, ternyata obrolan yang terjadi sangat luas, mulai dari masalah di tempat kerja sampai kegiatan di kampung. Kegiatan terakhir di kampung, dengan Pak T ini sebagai salah satu panitianya, adalah mengelola binatang korban. Kegiatan ini sebagai bagian dari acara keagamaan dalam Agama Islam pada hari besar Idul Adha.
Saat isteri saya menghidangkan minuman, Pak T bertanya ke isteri saya, "Daging korbannya dimasak apa, Bu?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, kami kaget karena kami merasa tidak mendapat daging korban. Sebelum mendapat pertanyaan dari Pak T ini kami sebenarnya biasa-biasa saja waktu tidak mendapat daging korban. Apalagi pemahaman kami selama ini daging korban hanya diberikan ke keluarga tak mampu. Dan Alhamdulillah, kami sudah cukup mampu sehingga tidak perlu mendapat daging korban.
Tetapi dari Pak T, saya mendapat pemahaman baru bahwa sebenarnya yang berhak mendapat daging korban tidak hanya keluarga yang tidak mampu. Kalau semua keluarga tidak mampu sudah mendapat daging korban, keluarga yang tergolong mampu pun akan mendapatkannya.
Sebagai panitia, Pak T mengetahui dengan pasti bahwa nama saya terdaftar sebagai penerima daging korban. Pak T sendiri sudah menanyakan ke pelaksana pembagian daging korban apakah saya sudah mengambil daging korban karena sampai sore saya tidak terlihat. Waktu itu kami memang jalan-jalan ke Galeria Mall, memberi kesempatan anak saya untuk main. Pak T mendapat jawaban bahwa daging korban saya sudah diambilkan oleh seseorang.
Tentu saja kami bertambah kaget. Kami tidak menerima daging korban tersebut. Tambahan lagi, pagi harinya kami tidak mendapat surat untuk pengambilan daging korban. Kalau kami mendapat surat itu, pasti kami akan mengambilnya.
Jika ada keterangan yang berbeda seperti kasus itu, ada 2 kemungkinan, salah satu bohong atau semuanya bohong. Ada 3 kemungkinan pelaku dan kebohongan yang dilakukan:
Dan Alhamdulillah, saya dan isteri saya tidak berbohong.
Daging korbannya sendiri bukan hal yang penting buat saya. Yang menjadi pertanyaan penting buat saya, dalam acara ritual keagamaan saja masih ada yang tidak jujur. Apalagi dalam acara korban seperti itu, yang memegang amanat dari orang-orang yang telah menyerahkan binatang korban. Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan yang lain?
Saat isteri saya menghidangkan minuman, Pak T bertanya ke isteri saya, "Daging korbannya dimasak apa, Bu?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, kami kaget karena kami merasa tidak mendapat daging korban. Sebelum mendapat pertanyaan dari Pak T ini kami sebenarnya biasa-biasa saja waktu tidak mendapat daging korban. Apalagi pemahaman kami selama ini daging korban hanya diberikan ke keluarga tak mampu. Dan Alhamdulillah, kami sudah cukup mampu sehingga tidak perlu mendapat daging korban.
Tetapi dari Pak T, saya mendapat pemahaman baru bahwa sebenarnya yang berhak mendapat daging korban tidak hanya keluarga yang tidak mampu. Kalau semua keluarga tidak mampu sudah mendapat daging korban, keluarga yang tergolong mampu pun akan mendapatkannya.
Sebagai panitia, Pak T mengetahui dengan pasti bahwa nama saya terdaftar sebagai penerima daging korban. Pak T sendiri sudah menanyakan ke pelaksana pembagian daging korban apakah saya sudah mengambil daging korban karena sampai sore saya tidak terlihat. Waktu itu kami memang jalan-jalan ke Galeria Mall, memberi kesempatan anak saya untuk main. Pak T mendapat jawaban bahwa daging korban saya sudah diambilkan oleh seseorang.
Tentu saja kami bertambah kaget. Kami tidak menerima daging korban tersebut. Tambahan lagi, pagi harinya kami tidak mendapat surat untuk pengambilan daging korban. Kalau kami mendapat surat itu, pasti kami akan mengambilnya.
Jika ada keterangan yang berbeda seperti kasus itu, ada 2 kemungkinan, salah satu bohong atau semuanya bohong. Ada 3 kemungkinan pelaku dan kebohongan yang dilakukan:
- Saya dan isteri, sebenarnya sudah dapat tetapi bilang tidak dapat
- Orang yang mengambilkan, mengambilkan ternyata diambil sendiri
- Panitia pelaksana, sebenarnya belum ada yang mengambil
Dan Alhamdulillah, saya dan isteri saya tidak berbohong.
Daging korbannya sendiri bukan hal yang penting buat saya. Yang menjadi pertanyaan penting buat saya, dalam acara ritual keagamaan saja masih ada yang tidak jujur. Apalagi dalam acara korban seperti itu, yang memegang amanat dari orang-orang yang telah menyerahkan binatang korban. Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan yang lain?
No comments:
Post a Comment