Mengapa saya membuat blog ini?
Kategori:
masyarakat umum
Saat itu saya baru saja pulang dari LN. Selama di LN tempat saya studi itu, saya merasakan hidup yg justeru sederhana. Sederhana dalam bertingkah laku, dan berbicara. Satu hal yang begitu menarik perhatian saya adalah berbicara. Semua orang bicara apa adanya, tidak berbunga-bunga, dan tidak berdalih macam-macam. Saat itulah saya mengenal makna kejujuran. Efek yang ditimbulkan ternyata begitu luar biasa, hidup terasa nyaman.
Berbeda 180 derajat, saat saya menginjakkan kaki ke negeri sendiri. Baru turun dari pesawat, belum keluar dari bandara, ketidak-jujuran terpampang di depan saya. Para TKI yang tadi bersama naik pesawat 'digiring' ke tempat penukaran uang dengan kata-kata 'harus'. Kenapa harus? Tidak bolehkah punya pilihan lain?
Kejadian itu membuat saya teringat dengan kejadian saya sendiri waktu mengurus passport sebelum berangkat studi. Jelas-jelas, tertulis di papan, biaya yang harus saya bayar. Ternyata saya ditarik biaya yang jauh lebih besar. Bohongkah? Saya belum bisa menarik kesimpulan. Tapi itu menjadi pelajaran buat saya, saat mengurus passport buat isteri dan anak.
Untuk urusan kedua, saya menyarankan isteri untuk meminta kuitansi. Awalnya sih nggak boleh. Namun saya berbohong untuk menuntut hak saya, kuitansi pembayaran, dengan alasan untuk kepentingan insitusi tempat saya bekerja. Ajaib. Biaya yang harus kami bayar diturunkan. Berarti benar, mereka berbohong tentang biaya yang kemarin harus saya bayar. Masih menyisakan satu pertanyaan lagi di benak saya dengan kejadian itu. Haruskah saya berbohong hanya untuk menuntut hak saya?
Saat ini, 1 tahun lewat 7 bulan dari kejadian di bandara itu, saya sudah berada di negeri saya ini. Dan semakin banyak ketidak-jujuran yang saya temui, baik dalam kehidupan keseharian di masyarakat dan tempat saya bekerja, maupun berita-berita yang disampaikan media massa dan media massa itu sendiri. Pengalaman itulah, terutama yang saya temui langsung, yang akan saya tulis dalam blog ini. Pengalaman itu akan saya tulis dalam sudut pandang saya tentang kejujuran.
Saya tidak berani mengatakan bahwa saya termasuk orang yang jujur. Saya hanya berani berkata bahwa saya manusia yang berusaha untuk menghindari ketidak-jujuran. Apalagi jika ketidak-jujuran itu akan merugikan:
a. orang lain utk keuntungan saya,
b. keluarga lain utk keuntungan keluarga saya,
c. institusi lain utk keuntungan institusi saya,
d. organisasi lain utk keuntungan organisasi saya, dan
e. maupun negara lain utk keuntungan negara saya.
Berbeda 180 derajat, saat saya menginjakkan kaki ke negeri sendiri. Baru turun dari pesawat, belum keluar dari bandara, ketidak-jujuran terpampang di depan saya. Para TKI yang tadi bersama naik pesawat 'digiring' ke tempat penukaran uang dengan kata-kata 'harus'. Kenapa harus? Tidak bolehkah punya pilihan lain?
Kejadian itu membuat saya teringat dengan kejadian saya sendiri waktu mengurus passport sebelum berangkat studi. Jelas-jelas, tertulis di papan, biaya yang harus saya bayar. Ternyata saya ditarik biaya yang jauh lebih besar. Bohongkah? Saya belum bisa menarik kesimpulan. Tapi itu menjadi pelajaran buat saya, saat mengurus passport buat isteri dan anak.
Untuk urusan kedua, saya menyarankan isteri untuk meminta kuitansi. Awalnya sih nggak boleh. Namun saya berbohong untuk menuntut hak saya, kuitansi pembayaran, dengan alasan untuk kepentingan insitusi tempat saya bekerja. Ajaib. Biaya yang harus kami bayar diturunkan. Berarti benar, mereka berbohong tentang biaya yang kemarin harus saya bayar. Masih menyisakan satu pertanyaan lagi di benak saya dengan kejadian itu. Haruskah saya berbohong hanya untuk menuntut hak saya?
Saat ini, 1 tahun lewat 7 bulan dari kejadian di bandara itu, saya sudah berada di negeri saya ini. Dan semakin banyak ketidak-jujuran yang saya temui, baik dalam kehidupan keseharian di masyarakat dan tempat saya bekerja, maupun berita-berita yang disampaikan media massa dan media massa itu sendiri. Pengalaman itulah, terutama yang saya temui langsung, yang akan saya tulis dalam blog ini. Pengalaman itu akan saya tulis dalam sudut pandang saya tentang kejujuran.
Saya tidak berani mengatakan bahwa saya termasuk orang yang jujur. Saya hanya berani berkata bahwa saya manusia yang berusaha untuk menghindari ketidak-jujuran. Apalagi jika ketidak-jujuran itu akan merugikan:
a. orang lain utk keuntungan saya,
b. keluarga lain utk keuntungan keluarga saya,
c. institusi lain utk keuntungan institusi saya,
d. organisasi lain utk keuntungan organisasi saya, dan
e. maupun negara lain utk keuntungan negara saya.
No comments:
Post a Comment