Sunday, April 1, 2012

Monoteisme dan Evolusi (2): Bukti-Bukti Monoteisme dan Perubahan Menjadi Politeisme

Pada bagian 2 ini, saya tambahkan subjudul untuk mempermudah pemahaman. Subjudul ini tidak ada di makalah aslinya.


Monoteisme Bangsa Primitif
Sehingga, kita menemukan keyakinan terhadap satu Tuhan yang Maha Besar diantara semua suku-suku yang disebut primitif, yang telah ditemukan. Suku Maya di Amerika Tengah meyakini satu Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, yang mereka panggil Itzamna [11], Kaum Mende di Sierra Leone, Afrika Barat, meyakini satu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan roh-roh, yang mereka panggil Ngewo [12], di Babilon Kuno sesembahan utama penduduk kota itu, Marduk [13], dipandang sebagai Tuhan yang Maha Besar. Di Hinduisme, Brahma adalah satu Tuhan yang absolut, abadi, dan bukan-manusia, yang tidak mempunyai permulaan dan akhir[14].

Di agama Yoruba, yang dianut oleh lebih dari 10 juta orang di Afrika Barat (utamanya Nigeria), terdapat satu Tuhan yang Maha Besar, Olorius/Olodumare (Penguasa langit). Meskipun demikian, agama Yoruba modern dicirikan oleh berbagai bentuk upacara peribadahan Orisha yang mengubah agama ini menjadi lebih dekat ke politeisme.

Dari Monoteisme Menjadi Politeisme
Satu dari ahli-ahli barat pertama yang mengakui pengaruh penting trend dari monoteisme menjadi politeisme ekstrim adalah Stephen Langdon, dari Oxford. Langdon mengambil pandangan bahwa Sumerian adalah peradaban sejarah yang paling tua dan dia mencatat “Dalam pandangan saya sejarah peradaban manusia yang paling tua adalah proses kemunduran secara tajam dari monoteisme ke politeisme ekstrim dan kepercayaan yang tersebar luas tentang roh-roh. Dalam pendirian yang sangat tepat, ini adalah sejarah kejatuhan manusia.”[15]

Edward McCrady, yang menulis tentang keagamaan orang India, mengamati bahwa bahkan Rig Veda (Book 1, p.164) menunjukkan bahwa tuhan-tuhan di masa-masa awal dipandang secara sederhana sebagai perwujudan yang bemacam-macam dari Zat Ketuhanan Yang Maha Tunggal, dia menyatakan bahwa: “Mereka menyebut-Nya dengan Indra, Mythra, Varunna, Agnee – semuanya adalah istilah (sebutan/nama) yang berbeda untuk satu Tuhan Yang Maha Bijaksana.”[16]

Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa Bangsa Primitif
Ahli sejarah China kadang-kadang membagi periode sejarah kuno ke dalam tiga periode: periode utama, periode menengah, dan periode dekat. Periode pertama kira-kira merentang dari abad ke-21 sampai abad ke-12 sebelum Masehi. Menurut Ron Williams, yang membaca tulisan China, setiap periode memiliki ciri-ciri keagamaan tersendiri, dan periode pertama secara terang adalah monoteistik. Williams juga mencatat bahwa: “Pada periode sejarah China ini, Penguasa yang Besar adalah Tunggal dan tidak dapat dibagi, tidak dapat berubah, tidak ada yang menyamai, mengatur secara absolut dan sendirian di atas segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Dia melakukan apa yang Dia kehendaki tanpa ada kekuatan yang dapat menghalanginya, dan kehendak-Nya selalu hak.”[17]

Dalam serial jurnal The Great Ages of Man, satu volumenya diterbitkan berkaitan dengan China kuno, yang ditulis oleh Edward H. Schafer ,yang mencatat: “Satu dari yang paling tua dan pasti paling besar dari tuhan-tuhan adalah Tuhan Langit Ti'en. Pada masa-masa awal Ti'en dipandang sebagai Raja Besar di langit, lebih megah dari segala yang ada di bumi. Selanjutnya kebanyakan memandang Ti'en sebagai sumber energi non-manusia, sumber energi yang menggerakkan dunia.”[18]

Kerja lain yang sangat penting pada monoteisme awal dari orang-orang primitif adalah oleh Wilhelm Schmidt, yang asalnya pekerja produktif di Jerman, diterbitkan pada tahun 1930 dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai sebuah volume tunggal. Dalam studinya Schmidt mendapatkan bahwa dia menemukan budaya primitif pada tingkatan budaya yang paling rendah, mempunyai konsep Tuhan yang lebih murni. Dia mencatat bahwa seperti seseorang berkembang dari pemburu saja menjadi pengumpul makanan, dan dari penyimpan makanan menjadi penanam makanan seperti pengembara pastor yang menjaga jemaahnya, menjadi penanam makanan yang menetap pada suatu tempat, dan di atas skala masyarakat semi-urban, seseorang menemukan keyakinan sederhana terhadap Tuhan yang Maha Besar, yang tidak mempunyai isteri dan keluarga. Menurut Schmidt kita menemukan bentuk keyakinan ini antara Pygmies di Afrika tengah, orang Australia-tenggara Aborigin, orang Amerika asli di California-utara-tengah, Algonquians primitif, dan Koryaks serta Ainu pada batas-batas tertentu. Untuk menyimpulkan penemuannya secara ringkas, kata-kata dia sendiri adalah: “Kembali ke masyarakat paling primitif, Pygmies di Afrika atau orang Australia-tengah Aborigin atau orang-Amerika tengah Indian – semua mempunyai satu Tuhan yang Maha Besar yang kepada-Nya-lah mereka membuat persembahan... semua masyarakat ini juga mempunyai tata-cara doa yang pendek...”[19]

Andrew Lang mencatat bahwa "Aborigin Australia mungkin memiliki salah satu kebudayaan yang paling sederhana dari semua masyarakat yang dikenal, tetapi mereka memiliki konsep-konsep keagamaan yang begitu tinggi, yang akan lumrah untuk menjelaskan bahwa konsep itu merupakan akibat dari pengaruh Eropa. "[20] Pada saat penulisan Lang merasa bahwa penjelasan ini dibenarkan karena dalam lingkungannya konsep mereka tentang Tuhan dipandang sebagai yang paling 'berevolusi' dan 'beradab.'

Lang juga menyebutkan bahwa penduduk Kepulauan Andaman, yang dia pandang berada pada tingkat kebudayaan yang sama dengan Aborigin, meyakini satu Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan itu sebagai Zat yang tidak bisa dilihat, abadi, pencipta segala sesuatu (kecuali kejahatan), mengetahui segala yang ada di hati dan pikiran, Zat yang marah terhadap dusta dan perilaku buruk, membantu orang yang dalam kesukaran dan penderitaan. Lebih lanjut, konsep Tuhan mereka adalah bahwa Dia adalah Hakim terhadap jiwa yang telah mati dan pada masa depan Dia akan memimpin pengadilan yang agung.

