Wednesday, May 21, 2008

Hakim yang Adil

Alkisah, Ali bin Abi Tholib ra, yang saat itu menjabat sebagai khalifah, kehilangan baju besinya yang terjatuh dari kudanya. Saat ia kembali, beliau mendapati seorang Yahudi sedang memegang sebuah baju besi. Karena merasa yakin bahwa itu adalah miliknya, Khalifah meminta baju besi itu. Orang Yahudi itu mempertahankannya.

Setelah berdebat, mereka memutuskan untuk membawa masalah itu ke pengadilan. Waktu itu yang menjabat hakim adalah Syuraih. Karena masih dalam pemerintahan Islam, hakim ini adalah muslim yang diangkat oleh Khalifah Ali sendiri. Akhirnya, mereka menghadap Syuraih. Syuraih mempersilahkan Khalifah untuk duduk dalam posisi lebih tinggi dibandingkan dengan orang Yahudi. Perbedaan tempat duduk ini bukan disebabkan oleh posisi sebagai khalifah, tetapi lebih disebabkan karena sebagai seorang muslim (yang tidak boleh disamakan dengan seorang Yahudi).

Setelah Syuraih menanyakan maksud kedatangannya, Khalifah menjelaskan problem seperti yang diceritakan di muka. Kemudian Syuraih bertanya ke orang Yahudi itu. Orang Yahudi tetap bersikukuh bahwa itu adalah miliknya karena saat ini benda itu benar-benar ada di tangannya.

Karena dalam kasus ini Khalifah bertindak sebagai penuntut, maka Syuraih meminta beliau untuk menghadirkan 2 orang saksi. Dan Khalifah menghadirkan 2 orang yaitu seorang pembantunya dan Hasan (putra Khalifah). Syuraih bisa menerima kesaksian pembantu Khalifah tetapi tidak menerima kesaksian Hasan. Penolakan ini disebabkan oleh hubungan dekat Hasan dengan Khalifah, yaitu sebagai putra.

Karena hanya 1 saksi yang bisa dihadirkan Khalifah, Syuraih memutuskan bahwa orang Yahudi itu yang memenangkan perkara. Syuraih tetap memenangkan orang Yahudi itu meskipun Khalifah adalah saudara muslim, dan meskipun Khalifah adalah orang yang telah mengangkatnya menjadi seorang hakim. Dan Khalifah menerima keputusan itu demi hukum.

Apa yang dilakukan oleh Syuraih sebagai hakim dan Khalifah sebagai pemimpin tertinggi dalam kasus tersebut menunjukkan ajaran Islam dalam masalah hukum dan keadilan. Bahwa keadilan tidak memandang hubungan kekerabatan maupun hubungan agama. Bahwa keadilan juga tidak memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan. Semua orang memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum.

Rasulullah SAW juga sudah mengajarkan keadilan ini, lewat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, yang bunyinya "Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu akan aku potong tangannya".

Keadilan yang ditunjukkan oleh Syuraih dan Khalifah membuat kisah di atas berakhir dengan manis. Orang Yahudi itu - yang memenangkan perkara lewat seorang hakim muslim, di negara muslim, dan tidak tanggung-tanggung melawan kepala negara muslim itu sendiri - akhirnya masuk Islam. Dan dia mengaku bahwa memang baju besi itu adalah milik Khalifah yang ia temukan di jalan. Belum habis di situ. Khalifah yang tahu bahwa orang Yahudi itu khirnya masuk Islam, beliau malahan menghadiahkan baju besi yang sudah dikembalikan itu. Subhanallah....

2 comments:

DUNIA HAKIM said...

Kalau putusan hakim itu terjadi pada jaman sekarang, bisa-bisa dapat dikatakan sebagai "peradilan sesat", karena akhirnya terbukti si Yahudi benar-benar mencuri baju besi sang gubernur.

توفيق هداية said...

Terima kasih, Mas, atas masukannya.
Yang dibicarakan di sini adalah hakim, bukan Penuntut Umum. Kalau penuntut umum memang harus memberikan bukti. Kalau bukti memang tidak cukup, terdakwa tidak bisa disalahkan.

Hakim hanya mengambil keputusan berdasarkan bukti yang disodorkan. Hakim memang tidak diwajibkan untuk mencari bukti sendiri.

Dalam kasus ini, Penuntut tidak bisa memberikan bukti/saksi. Sesuai dengan aturan Islam, saksi minimal adalah 2.

Ada kaidah yang perlu diingat, lebih baik "membebaskan orang yg bersalah jika tidak terbukti", daripada "menghukum orang yg tdk bersalah tetapi kurang bukti".

Yang saya tekankan dari cerita ini, bahwa Hakim sudah mengikuti undang-undang (hukum) yang berlaku.
Kalau ternyata mengaku, yang salah bukan hakim. Tetapi orang Yahudi (yg sebelumnya berbohong) dan Khalifah yg tidak punya cukup bukti.