"Ada penyakit di Eskrim."
Kategori:
Keluarga
Cerita tentang anak memang tidak ada habisnya. Ada saja kejadian yang menarik kita, termasuk saya. Dan juga menarik untuk ditulis di blog ini :). Dan inilah ceritanya.
Sudah jadi kebiasaan kami, bahwa kami sangat selektif terhadap makanan. Karena kami berasumsi bahwa makanan berpengaruh terhadap perkembangan fisik, yang di antaranya adalah perkembangan otak. Sehingga makanan yang mengandung zat-zat yang berbahaya, kami cegah untuk tidak masuk ke tubuh anak-anak kami. Misalnya zat pewarna tekstil, pengawet makanan, dan pemanis buatan. Karena menyesuaikan dengan bahasa anak, kami menggunakan istilah "ada penyakit" untuk menyebutkan makanan yang mengandung zat-zat berbahaya tersebut.
Untuk makanan yang menyebutkan bahan-bahan pembuatnya, tugas kami menjadi sedikit lebih ringan. Kami cukup menunjukkan bahan-bahan mana yang kami sebut sebagai "ada penyakit" tadi. Karena anak kami sudah bisa membaca, akhirnya anak kami tersebut sudah dapat memilih makanan yang aman. Dia tinggal mengecek apakah ada bahan makanan yang berbahaya, yang sudah kami sebutkan. Kalau ada bahan yang aneh, yang belum dia lihat, biasanya dia langsung menanyakan ke kami. Alhamdulillah, anak kami cukup konsisten dengan hal ini.
Sampai suatu hari, anak kami dikasih tahu temannya yang bernama Nik. Sambil berteriak dari rumahnya, Nik bilang, "Mas, katanya mamaku, eskrim itu ada penyakitnya lho", sambil menyebutkan jenis dan merek eskrim tersebut. Anak kami yang sudah sering makan eskrim tersebut menjadi kaget. Juga sambil berteriak dari rumah, anak kami dengan yakin bilang bahwa eskrim tersebut tidak ada penyakitnya karena dia sudah baca sendiri bahan makanan yang terkandung di dalam eskrim tersebut.
Memang istilah "ada penyakit" sudah digunakan anak kami ke teman-temannya. Sehingga istilah tersebut sudah terbiasa dipakai untuk menyatakan bahan makanan berbahaya.
Akhirnya, adu mulut pun terjadi, mempertahankan pendapatnya. Anak kami tetap pada pendapatnya karena sudah baca sendiri. Sedangkan si Nik mempertahankan pendapatnya karena mamanya yang ngasih tahu.
Isteri saya yang berada di dalam rumah tidak berani keluar karena pada saat itu mama si Nik ada di situ. Padahal anak kami sudah sampai bilang bahwa mama Nik berbohong. Artinya, anak kami berani bilang bahwa mama Nik bohong di depan orang yang dimaksud.
Bingung juga kami menjelaskan. Karena esok harinya, anak kami minta dibelikan eskrim yang dimaksud untuk membuktikan bahwa dia benar. Setelah kami belikan, dengan menyebutkan satu-persatu ke kami, anak kami menanyakan apakah ada bahan yang berbahaya. Dengan yakin pula, kami menjawab, memang tidak ada satupun dari bahan yang disebutkan tadi, terdapat bahan berbahaya.
Benar-benar bingung, bahan mana sih yang menurut mama Nik adalah berbahaya?
Sudah jadi kebiasaan kami, bahwa kami sangat selektif terhadap makanan. Karena kami berasumsi bahwa makanan berpengaruh terhadap perkembangan fisik, yang di antaranya adalah perkembangan otak. Sehingga makanan yang mengandung zat-zat yang berbahaya, kami cegah untuk tidak masuk ke tubuh anak-anak kami. Misalnya zat pewarna tekstil, pengawet makanan, dan pemanis buatan. Karena menyesuaikan dengan bahasa anak, kami menggunakan istilah "ada penyakit" untuk menyebutkan makanan yang mengandung zat-zat berbahaya tersebut.
Untuk makanan yang menyebutkan bahan-bahan pembuatnya, tugas kami menjadi sedikit lebih ringan. Kami cukup menunjukkan bahan-bahan mana yang kami sebut sebagai "ada penyakit" tadi. Karena anak kami sudah bisa membaca, akhirnya anak kami tersebut sudah dapat memilih makanan yang aman. Dia tinggal mengecek apakah ada bahan makanan yang berbahaya, yang sudah kami sebutkan. Kalau ada bahan yang aneh, yang belum dia lihat, biasanya dia langsung menanyakan ke kami. Alhamdulillah, anak kami cukup konsisten dengan hal ini.
Sampai suatu hari, anak kami dikasih tahu temannya yang bernama Nik. Sambil berteriak dari rumahnya, Nik bilang, "Mas, katanya mamaku, eskrim itu ada penyakitnya lho", sambil menyebutkan jenis dan merek eskrim tersebut. Anak kami yang sudah sering makan eskrim tersebut menjadi kaget. Juga sambil berteriak dari rumah, anak kami dengan yakin bilang bahwa eskrim tersebut tidak ada penyakitnya karena dia sudah baca sendiri bahan makanan yang terkandung di dalam eskrim tersebut.
Memang istilah "ada penyakit" sudah digunakan anak kami ke teman-temannya. Sehingga istilah tersebut sudah terbiasa dipakai untuk menyatakan bahan makanan berbahaya.
Akhirnya, adu mulut pun terjadi, mempertahankan pendapatnya. Anak kami tetap pada pendapatnya karena sudah baca sendiri. Sedangkan si Nik mempertahankan pendapatnya karena mamanya yang ngasih tahu.
Isteri saya yang berada di dalam rumah tidak berani keluar karena pada saat itu mama si Nik ada di situ. Padahal anak kami sudah sampai bilang bahwa mama Nik berbohong. Artinya, anak kami berani bilang bahwa mama Nik bohong di depan orang yang dimaksud.
Bingung juga kami menjelaskan. Karena esok harinya, anak kami minta dibelikan eskrim yang dimaksud untuk membuktikan bahwa dia benar. Setelah kami belikan, dengan menyebutkan satu-persatu ke kami, anak kami menanyakan apakah ada bahan yang berbahaya. Dengan yakin pula, kami menjawab, memang tidak ada satupun dari bahan yang disebutkan tadi, terdapat bahan berbahaya.
Benar-benar bingung, bahan mana sih yang menurut mama Nik adalah berbahaya?
Selengkapnya...