Informasi yang diberikan ke Lang itu datang dari anggota-anggota yang lebih tua dari masyarakat tersebut, yang tidak mengenal masyarakat lain pada saat itu. Seperti yang Lang katakan, “... pengaruh luar sepertinya telah dikesampingkan lebih dari biasanya (dalam konsep Tuhan mereka).”[21]

Sameul Zwemer berbicara tentang ciri-ciri Bushmen yang monoteistik, seperti kebanyakan orang dari kebudayaan Arctic yang dia pertahankan, yaitu “Terang ... bahkan untuk penelitian yang sambil lalu.”[22] Dalam papernya dia tidak hanya menyampaikan ulang apa yang telah diteliti oleh orang lain, sebut saja hasil penelitian bahwa orang-orang primitif mempunyai pengetahuan tentang satu Tuhan yang Maha Besar, melainkan lebih menyatakan bahwa Tuhan yang Maha Besar, yang mereka kenal, secara inti adalah satu Zat yang sama dengan sifat-sifat yang sama. Canon Titcombe mencatat ketika berbicara tentang Zulus, mengutip seorang mantan bishop dari Natal yang mempunyai pengetahuan tentang Zulus dari tangan pertama ketika mereka masih utuh secara budaya, bahwa mereka tidak mempunyai sesembahan selain mengakui Zat Tunggal yang Maha Besar, yang dikenal sebagai Zat yang Agung, yang Maha Kuasa, yang Pertama, dll.[23] Titcombe juga mencatat konsep satu Tuhan di antara penduduk asli Madagaskar.[24]

Kesimpulan
Semua bukti-bukti ini mengarahkan Paul Radin untuk menyimpulkan, setelah menyebutkan kerja Lang: “wawasan intuisinya telah dikuatkan secara berlimpah”.[25] Tambahan lagi, E.O. James menyimpulkan dalam sebuah paper yang diterbitkan oleh Jurnal of the Royal Anthropological Institute: “Maka, tidak mungkin untuk mempertahankan sebuah evolusi yang unilateral (sepihak dan satu) dalam wawasan dan praktek keagamaan seperti yang disarankan oleh 'Tiga Tingkat' dari Frazer, Tylor dan Comte. Meskipun demikian, baik spekulasi bahwa ide tentang Tuhan tumbuh dalam peribadatan nenek moyang seperti yang disebarkan oleh Herbert Spencer maupun model evolusi Frazer dari politeisme dan animisme ke monoteisme tidak dapat dirujukkan dengan satu Tuhan-kesukuan yang Maha Besar, yang merupakan ciri dari konsep yang primitif tentang Tuhan, yaitu konsep satu-Tuhan yang selalu berulang.”[26]

Proses kemunduran monoteisme dapat dilihat pada Budhisme yang berawal pada abad ke-6 sebagai gerakan pembaruan dalam Hinduisme. Namun masa berikutnya, patung-patung dan gambar-gambar raksasa dalam jumlah besar dari Budha didirikan dan dikelilingi dengan bunga, dupa, dll. Lebih lanjut, pengikut Budhisme menyelenggarakan sejumlah upacara (ritual) kepada patung-patung tersebut, yang mencakup sujud, ruku (ketundukan), dll. Sebagai tambahan, Dalai Lama dari Tibet diibadahi sebagai tuhan yang berwujud manusia (man-god), dengan sujudnya para pengagum terhadapnya. Hal seperti ini juga dapat diamati dalam gerakan Sufi Naqsyabandi dengan pemimpinnya saat ini Naazim Qubrusi, dan juga 'pembuat mukjizat' seperti Sai Bab dan 'Ayatullah' Khomaini. Semua manusia ini diibidahi selain Allah dan menunjukkan proses kemunduran monoteisme menjadi politeisme.

Catatan Kaki:
[11] John Hinnels, Dictionary of Religions (Penguin Books: 1884), p. 93 (Back..)
[12] Ibid, p. 210 (Back..)
[13] Ibid, p. 204 (Back..)
[14] Ibid, p. 68 (Back..)
[15] Stephen H. Langdon, “Mythology of all Races,” in Semitic Mythology Journal (Vol. 5, Archaeological Institute of America: 1931), p. xviii/p.18 (Back..)
[16] Edward McCrady, “Genesis and Pagan Cosmologies,” Trans. Vict. Institute; Vol. 72 (1940), p.55 (Back..)
[17] Ron Williams, “Early Chinese Monotheism,” a thesis paper presented before the Kelvin Institute (Toronto, 1938) (Back..)
[18] Edward H. Schafer, “Ancient China,” in The Great Ages of Man (New York: Time Life, 1967) p. 58 (Back..)
[19] Wilhelm Schmidt, The Origin and Growth of Religion – Facts and Theories, (London: 1931) p. 131, (translated by HJ Rose) (Back..)
[20] Andrew Lang, The Making of Religion (London: Longmans Green, 1909) pp. 175-182, 196 (Back..)
[21] Ibid, p. 196 (Back..)
[22] Samuel Zwemer, “The Origin of Religion – By Evolution or by Revelation,” (Trans. Vict. Institute, Volume 67; 1937) p. 189 (Back..)
[23] J.H. Titcombe, “Prehistoric Monotheism,” (Trans. Vict. Institute, Vol. 8, 1937) p. 145 (Back..)
[24] Ibid, p. 144 (Back..)
[25] Paul Radin, Primitive Men as Philosophers (New York: 1956) p. 346 (Back..)
[26] E.O. James, “Religion and Reality,” in The Journal of the Royal Anthropological Institute (Vol. 79, 1950) p. 28
(Back..)



Makalah asli: Monotheism and Evolution


Selengkapnya...

Wednesday, March 28, 2012

Monoteisme dan Evolusi (1) : Evolusi Agama dan Konsep Monoteisme Islam

Pengantar Penerjemah

Teori evolusi juga mempengaruhi pemikiran tentang lahirnya agama-agama di dunia, yang dikenal sebagai evolusi agama. Menurut teori ini, lahirnya agama adalah hasil dari evolusi keyakinan politeisme/animisme menjadi monoteisme, yang merupakan ciptaan manusia dan tidak ada campur tangan ketuhanan. Seperti teori evolusi, klaim ini tidak didukung oleh bukti sama sekali. Bukti yang berlimpah justeru menunjukkan bahwa agama pada jaman primitif adalah monoteisme, yang pada masa selanjutnya merosot menjadi politeisme.

Dalam Islam sudah jelas bahwa awalnya umat manusia menganut monoteisme kemudian berubah menjadi politeisme. Kemudian Allah سبحانه و تعالى, Tuhan yang Maha Besar dan Maha Esa, telah mengirimkan utusan-utusan ke setiap kaum untuk memperingatkan mereka agar beribadah hanya kepada Tuhan yang Maha Besar dan Maha Esa itu, yang berarti agar kembali monoteisme. Sangatlah wajar kalau ditemukan bukti bahwa antara bangsa yang mereka sudah lama tidak berinteraksi, ditemukan ajaran monoteisme terhadap satu Tuhan yang Maha Besar yang memiliki sifat-sifat yang sama.

Bukti-bukti tersebut yang akan ditunjukkan dalam makalah yang saya terjemahkan ini. Meskipun demikian, makalah ini tidak bermaksud menunjukkan bahwa jika ada agama monoteisme saat ini maka agama tersebut adalah benar. Sangat logis jika semua agama monoteisme itu harus diukur dan menyesuaikan diri dengan ajaran dari utusan terakhir dari Tuhan yang Maha Besar, yaitu Rasulullah Muhammad صلي الله علىه وسلم.

(akhir dari pengantar penerjemah)


Monoteisme dan Evolusi

Terdapat klaim oleh banyak Afrocentris, orientalis dan antropologis bahwa monoteisme adalah ciptaan bangsa Mesir kuno, yang diawali oleh dinasti Firaun ke-18, Akhenaten/Amenhotep ke-4, pada abad ke-14 sebelum Masehi?![1] Pernyataan yang tegas ini secara mengejutkan datang dari pihak akademisi ‘yang terhormat’, profesor-profesor barat yang berharap agar secara buta orang-orang mengikuti ‘bukti’ mereka, ketika dalam kenyataannya tidak satupun bukti itu mereka tunjukkan dalam hal itu. Sebagai contoh, argumen ini telah diajukan oleh Julian Baldick dalam makalahnya yang berjudul Black God – The Afroasiatic Roots of the Jewish, Christian and Muslim Religious (London: I.B. Tauris, 1997).

Disebabkan oleh pengaruh pemikiran evolusi Darwin, banyak sejarawan, ahli ilmu sosial dan antropologis telah menyimpulkan bahwa agama dimulai dengan penyembahan umat manusia terhadap kekuatan alam yang diakibatkan oleh kekaguman mereka terhadap pengaruh perubahan yang besar dan merusak dari lingkungan dan alam. Hingga petir, kilat, gempa bumi, gunung berapi, dll diyakini sebagai sesuatu yang mengandung hal ghaib. Kemudian manusia mencari cara untuk menenangkan hal ghoib tersebut melalui bermacam tata cara, upacara, doa, dan persembahan. Penduduk asli Amerika Utara, yang meyakini akan roh ghoib dari sungai dan hutan, digunakan sebagai contoh dari tingkat awal dalam evolusi agama, yang dikenal sebagai animisme.

