Sunday, January 3, 2010

Bulan Desember di Dresden (bag. 2)

Dari kelima kisah tersebut, dapat diambil pelajaran sebagai berikut.

Kisah Pertama
Mungkin ini akibat memahami toleransi tanpa mengetahui lebih detail definisi toleransi yang diijinkan. Agama Islam mengajarkan toleransi lengkap dengan definisinya sehingga batas-batasnya sudah jelas. Salah satu batasnya adalah tidak mengikuti perayaan agama lain.

Mereka berdalih bahwa acara itu jauh dari acara religi. Tetapi nama acara itu sendiri adalah acara religi. Tambahan lagi, di backdrope-nya terpampang tulisan frohe weihnachten (Selamat weihnacht). Kalau mau mencari celah-celah pembenaran, pasti kita menemukan celah itu karena memang manusia dilengkapi dengan akal yang sangat cerdas sehingga bisa mencari celah yang sangat kecil sekalipun.

Selain itu, mereka berdalih untuk mengharumkan nama bangsa. Setiap saat, kita akan selalu dihadapkan 2 pilihan yang tergantung 2 posisi kita yang berbeda, yang kadang-kadang memang berat untuk memilihnya. Dalam kisah ini, pilihannya adalah:
a. mengikuti acara untuk mengharumkan nama bangsa (sebagai WNI), atau
b. meninggalkannya karena larangan agama (sebagai muslim).

Sebenarnya pilihan ini tidak sulit. Larangan agama harusnya didahulukan daripada nama bangsa. Apalagi nama bangsa bisa diharumkan dengan cara lain. Ironisinya, pernah suatu saat masjid meminta muslim Indonesia untuk terlibat dalam open house masjid. Mereka mewakili muslim Indonesia. Tetapi sayang sekali, mereka tidak bersedia. Padahal dalam hal ini mereka berperan sebagai muslim dan sebagai WNI sekaligus.


Kisah Kedua
Acara keagamaan bisa kehilangan makna utamanya. Dari kisah itu, kita melihat bahwa acara keagamaan sudah terlupakan oleh perayaan-perayaan, pesta, makan-makan, dll. Dan ini bisa saja terjadi dalam agama Islam. Memang Idul Fitri maupun Idul Adha adalah waktu bersenang-senang seperti yang disabdakan Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam. Tetapi juga jangan sampai kehilangan tujuan dan cara merayakannya.

Sebagai contoh adalah acara mudik yang harus mengorbankan banyak uang dan acara pesta yang cenderung berfoya-foya. Pasti kita sudah maklum bahwa menjelang hari-hari perayaan tersebut harga-harga akan naik tajam. Harga-harga ini naik karena ulah kita juga. Bagi orang kaya, kenaikan harga ini tidak menimbulkan masalah. Tetapi bagi keluarga miskin, tentu sangat berat. Jelas ini berkebalikan dengan tujuan hari raya, yaitu agar setiap orang bergembira, termasuk orang-orang yang tidak mampu.

Intinya, pelajaran yang perlu kita ambil dari kisah kedua ini adalah jangan sampai kita membuat Idul Fitri dan Idul Adha kita, hari raya yang hanya diijinkan oleh Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam, menjadi kehilangan nilai-nilai keagamaan.


Kisah Ketiga
Perbedaan bukan rahmat. Kita sering mendengar hadits "perbedaan adalah rahmat". Meskipun sudah dibuktikan bahwa hadits ini tidak ada asalnya, tetapi masih banyak orang yang menggunakannya. Padahal praktek di lapangan menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah rahmat. Kisah ketiga adalah contohnya.

Saat menghadapi undangan weihnacht party ada 2 pendapat yang berbeda, yang satu mengharamkan dan yang lainnya menghalalkan. Ada 2 alasan pendapat yang mengharamkan, yaitu karena acara itu adalah perayaan agama lain dan karena di pesta itu terdapat minuman anggur. Padahal Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam melarang muslim menghadiri majelis yang di dalamnya tersedia minuman keras.

Dua staff yang tidak hadir adalah muslim yang meyakini pendapat haram. Apa alasan yang dipakai saat ditanyakan professor? Kalau menggunakan alasan agama, tidak bisa diterima karena ada muslim lain -bahkan lebih banyak- yang menghadirinya. Terpaksa mereka menggunakan alasan lain, yang sebenarnya tidak begitu kuat. Artinya, dengan alasan itu ada point negatif terhadap kedua staff tersebut.

Padahal secara dalil, belum tentu yang terkena efek negatif ini adalah muslim dengan pendapat yang salah. Bisa jadi juga pendapat yang mereka pegang adalah pendapat yang lebih kuat dan benar. Tetapi itulah efek dari perbedaan. Jadi benar, bahwa perbedaan itu bukanlah rahmat.


Kisah Keempat
Baru kali ini saya menemukan orang Jerman sekejam itu. Karena beragama Islam, dia berusaha agar muslim tidak bisa menjalankan agamanya. Kalau perlu, memaksanya dengan hukuman harus berada di luar rumah seharian di cuaca bulan desember yang sangat dingin.

Tetapi alhamdulillah masih ada saudara muslimah yang mau menampungnya beberapa hari. Dan dia sangat ikhlas menolongnya. Di sini saya bisa merasakan masih ada muslim yang tetap menganggap muslim lain adalah saudara, yang siap menolong saudara-saudaranya yang dalam kesulitan.

Saya yakin orang Jerman itu terkejut dengan kejadian itu. Karena sebelumnya dia heran karena muslimah itu ternyata punya teman-teman yang sangat baik walaupun baru beberapa bulan berada di Jerman. Sedangkan dia sendiri tidak punya teman seperti itu.

Jadi teringat dengan sabda Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam bahwa antar muslim itu adalah bersaudara. Karena bersaudara, antar muslim harus tolong menolong. Namun konsep tolong-menolong yang diajarkan Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam lebih luas dari pada itu. Dengan ringkas, konsep tolong menolong Islam adalah:
a. segeralah menolong siapa saja yang kesusahan
b. janganlah mudah meminta tolong orang lain.


Kisah Kelima
Jangan bumbui ajaran agama dengan kebohongan. Agama Islam sangat menekankan kejujuran dan sangat melarang berbohong walaupun hanya bercanda. Kalau bercanda saja dilarang berbohong, apalagi untuk masalah agama. Efeknya memang sangat besar.

Contoh kisah weihnachtmann di kisah kelima adalah contohnya. Cerita ini memang cerita bohong yang diberikan ke anak kecil. Akibatnya, setelah mereka dewasa, mereka tahu dengan sendirinya bahwa itu adalah bohong. Sehingga mereka malah meremehkan tokoh tersebut. Sehingga bukan pemandangan yang aneh lagi kalau kita dapati tokoh itu diperani oleh seorang wanita yang berpakaian tidak pantas (red. maaf), atau tempat-tempat maksiat dan kemaksiatan menggunakan tokoh ini sebagai bintang iklan. Efek yang lebih besar adalah mereka menjadi tidak percaya lagi dengan ajaran agamanya.

Jadi, jangan pernah memberikan kebohongan dalam ajaran agama, seperti kisah palsu atau malah hadits palsu. Mungkin efek awalnya akan bagus. Tetapi efek jangka panjangnya bisa sangat mengerikan.

1 comment:

4shared download said...

very informative posts and with great resource. thanks for sharing