Monday, October 12, 2009

Hati-hati dengan bercanda

Bercanda bukan menjadi pemandangan yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti senang untuk bercanda (termasuk saya). Namun, kita harus hati-hati dalam bercanda karena bercanda ada batasnya. Kalau kita tidak hati-hati, kita justeru akan mendapat dosa karena candaan kita.

Salah satu bentuk bercanda yang mendatangkan dosa adalah bercanda dengan berdusta. Banyak hadits-hadits Rasulullah sholAllahu 'alaihi wassalaam yang melarang kita untuk berdusta saat bercanda. Berikut ini hadits yang dimaksud:
1. “Aku menjamin sebuah taman di tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun ia bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yag baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud)
2. “Sesungguhnya aku juga bercanda, dan aku tidak mengatakan kecuali yang benar. (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir)
3. “Celakalah seorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Ahmad).

Semoga Allah subhanAllahu wa ta'ala melindungi kita dari yang demikian.

Dalil-dalil dinukil dari web muslimah.

4 comments:

AbuSyifa said...

Jadi inget kebanyakan acara komedi di Indonesia....

توفيق هداية said...

Masih seperti itu ya, Pak?
Saya sudah lama tidak nonton acara komedi. Dan menurut saya, bercanda acara komedi yang dulu malah melebihi yang saya tulis. Tulisan saya hanya menekankan larangan berdusta dalam bercanda. Padahal dalam acara komedi di Indonesia tidak hanya itu, tetapi banyak melanggar larangan lain. Contohnya adalah meledek/merendahkan orang lain yang memiliki kekurangan, meledek orang tua, ghibah, dan kadang-kadang melecehkan syariat agama. Semuanya itu benar-benar terlarang karena memang ada ayat Al-Qur'an dan Hadits shahih yang melarangnya.

neilhoja said...

saya jadi bertanya-tanya,

yang dimaksud berdusta itu apa, apakah teater drama itu termasuk bentuk berdusta?

mohon pencerahan pak. :)

توفيق هداية said...

Terima kasih, Akhi Neilhoja.
Secara umum, cerita fiksi (termasuk teater drama) itu bukan dikategorikan cerita dusta. Cerita dusta itu diberlakukan untuk kisah nyata. Jika kisah nyata ini tidak sesuai dengan kenyataan, maka disebut cerita dusta.

Uraian Ustadz Aris Munandar ini menjelaskan bahwa cerita fiksi bukan cerita dusta: Berdasarkan definisi tersebut maka fiksi bukanlah dusta karena syarat supaya disebut dusta adanya kenyataan yang diselisihi. Sedangkan dalam fiksi tidak terdapat kenyataan yang diselisihi. Hal ini tentu berlaku selama fiksi tersebut tidak dikesankan sebagai sebuah kenyataan yang benar-benar terjadi. Lihat di http://ustadzaris.com/jangan-ada-dusta-di-antara-kita

Masalahnya, kadang-kadang dalam cerita fiksi disisipi dengan cerita non-fiksi (nyata). Nah, di bagian ini bisa saja cerita fiksi tersebut berdusta. Karena ini sesuai dengan syaratnya: adanya kenyataan yang diselisihi. Tetapi ini masih tergantung niat penulisnya. Kalau penulis memang sengaja menyisipkan non-fiksi yang dusta (bukan karena tidak tahu), maka akan dikategorikan sebagai berdusta.

Mohon masukan juga kalau ada yang salah.