Akhirnya diatesis muncul di mana semua kekuatan supranatural dibatasi dalam dua tuhan utama, biasanya tuhan kebaikan dan tuhan kejahatan. Menurut evolusionis, contoh pada tahap ini dapat dilihat pada agama Zoroaster di Persia. Sebelum kemunculan ‘pembaharu’ Persia, Zaratustra [2], orang-orang Persia dianggap telah meyakini roh-roh kekuatan alam, dewa-dewa (tuhan-tuhan) yang bersifat kesukuan, dan dewa-dewa yang bersifat keluarga. Menurut bukti yang terkumpul dan diartikan oleh antropologis, selama masa Zaratustra dewa-dewa kesukuan dikurangi menjadi 2: Ahura Mazda yang menciptakan kebaikan dan Angora Mazda yang menciptakan kejahatan. Ketika suku-suku digantikan dengan bangsa-bangsa, berikutnya dewa-dewa kesukuan digantikan dengan satu dewa kebangsaan dan monoteisme dianggap dilahirkan. Jadi menurut sudut pandang ini, yang dipegang oleh banyak Afrocentris, ahli-ahli ilmu sosial, orientalis dan antropologis, monoteisme tidak mempunyai asal-usul ketuhanan. Monoteisme hanyalah hasil dari evolusi ketakhayulan manusia pada masa-masa awal, yang dilandasi oleh lemahnya pengetahuan yang ilmiah. [3]

Ulama hadits terkemuka Syekh Nasiruddin al-Albani [4] رحمه الله mengatakan ”telah tetap dalam Islam dan syari’ah bahwa pada awalnya umat manusia adalah bangsa yang satu di atas Tauhid yang benar, kemudian secara bertahap sirik menguasai mereka. Dalil untuk hal ini adalah firman Allah سبحانه و تعالى,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ

Manusia itu adalah satu umat, kemudian Allah mengutus para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Baqarah: 213)

Ibnu Abbas [5] رضي الله عنه berkata “Antara Nabi Nuh علىه السلام dan Nabi Adam علىه السلام terdapat 10 generasi, semuanya di atas syari’ah kebenaran, tetapi kemudian mereka berpecah belah. Kemudian Allah سبحانه و تعالى mengutus Nabi-nabi untuk membawa kabar gembira dan juga memperingatkan kaumnya.”

Syekh al-Albani رحمه الله kemudian melanjutkan bahwa dalil ini menyangkal filosof dan ateis yang menyatakan bahwa pada dasarnya manusia secara alami adalah syirik [6], dan bahwa Tauhid berevolusi dalam kehidupan manusia. Ayat di atas menyangkal pernyataan ini, sesuai dengan hadits shahih berikut.

Nabi Muhammad صلي الله علىه وسلم meriwayatkan langsung dari Allah سبحانه و تعالى, bahwa Allah سبحانه و تعالى berfirman, “Aku ciptakan semua hamba-hambaku di atas agama yang benar (Tauhid, bebas dari syirik), kemudian setan mendatangi mereka dan menyesatkan mereka dari agama mereka itu. Mereka mengharamkan sesuatu buat orang-orang, yang telah Aku halalkan buat mereka, dan mereka memerintahkan orang-orang untuk menyekutukan-Ku yang tidak pernah Aku turunkan kewenangan untuk itu.”[7] Juga Nabi Muhammad صلي الله علىه وسلم bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, tetapi orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [8]

Selanjutnya Syekh al-Albani رحمه الله menyatakan bahwa “setelah penjelasan yang terang ini, penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui bagaimana syirik menyebar di antara orang-orang mukmin setelah sebelumnya mereka adalah umat yang satu. Menyangkut firman Allah سبحانه و تعالى, Yang Maha Sempurna, tentang Nuh علىه السلام

وَقَالُواْ لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدّاً وَلاَ سُوَاعاً وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'aq dan Nasr. (Nuh:23)

Telah banyak diriwayatkan dari Salaf dalam banyak hadits, bahwa kelima sesembahan ini adalah ahli ibadah. Akan tetapi, ketika mereka meninggal dunia, Setan membisiki orang-orang untuk duduk-duduk di kuburan mereka dan mengenang mereka. Kemudian setan muncul dalam bentuk manusia pada generasi berikutnya dan mengatakan kepada mereka untuk membuat patung-patung mereka. Selanjutnya setan mengatakan kepada generasi selanjutnya untuk beribadah kepada patung-patung ini seperti yang telah dilakukan oleh nenek-moyang dan leluhur mereka. Kisah ini juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thobari رحمه الله dan yang lainnya. Dalam Ad-Durr al-Mandhur (6/269) 'Abdullah bin Humaid meriwayatkan dari Abu Muttahar, yang berkata bahwa Yazid ibnul-Muhallab disebut-sebut Abu Ja'far al-Baqir رحمه الله, kemudian dia berkata, “dia terbunuh di tempat pertama kali sesuatu selain Allah diibadahi. Kemudian dia menyebutkan Wadd dan berkata, “Wadd adalah seorang muslim yang dicintai oleh kaumnya. Ketika dia meninggal dunia, kaum itu mulai berkumpul di sekitar kuburannya di tanah Babil (Babilonia) untuk meratap dan berkabung. Abu Ja'far رحمه الله menyebutkan bahwa berhala itu kemudian disebut 'Wadd'. "[9]

Tersedia secara luas, fakta yang membuktikan bahwa konsep monoteis manusia terhadap satu Tuhan merosot menjadi peribadahan terhadap berhala, manusia, dan manusia suci, serta dewa-dewa. Islam meyakini bahwa manusia awalnya beribadah kepada Tuhan semata, kemudian setelahnya menyimpang ke berbagai bentuk politeisme seperti yang sudah disampaikan. Islam memegang teguh keyakinan bahwa Tuhan mengirim rasul-rasul kepada semua suku dan bangsa di muka bumi untuk membimbing mereka kembali ke jalan monoteisme.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut,” ... (An-Nahl:36)

Ulama Ibnu Atsir
رحمه الله, menyebutkan bahwa “Fitrah yang dibawa setiap manusia sejak lahir adalah kecenderungan pada agama yang benar, dan jika manusia itu dibiarkan, dia akan tetap di atas fitrah ini. Namun, orang yang menyimpang dari fitrah, mereka melakukannya karena mengikuti kelemahan manusia dan mengikuti orang lain secara buta. [10]

Catatan kaki:
[1] Firaun ini yang kemudian mengumumkan dirinya sebagai tuhan di muka bumi (Back..)
[2] Dalam bahasa Yunani: Zoroaster (Back..)
[3] Dr. Abu Aminah Bilaal Philips, Fundamentals of Tawheed – Islaamic Monotheism(International Islamic Publishing House: 1994) pp. 183 – 190
(Back..)

[4] Beliau dilahirkan di Albania dan tumbuh di Syria, tempat beliau menjadi salah satu dari ulama besar, dan dia tercatat menjadi ulama hadits abad ini dan salah satu pembaharu Islam (yang dimaksud bukan pembaharu ajaran Islam, pen.). Kadang-kadang beliau mengajar di Universitas Islam Madinah dan mempersembahkan banyak buku-bukunya ke perpustakaan universitas itu. Beliau membukukan penelitian yang menonjol tentang hadits, seperti as Silsilah al-Hadits as shahihah dan adh-Dha’ifah. Beliau juga menulis Tahdziir as Sajid, at-Tawassul, Fiqh ul-Waqi’, dll. (Back..)

[5] ‘Abdullah bin Abbas (meninggal pada tahun 68 H/687 M), beliau adalah sepupu Nabi Muhammad dan satu dari ulama Qur’an paling unggul di antara para sahabat. Beliau dikenal sebagai ahli tafsir Al-Qur’an dan juga ahli hukum dan ulama hadist yang menonjol. Tafsir Qur’an beliau menyusun sebagian dari tafsir-tafsir Al-Qur’an. Namun, banyak tafsir yang dinisbatkan ke beliau adalah tidak shahih. Apa yang dinamakan Tafsir Ibnu Abbas, yang disusun oleh Abu Thahir Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi bukanlah hasil karya beliau. (Back..)

[6] Syirik adalah beribadah secara langsung kepada sesuatu selain Allah, termasuk penyembahan berhala, penyembahan orang-orang sholeh dan pemberhalaan seperti takhayul, ramalan telapak tangan, ramalan ‘daun teh’ (tea leaf reading), peneropongan bola kristal, tukang sihir, sihir, pengakuan mengetahui alam ghoib, dll. (Back..)

[7] Hadits qudsi adalah hadits yang diwahyukan secara langsung dari Allah kepada Muhammad saw. Teks ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari sahabat ‘Iyyaah bin Himar al-Mujash’i ra. (Back..)

[8] Penyembah api, Majusi dalam bahasa Arab, Zoroastrian dalam bahasa Inggris. (Back..)
[9] Syekh al-Albani, Tadheer as-Saajid min Ittikhaadhil Quboor il-Masaajid, p.101-106 (Back..)
[10] An-Nihayah (3/457) (Back..)


Selengkapnya...

Saturday, December 10, 2011

Kebohongan Ilmiah: Pencatutan Nama

Dalam penulisan karya ilmiah, yang sering terjadi adalah pengutipan perkataan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Penulis karya tersebut bisa dikategorikan sebagai plagiator (penjiplak) walaupun kadang-kadang hal ini disebabkan karena ketidak-sengajaan.

Namun, pernah juga terjadi pengutipan perkataan seseorang padahal orang tersebut tidak pernah mengatakannya. Sebenarnya hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin dalam penulisan karya ilmiah. Plagiasi pada kasus pertama adalah mengakui perkataan orang lain sebagai perkataan penulis. Tetapi pada kasus kedua ini, justeru perkataan penulis yang diakukan sebagai perkatan orang lain. Namun hal ini benar-benar terjadi. Salah satu motivasi yang mungkin melandasinya adalah ingin mengambil keuntungan dari nama besar orang yang dikutip perkataannya.

Pada kasus pertama, masih mungkin terjadi karena ketidak-sengajaan. Namun pada kasus kedua, bisa dipastikan karena kesengajaan, apalagi jika hal itu menyangkut nama besar seseorang.

Hadits palsu bisa dikategorikan dalam kebohongan ini. Karena resikonya bisa menyesatkan orang lain, hukumannya berat yaitu neraka. Bahkan tempat duduk untuk pelakunya sudah disediakan. Sungguh heran kalau ada orang yang menyepelekan hal ini, yang contohnya adalah berani mengutip hadits yang belum diketahui keshahihannya.

Kasus yang akan saya kutip ini adalah contoh yang lain. Kebohongan yang sangat memalukan. Penulisnya sendiri mengaku bahwa bukunya ditulis dengan mengikuti kaidah ilmiah. Untungnya, orang yang dikutip masih hidup sehingga bisa dikonfirmasi. Namun perlu dipertanyakan kejujuran penulis, "kepada orang yang masih hidup saja, dia berani berdusta atas namanya. Apalagi kepada orang yang sudah mati?"



Kebohongan Syaikh Idahram atas Nama Arifin Ilham

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Salah satu kebiasaan orang Syiah dalam karya-karya mereka adalah BERBOHONG. Ini seperti sudah menjadi tabi’at yang melekat. Bagi mereka “membohongi Ahlus Sunnah” dianggap “amalan shalih”. Masya Allah. Ya maklum ya, mereka hidup tidak merasa diawasi oleh Allah. Tanggung-jawab hanya ke imam-imamnya saja. Meskipun di hadapan Allah salah, kalau hal itu diperintah oleh imam-imamnya, ya mereka lakukan juga.

Seperti dalam buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” (SBSSW) karya Idahram, dan buku-buku lain. Disana dicantumkan kalimat endorsement dari tokoh-tokoh Muslim, salah satunya Ustadz Arifin Ilham. Karena ada dukungan seperti itu, jelas buku tersebut laku keras di tengah masyarakat. Belakangan ketika ada yang melakukan klarifikasi, Arifin Ilham merasa DICATUT. Katanya, dia tidak pernah membaca isi buku itu.

Hal ini, tak lepas dari peranan salah seorang saudara kita, Al Akh Irres Ponorogo. Dia coba melakukan klarifikasi kepada Arifin Ilham via media facebook untuk mengetahui komentar Arifin Ilham terkait endorsement yang diberikan di buku-buku Idahram.

Irres Ponorogo menyampaikan pertanyaan kepada Ustadz Arifin Ilham:
"Ustadz Arifin Ilham, buku berjudul ‘Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi’ (SBSSW) yang dikarang oleh seorang yang mengaku bernama Syaikh Idahram. Buku tersebut berisi gugatan dan caci-maki terhadap apa yang disebut dengan ‘Gerakan Salafi Wahabi’. Dukungan ustad M Arifin Ilham pada buku tersebut menimbulkan kontroversi. Afwan, kiranya ustadz mau introspeksi terhadap hal ini. Tolong dikaji lagi pernyataan ustadz pada buku tersebut!"
Kemudian pernyataan di atas mendapat tanggapan sebagai berikut oleh Ustadz Arifin Ilham:
"Subhanallah, sebaiknya Akhy Fillah tahu, bahwa prakata di buka itu tanpa seizin saya Muhammad Arifin Ilham, dan sudah saya sampaikan protes saya. Membacanya pun saya belum pernah."
(FB Ustadz Arifin Ilham 2. Tanggal 3 Desember pukul 12:57).

Kemudian Saudara Irres Ponorogo, menyampaikan pernyataan berikutnya masih via facebook ke laman FB Ustadz Arifin Ilham 2, pada tanggal 5 Desember 2011, jam 15.59. Isi pernyataannya, berikut:

"Tolong Ustadz Arifin diminta klarifikasi secara terbuka mengenai buku ‘Sejarah Sekte Salafy Wahaby’ dari ustadz Abu Muhammad Waskito: ‘Ya mestinya berani melakukan klarifikasi dong. Masak untuk publikasi buku sehebat itu, klarifikasinya hanya melalui email personal. Ayo lakukan klarifikasi terbuka. Cabut pernyataan itu, kalau perlu lakukan bantahan terhadap penulisnya. Kalau ada klarifikasi ke blog ini, resmi dari Arifin Ilham, insya Allah akan dimuat.’"
Lalu mendapat jawaban dari Ustadz Arifin Ilham sebagai berikut:
"Subhanallah, cukup Dewan Syariat Majlis (Adz Dzikra) & pihak terkait (misalnya MUI), kami tidak ingin menjadi PUBLIKASI bagi mereka yang berkepentingan lain… Biarlah umat menilainya."
Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa Syaikh Idahram, Said Aqil Siradj, Pustaka Pesantren, dan para pendukung gerakan buku-buku propaganda itu; mereka telah mencatut nama Ustadz Arifin Ilham dan membuat-buat kalimat palsu sesuka hatinya.

Lihatlah disana, bahwa orang-orang itu terbiasa berbohong, makan kebohongan, bergelut dengan dunia dusta, serta menikmati tetes-tetes air dari jalan keculasan. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Masya Allah, seiring waktu berjalan, mereka akan “ditelanjangi” di panggung sejarah, atas ijin dan perkernan Allah Al ‘Aziz.

Syukran jazakallah khair kepada Saudara Irres Ponorogo atas keterlibatannya dalam meluruskan masalah yang ada. Wal ‘aqibatu lil muttaqiin.

AMW.

Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/kebohongan-syaikh-idahram-atas-nama-arifin-ilham.htm


Selengkapnya...

Monday, May 23, 2011

Fatwa MUI pun Dipalsukan

Apakah dipikir dengan memalsukan fatwa ulama, Allah subhanahu wa ta'ala juga bisa mereka tipu? Mungkin mereka bisa menipu manusia, tetapi pasti tidak bisa menipu Allah subhanahu wa ta'ala.



Inilah Fatwa MUI Palsu yang Menyatakan Faham Syi'ah Tak Sesat


BEKASI (voa-islam.com) – Di lokasi pengajian, preman bayaran menyebarkan brosur Fatwa MUI yang menyatakan Syi'ah sebagai mazhab Islam yang tidak sesat. Padahal fatwa MUI yang asli dan sah menyatakan ada lima kesesatan utama Syi'ah dalam hal akidah.

Empat orang preman bayaran tertangkap basah menyebarkan fatwa MUI palsu kepada jamaah tabligh akbar "Membongkar Kekufuran Syi'ah" di Masjid Jami’ Amar Ma’ruf Bulak Kapal, Bekasi Timur, Ahad (22/5/2011).

Selebaran bertajuk “Fatwa Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia): Syi’ah Sah Sebagai Mazhab Islam." Brosur yang dicetak di atas kertas HVS putih dengan tinta hitam ini dibagikan kepada jamaah bersamaan dengan dipasangnya spanduk sponsor Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah (MUHSIN) di seberang masjid.

Dalam uraiannya, selebaran yang mengatasnamakan MUI Pusat ini menyebutkan bahwa MUI Pusat memfatwakan Sunni dan Syi’ah itu bersaudara sesama Muslim. Selebaran ini juga menyebut orang yang membeda-bedakan Sunni dan Syi’ah sebagai perbuatan yang menentang Allah SWT. “Sunni-Syi’ah bersaudara, sama-sama umat Islam. Jika ada yang memperselisihkan dan menabrakkan keduanya, mereka adalah penghasut & pemecah-belah umat. Mereka berhadapan dengan Allah SWT yang menghendaki umat ini bersatu,” tulis selebaran itu.

Inilah kutipan lengkap fatwa palsu yang mengatasnamakan MUI Pusat itu:

Fatwa Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia): Syi’ah Sah Sebagai Mazhab Islam

Sunni-Syi’ah bersaudara, sama-sama umat Islam. Itulah prinsip yang dipegang oleh MUI. Jika ada yang memperselisihkan dan menabrakkan keduanya, mereka adalah penghasut & pemecah-belah umat. Mereka berhadapan dengan Allah SWT yang menghendaki umat ini bersatu.

Di tengah gencarnya isu yang menyudutkan Syi’ah sebagai mazhab sesat dan dinilai bukan dari islam, ketua majelis ulama indonesia menyatakan Syi’ah sebagai mazhab yang sah san benar dalam islam.

Selengkapnya baca di http://www.tin####.com/3kzb2

Mohon informasi ini disebarluaskan agar umat islam tidak termakan oleh isu-isu yang dirancang Zionis, Amerika Serikat dan para propaganda yang menghendaki perpecahan umat islam. Semoga informasi ini bermanfaat.

Prof KH Umar Shihab MA
Ketua MUI

Fatwa dalam selebaran yang mengatasnamakan MUI Pusat ini sangat aneh dan kurang layak disebut sebagai fatwa. Biasanya, setiap fatwa MUI diawali dengan basmalah dan disertai logo MUI, lalu di aakhiri dengan tanda tangan dan stempel resmi MUI. Selain itu, tidak mencantumkannnya tanggal dan alamat menambah daftar kepalsuan fatwa yang menjustifikasi keabsahan Syiah itu.

Di samping itu, secara defacto maupun dejure, fatwa pendukung Syi’ah yang dinisbatkan kepada MUI itu bertentangan dengan Fatwa MUI yang resmi dikeluarkan pada tahun 1984.

Inilah fatwa asli dan resmi MUI Pusat yang menyatakan kesesatan Syi’ah:

FATWA MUI TENTANG SYI’AH

Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H/Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ah sebagai berikut:

Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.

Perbedaan itu di antaranya :

1. Syi’ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu musthalah hadits.

2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).

3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.

4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan umat.

5.Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul Khatthab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia mengimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.

Ditetapkan: Jakarta, 7 Maret 1984 M (4 Jumadil Akhir 1404 H)

KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Ketua

H. Musytari Yusuf, LA
Sekretaris

Sejak dirilis tahun 1984 hingga saat ini, Fatwa MUI tentang kesesatan Syi’ah itu belum pernah diamandemen apalagi dicabut. Tiba-tiba tahun bulan Mei 2011 muncul selebaran fatwa palsu yang substansinya menghapus fatwa resmi. Mungkinkah fatwa palsu menghapus (menasakh) fatwa yang asli dan legal? Hanya orang kurang waras yang menyatakan mungkin! [taz]


Sumber: http://voa-islam.com/news/indonesiana/2011/05/22/14863/inilah-fatwa-mui-palsu-yang-menyatakan-faham-syiah-tak-sesat/

Selengkapnya...

Thursday, February 10, 2011

Meninggal Dunia Saat Menunggu Anaknya

Nenek ini sangat mempercayai anaknya. Anaknya telah mengatakan kepadanya bahwa dia akan menjemput nenek itu dan telah memberi nomor telepon yang bisa dihubungi, yang ditulis di atas secarik kertas. Namun semuanya hanyalah dusta. Anaknya tidak pernah menjemputnya dan yang ditulis di atas kertas itu bukan nomor telepon.
Atas kehendak Allah subhanahu wa ta'ala, kepercayaan kepada anaknya ini mengantarkannya ke akhir hidupnya. Mungkin anaknya juga tidak menyangka bahwa ibunya itu begitu mempercayainya dan tidak memiliki prasangka buruk terhadapnya.




Sebuah kisah yang sangat memilukan dan mengharukan. Benar-benar kisah yang memilukan.

Alkisah, ada dua pemuda pergi ke laut untuk bersantai di pantai sambil membawa makanan untuk makan malam. Sewaktu mereka duduk sambil menyantap makan malam, tiba-tiba mereka dihampiri oleh seorang nenek yang sudah renta. Nenek itu duduk sambil memungut makanan yang tercecer di tanah dan memakannya.

Ketika melihatnya, mereka langsung menghampirinya dan bertanya,”Engkau lapar, nek?” Dia menjawab,”Aku di sini sejak pagi dan belum makan apa-apa. Anakku membawaku kesini sejak Subuh tadi. Dia pergi meninggalkanku dan mengatakan kepadaku bahwa dia akan datang dan mengambilku sebentar lagi.”

Singkat cerita, mereka memberinya makanan dan nenek itu pun makan malam bersama mereka. Setelah malam makin larut, mereka mengemasi barang-barang mereka. Para pemuda itu merasa bahwa waktu sudah larut dan cuaca makin dingin. Sementara mereka tidak tega meninggalkan nenek tersebut di tepi pantai dalam kondisi seperti itu dimalam hari. Salah satu dari mereka menghampirinya dan bertanya,”Engkau punya nomor telepon anakmu yang bisa kami hubungi agar dia datang menjemputmu?” Nenek itu menjawab,”Oh ya, aku ada nomor teleponnya di kertas.

Tatkala kertas itu dibaca, ternyata tertulis: “Siapa saja yang menemukan wanita ini harap membawanya ke panti jompo.” Para pemuda itu tersentak kaget melihat tulisan tersebut. Mereka duduk sesaat untuk merayu nenek itu mau pergi bersama mereka. Mereka berusaha agar nenek itu mau pergi bersama mereka ke tempat yang diinginkannya. Tentu saja nenek itu tidak mau pergi bersama mereka, karena anaknya berjanji padanya akan datang untuk menjemputnya. Nenek itu bersikeras untuk menunggu kedatangan anaknya. Dia mengatakan, “Anakku akan datang menjemputku dan aku akan menunggunya.”

Nenek malang itu tidak tahu bahwa anaknya mengelabuhinya dan membuangnya pada saat dia sangat membutuhkannya.

Para pemuda itu pun meninggalkannya dengan harapan bahwa si anak akan datang menjemputnya sesuai dengan janjinya. Salah seorang pemuda dari mereka merasa tidak bisa tidur karena memikirkan nasib nenek malang itu. Pemuda itu pun bangun, berganti baju dan mengendarai mobilnya menuju pantai. Setibanya disana dia melihat ambulans, polisi dan orang-orang berkerumun. Dia masuk di sela-sela mereka dan melihat nenek itu sudah meninggal dunia. Ketika dia bertanya kepada mereka tentang sebab kematiannya, mereka menjawab.”Tekanan darahnya naik dan ia meninggal dunia.” Dia meninggal dunia karena kecemasannya terhadap anaknya; jangan-jangan anaknya mengalami sesuatu sehingga tidak datang menjemputnya. Dia meninggal dunia saat menunggu kedatangan anaknya yang berjanji akan menjemputnya. Dia meninggal dunia saat jauh dari keluarganya.

Semoga Alloh melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memasukkannya kedalam surga-Nya melalu pintu yang paling lebar. Amin. Saya berharap agar semua orang yang membaca kisah ini mau menyebarluaskannya supaya menjadi peringatan bagi setiap anak yang durhaka kepada orang tuanya.


Judul Terjemahan : Kisah-Kisah Mengharukan yang Penuh Pelajaran Keimanan dan Pelembut Hati
Penulis : Ahmad Salim Baduwailan
Penerjemah : Najib Junaidi, Lc.
Penerbit : Pustaka Elba

Sumber: http://sunnahkami.blogspot.com/2011/01/duka-seorang-ibu.html

Selengkapnya...

Tuesday, July 27, 2010

Bohong Antar Suami-Isteri Berefek ke Orang Lain

Kadang-kadang orang menyangka bahwa jika ia berbohong di sebuah lingkungan, tidak akan berpengaruh terhadap orang-orang di luar lingkungan. Sangkaan ini tidak tepat. Yang benar adalah sebaliknya, yaitu bisa berpengaruh. Kisah yang akan saya tulis ini adalah contohnya, bahwa kebohongan suami-isteri bisa berpengaruh terhadap hubungan dengan orang lain.

Di sebuah kota yang penduduk mayoritasnya adalah non-muslim, hiduplah 2 keluarga muslim. Sebut saja keluarga pak AI dan pak AN. Isteri pak AI (bu AI) bercadar dengan jilbab besar dan bersarung tangan kalau bepergian ke luar rumah. Sedangkan isteri pak AN (bu AN) menutup kepala dan menutup yang lain dengan pakaiannya kecuali telapak tangan dan wajah.

Pak AI dan pak AN ini sering bertemu di masjid. Kadang-kadang mereka mengobrol tentang apa saja. Tentu saja bahan obrolan mereka yang utama adalah tentang Al-Quran dan Al-Hadits. Buat pak AI, pak AN ini termasuk yang dia hormati karena pak AN adalah salah satu imam sholat. Sehingga obrolan yang timbul di antara mereka berawal dari pertanyaan pak AI ke pak AN.

Suatu saat isteri mereka berdua bertemu. Setelah mengobrol hal lain, pembicaraan mengarah ke perbedaan di antara mereka, yaitu masalah cadar. Bu AN mengatakan bahwa cadar bukanlah ajaran Islam sehingga tidak perlu dipakai di negara dengan mayoritas non-muslim itu karena akan sulit. Apalagi sampai menggunakan sarung tangan. Bu AI membela keyakinannya bahwa Islam mewajibkan cadar. Dia juga menambahkan bahwa semua isteri Rasulullah sholallahu 'alaihi wa salam bercadar. Sudah selayaknya kalau setiap wanita meniru isteri-isteri
Rasulullah sholallahu 'alaihi wa salam.

Bu AN juga mengatakan bahwa dia sudah bilang ke suaminya agar memberi tahu tentang cadar ini ke pak AI. Dan bu AN berkata, "katanya pak AN sudah menyampaikan ke pak AI. Apakah belum disampaikan ke bu AI?"

Setelah bertemu suaminya, bu AI menanyakan hal tersebut ke pak AI. Pak AI tidak merasa pernah mendengar hal itu dari pak AN. Bahkan pak AN tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang cadar. Berarti, di antara pak AN dan bu AN ada yang bohong.

Selanjutnya, selama hampir 2 minggu ada perubahan sikap pak AN terhadap pak AI. Sepertinya bukan karena pak AN ataupun pak AI marah. Hanya terlihat ada sedikit penghalang antara mereka berdua. Pak AI sendiri terlihat santai menghadapi perubahan sikap tersebut. Mungkin karena pak AI merasa tidak punya masalah dan beliau juga siap seandainya diajak pak AN untuk berdiskusi tentang cadar. Buat pak AI, senang saja diajak berdiskusi asalkan dengan tujuan mencari kebenaran, bukan untuk mencari menang atau kalah. Pak AI juga yakin mereka berdua mempunyai standar kebenaran yang sama, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits, sehingga lebih mudah untuk berdiskusi.

Kisah itu adalah contoh bahwa efek dari berbohong tidak hanya mengenai orang yang berbohong dan orang yang dibohongi. Orang lain yang tidak tahu apa-apa bisa terkena imbas. Untung saja, mereka berdua hanyalah orang-orang kecil. Bagaimana kalau mereka orang besar? Efeknya akan luar biasa dan bisa menimbulkan korban nyawa. Banyak kisah masa lalu maupun masa sekarang yang bisa menjadi bukti.


Selengkapnya...

Tuesday, June 29, 2010

Teori Evolusi (Bagian 3) : Penipuan Fosil si "Missing Link"

Sungguh tidak bisa dipercaya, para pendukung Teori Evolusi masih percaya dengan teori ini padahal beberapa hal yang memegang kunci penting dalam Teori Evolusi merupakan hasil penipuan. Mungkin mereka berdalih bahwa itu hanya sebagian kecil saja. Masalahnya, akses terhadap fosil hanya dikuasai oleh pendukung Teori Evolusi. Mungkin kalau mereka membuka akses untuk penelitian lebih mendalam tentang fosil tersebut, akan banyak membongkar penipuan-penipuan yang lain.

Selain itu, penipuan terang-terangan di dunia ilmiah sangat tidak bisa diterima. Tidak tanggung-tanggung, pelakunya bukan saintis kelas teri, tetapi menyandang posisi professor dengan gelar doktor penuh. Dan anehnya, dengan terbongkarnya penipuan ini, tidak membuat buku-buku teks tentang teori evolusi mengalami revisi.

Terilhami tulisan di Hidayatullah.com, saya mencoba mencari sumber yang dirujuk oleh tulisan itu. Hasilnya, ada beberapa penipuan fosil milik si Missing Link, si makhluk-antara yang hilang.

Missing Link antara Homo Neanderthal dan Manusia Modern
Beberapa fosil ditemukan oleh Prof. Protsch di wilayah Jerman. Fosil-fosil tersebut dinyatakan berusia antara 10.000 - 30.000 tahun. Dengan usia ini, diyakini bahwa fosil-fosil tersebut milik Missing Link antara Homo Neanderthal dan Manusia Modern.

Namun ternyata, usia tersebut sangat jauh dari usia sebenarnya. Karena reputasi professor tersebut dan selisih perhitungan usia yang sangat jauh, tidak mungkin itu terjadi karena kesalahan yang tidak disengaja. Kesalahan tersebut dilakukan dengan sengaja sehingga dianggap sebagai penipuan.

Sebagai contoh adalah fosil wanita yang dia temukan. Wanita tersebut ternyata hidup sekitar tahun 1.300 SM. Jauh dari perhitungan dia yang memperkirakan hidupnya sekitar 21.300 tahun lalu. Yang lebih mencengangkan adalah kesalahan usia fosil manusia Paderborn-Sande. Menurutnya, manusia tersebut hidup sekitar 27.400 SM. Dan ternyata, manusia tersebut hidup pada tahun 1750 M. Bagaimana mungkin belulang yang baru berusia tidak lebih dari 300 tahun itu disebut fosil?

Dengan kesalahan penentuan usia ini, gugurlah adanya missing-link antara Homo Neanderthal dan Manusia Modern di Jerman. Kalau usia fosil (yang bisa diukur) saja dimanipulasi, apalagi hal-hal lain yang tidak bisa diukur?

Manusia Piltdown
Tahun 1912 ditemukan fosil berupa tengkorak dan rahang. Dengan menggabungkan kedua bagian tersebut, bentuknya menunjukkan bahwa fosil tersebut adalah missing-link antara manusia dan primata.

Ternyata, tahun 1953 saintis menyimpulkan bahwa usia tengkoraknya hanya 600 tahun yang lalu. Pemalsuan yang tidak bisa diterima oleh akal. Bagaimana mungkin sebuah tengkorak berusia 600 tahun salah diidentifikasi sebagai fosil yang berusia ribuan tahun? Tidak hanya itu pemalsuannya. Rahang yang ditemukan bersama tengkorak tersebut ternyata milik orang-utan, bukan milik manusia yang sama dengan pemilik tengkorak tersebut. Bahkan di artikel tersebut dinyatakan bahwa "fosil" tersebut adalah hasil penanaman sebelumnya.

Kalkun Piltdown
Fosil tentang kalkun ini tidak kalah hebat tentang penipuannya. Fosil ini diperkirakan milik binatang yang disebut Archaeoraptor, missing-link antara burung dan dinosaurus. Penemuannya dipublikasikan di majalah National Geographic pada tahun 1999. Archaeoraptor ini tampak seperti burung berbulu sangat besar dan berekor seperti dinosaurus.

Ternyata fosil tersebut adalah hasil penipuan. Fosil tersebut adalah gabungan antara 2 fosil yang disatukan dengan lem yang sangat kuat.

-----------------------------------------------------------------
Sumber: http://www.guardian.co.uk/science/2005/feb/19/science.sciencenews


Selengkapnya...

Friday, April 30, 2010

Antivirus Bervirus

Perilaku tidak jujur tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di luar Indonesia. Salah satu contohnya adalah penipuan di bawah ini. Hebatnya, penipuan ini tentu saja hanya bisa dilakukan oleh orang yang pandai terutama di bidang komputer/teknologi informasi. Sangat disayangkan sekali, kepandaian mereka digunakan untuk menipu orang lain.


Waspadalah, Banyak Anti-virus yang Ternyata Bervirus

Piranti lunak anti-virus palsu yang menginfeksi komputer pribadi menjadi ancaman makin besar dalam dunia maya, demikian sebuah penelitian yang dilakukan Google. Google menganalisa 240 juta halaman internet selama 13 bulan dan mendapati bahwa program anti-virus palsu menyumbang sekitar 15 persen dari semua program virus di dunia maya.

Scammers menipu dengan cara meyakinkan pengguna agar mengunduh program anti-virus karena komputer mereka terkena virus. Begitu di install, piranti lunak tadi mungkin akan mencuri data atau memaksa yang bersangkutan membayar produk-produk palsu tadi. ''Yang mengejutkan, banyak pengguna termakan tipuan ini dan kemudian membeli anti-virus palsu tadi,'' sebut penelitian itu.

Lebih celaka lagi, anti-virus palsu tadi seringkali ditunggangi virus komputer yang sesungguhnya yang akan bersarang di komputer. "Tak peduli pembayaran sudah dilakukan atau belum.''

Penelitian yang hasilnya dipaparkan di sebuah Lokakarya Usenix di Kalifornia dan membahas ancaman dan penipuan dalam skala besar di dunia maya, menganalisa situs internet antara Januari 2009 hingga Februari 2010.

Mereka menemukan 11 ribu domain internet yang terlibat dalam penyebaran anti-virus palsu tersebut. Kalau sudah ada anti-virus di dalam komputer, tidak semestinya pengguna harus mengunduh lagi.

Graham Cluley dari perusahaan keamanan Sophos mengatakan bahwa salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah dengan para hackers melakukan teknik yang dikenal dengan optimalisasi mesin pencari topi hitam.

''Para hackers mencari berita yang populer seperti kematian Michael Jackson misalnya,'' kata Cluley. ''Mereka kemudian membuat situs yang dipenuhi dengan bahan yang kalau dicari lewat mesin pencari di internet akan muncul di halaman pertama.''

Siapapun yang mengklik situs itu, katanya, akan diserbu dengan penampilan yang menghubungkannya dengan perangkat lunak anti-virus palsu itu. Google mencoba menyaring situs-situs seperti itu, tetapi para hackers dikatakan dengan cepat bergerak dari satu domain ke domain lain sehingga sulit terdeteksi.

Cluley mengatakan orang harus mengerti betul dengan program anti-virus mereka sendiri dan harus selalu waspada kalau ada pop-up yang meminta pengguna mengunduh sesuatu dengan membayar untuk membersihkan komputer. ''Kalau sudah ada anti-virus di dalam komputer, tidak semestinya pengguna harus mengunduh lagi,'' katanya.

Red: Siwi Tri Puji.B
Sumber: BBC


Dikutip dari Harian Republika

Selengkapnya...

Thursday, April 22, 2010

Teori Evolusi (Bagian 2) : Manusia Purba memang ADA

Makhluk intermediate (spesies-antara) memegang kunci yang sangat penting dalam teori evolusi. Tanpa ada spesies-antara, evolusi makhluk hidup tidak akan pernah terjadi. Misalnya saja, karena manusia dan monyet mempunyai nenek moyang yang sama (sebut saja siamon), ada spesies-spesies intermediate antara siamon dan manusia (misal, man-1 s/d man-n), serta antara siamon dan monyet (mon-1 s/d mon-m). Kalau digambarkan secara horisontal berdasarkan "kemiripan"nya, maka bentuknya menjadi

manusia - man-n - ... - man-1 - siamon - mon-1 - ... - mon-m - monyet.

Berdasarkan penggambaran itu, semakin ke kanan, spesies-antara akan semakin "mirip" dengan monyet. Sebaliknya, semakin ke kiri, spesies-antara akan semakin "mirip" dengan manusia.

Karena evolusi bermakna perubahan yang sedikit demi sedikit, nilai (m+n) haruslah sangat besar. Kenapa? Karena perbedaan antara manusia dengan monyet juga sangat besar. Makanya, tidak salah kalau Charles Darwin berkata bahwa spesies-antara harus berjumlah sangat besar, termasuk spesies-antara antara monyet dan manusia. Kalau C. Darwin tidak berkata demikian, teorinya bukan disebut teori evolusi, melainkan teori revolusi.

Untuk selanjutnya, saya hanya akan membahas evolusi antara monyet dan manusia saja. Jadi, kalau saya menyebut spesies-antara, berarti yang saya maksudkan adalah spesies-antara monyet-manusia.

Apakah sudah ditemukan fosil spesies-spesies antara, yang seharusnya dalam jumlah yang besar? Belum, baru beberapa yang diklaim sebagai spesies-antara. Apakah sebenarnya fosil tersebut benar-benar spesies-antara?

Spesies dan Variasi Spesies
Menentukan apakah antara 2 individu sebagai spesies yang sama atau tidak, bukanlah perkara yang mudah. Akibatnya, membuat definisi spesies pun tidak gampang. Salah satu definisi yang paling mudah diaplikasikan adalah definisi secara biologis. Dua individu (tentunya berbeda kelamin) disebut spesies yang sama jika keduanya bisa menghasilkan keturunan dengan perkawinan secara alami. Meskipun mudah diaplikasikan, definisi ini hanya bisa diterapkan untuk makhluk hidup yang berkembang biak dengan perkawinan.

Ada juga definisi spesies berdasarkan kemiripan bentuk fisiknya. Meskipun sekilas gampang, ternyata prakteknya tidak semudah definisinya. Banyak spesies yang memiliki bermacam bentuk fisik yang sangat berbeda. Salah satu contoh adalah anjing. Segala bentuk anjing yang kita kenal, digolongkan ke dalam 1 spesies meskipun secara bentuk fisik banyak yang tampak berbeda.

Makhluk hidup yang memiliki berbagai bentuk fisik tetapi juga digolongkan sebagai 1 spesies adalah manusia. Penggolongan ini adalah tepat karena memenuhi kriteria spesies secara biologis. Dari manusia eropa sampai manusia yg pernah terisolir sekalipun (Aborigin, Indian, Asmat), perkawinan secara alami antar mereka tetap bisa dilakukan.

Berbagai bentuk fisik yang berbeda dari sebuah spesies disebut sebagai sub-spesies atau variasi spesies. Khusus untuk anjing, variasi spesies lebih dikenal sebagai breed. Sedangkan untuk manusia, dikenal sebagai ras.

Fosil Bercerita
Fosil-fosil yang ditemukan, yang dikatakan sebagai fosil spesies-antara, berupa tulang belulang. Di samping sudah termakan usia tentu saja, juga kebanyakan tidak lengkap.

Secara fisik, tidak banyak sebenarnya informasi yang diberikan dari sebuah fosil seperti itu. Fosil tidak bisa bercerita bagaimana struktur luar dari makhluk hidup tersebut. Yang dilakukan hanyalah perkiraan. Namanya perkiraan bisa salah dan juga bisa benar. Tetapi itu hanya bisa dilakukan dari segi bentuk. Tentang bagaimana permukaan luarnya, jelas tidak bisa diperkirakan. Fosil tidak bisa menggambarkan bagaimana permukaan kulit, misalnya apakah halus atau tidak, tebal atau tipis, berbulu lebat atau jarang atau tidak berbulu sama sekali.

Postur tubuh sebenarnya juga belum tentu bisa digambarkan dari sebuah fosil secara tepat. Postur tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh tulang, tetapi juga oleh otot. Sebagai contoh adalah bentuk kaki, apakah dalam posisi normal benar-benar bisa tegak ataukah agak bengkok pada lututnya. Ini perlu informasi tentang otot. Demikian juga di bagian panggul, apakah bisa berdiri tegak atau membungkuk. Padahal otot-otot tersebut tidak terdapat di fosil yang ditemukan.

Jadi, sebuah fosil tidak bisa menggambarkan bentuk secara fisik dengan tepat. Mungkin hanya postur tubuh yang bisa diberikan meskipun tidak akan tepat 100%. Yang sangat aneh adalah penggambaran permukaan kulit. Secara logika, jelas tidak mungkin sebuah fosil bisa menggambarkan permukaan kulit. Benar-benar kesimpulan yang aneh kalau fosil yang ditemukan adalah milik makhluk hidup berbulu lebat seperti monyet.

Spesies Fosil
Jika fosil tersebut akan dianggap sebagai spesies-antara, hal pertama yang harus dibuktikan adalah bahwa fosil tersebut bukan dari spesies yang sama dengan spesies manusia maupun monyet.

Secara biologis, jelas tidak mungkin karena tidak mungkin diuji dengan perkawinan secara alami. Salah satu yang mungkin adalah secara bentuk fisik. Tetapi bentuk fisik sendiri juga ada masalah karena bentuk fisik hanya bisa diperoleh dengan perkiraan.

Yang paling logis adalah membandingkan fosil tersebut (tentunya setelah disusun) dengan struktur kerangka manusia dan kerangka monyet. Meskipun begitu, inipun juga tidak berarti bebas dari masalah. Banyaknya breed anjing dan ras manusia menunjukkan bahwa bentuk kerangka (termasuk ukurannya) dalam sebuah spesies saja bisa berbeda. Jangankan perbedaan antara variasi spesies (breed, ras), dalam satu variasi spesies saja bisa terdapat perbedaan.

Dengan demikian, selama perbedaan antara fosil tersebut dengan kerangka manusia dan kerangka monyet tidak cukup radikal, kesimpulan bahwa fosil tersebut dari spesies yang berbeda belum tentu benar.

Pembandingan seperti ini yang coba dilakukan oleh sebagian penelitian Harun Yahya. Dan ternyata, berdasarkan penelitiannya, bahwa dari fosil-fosil spesies-antara, sebagian besar mirip dengan manusia (ada yang sama dengan ras Aborigin, anak berumur 18 tahun, dan ras manusia lain) dan sisanya mirip dengan jenis monyet (simpanse). Sehingga kesimpulannya, bahwa fosil-fosil tersebut sama dengan spesies manusia atau simpanse.

Apa yang dilakukan Harun Yahya sebenarnya bisa diterima secara ilmiah, meskipun beliau mungkin termasuk orang yang religious. Itu disebut sebagai counter example. Jika dikatakan bahwa fosil tersebut adalah spesies-antara, berarti tidak ada ras manusia yang sama dengan fosil tersebut. Kalau ada seseorang yang menemukan seorang manusia yang memiliki kerangka yang sama dengan fosil tersebut, itu sudah cukup untuk membatalkan pernyataan tersebut.

Kesimpulan
Fosil-fosil yang ditemukan belum menunjukkan bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari spesies yang berbeda dengan manusia ataupun monyet. Bahkan kesamaan fosil-fosil tersebut dengan kerangka manusia atau monyet saat ini sudah cukup membuktikan bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari spesies yang sama dengan manusia atau monyet. Hal ini didasarkan pada logika sederhana: jika sebuah entitas A hanya diketahui sebagian sedangkan bagian tersebut sama dengan bagian yang sama dari entitas B, maka lebih logis dikatakan bahwa entitas A dan entitas B adalah sama dibandingkan dikatakan berbeda.

Dengan demikian, klaim bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari spesies-antara adalah lemah.

Buat pendukung teori evolusi, tidak perlu kecewa. Masih ada satu harapan, yaitu dengan analisis DNA. Meski DNA fosil sendiri sulit dibangun ulang karena banyak terkontaminasi, mungkin ke depan ditemukan teknologi yang mampu mendapatkan DNA yang "bersih". Namun, untuk sementara hasil penelitian di bidang ini juga tidak menunjukkan dukungan ke teori evolusi. Salah satu jenis DNA, yaitu Mitochondrial DNA (mtDNA), tidak bisa digunakan untuk menetukan spesies dari sebuah fosil (masih diperdebatkan). Artinya, mtDNA tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah sebuah fosil adalah manusia, monyet, atau spesies-antara. Tetapi, lagi-lagi, tidak perlu kecewa. Masih ada satu harapan lagi, yaitu nuclear DNA, yang semoga ke depan bisa memberikan hasil yang lebih baik sehingga bisa menentukan secara pasti tentang spesies dari fosil-fosil tersebut.

Bicara fakta, memang ada bagian tertentu yang "mirip" antara spesies makhluk hidup. Demikian juga dengan manusia dan spesies binatang yang lain. Secara fisik, manusia lebih mirip dengan monyet. Secara kecerdasan, lebih mirip dengan octopus atau lumba-lumba. Dan secara sosial, manusia lebih mirip dengan semut atau lebah. Tetapi secara umum, jelas sekali terlihat perbedaanya. Manusia tetap berbeda baik secara fisik, secara psikologis/kecerdasan, maupun secara sosial. Itu adalah fakta ilmiahnya.

Bicara analisis, teori evolusi seperti disusun dengan analisis yang rasional terhadap fakta kemiripan makhluk hidup. Tetapi logikanya belum tentu tepat. Rumah dan mobil sama-sama punya atap. Tetapi sejarah tidak membuktikan bahwa dulu ada "nenek moyang" antara rumah dan mobil, atau rumah adalah "nenek moyang" mobil, atau mobil adalah "nenek moyang" rumah.

Bicara ilmiah, teori tetap perlu dibuktikan. Dan sebelum ada bukti valid, tidak seharusnya digunakan untuk membangun teori-teori lain, seperti yang berkembang saat ini: evolusi kecerdasan, evolusi agama, atau evolusi-evolusi yang lain.

Kembali bicara fakta, fosil adalah fakta. Dan faktanya, fosil tersebut sama dengan kerangka manusia (kecuali 1 jenis fosil yang sama dengan simpanse). Berarti fosil tersebut adalah manusia. Jadi, manusia purba adalah ADA. Tetapi faktanya, manusia purba tersebut tidak berbeda dengan manusia saat ini.


Selengkapnya...

Sunday, February 14, 2010

Kepolosan Anak-anak

Anak kecil itu memang polos. Berpikirnya sederhana. Karena sederhana, mereka cenderung untuk berkata jujur. Selain itu, mereka juga tidak bisa bermain dengan kata-kata. Kata-kata dari orang tua akan dipahami apa-adanya. Janganlah diharapkan mereka bisa melakukan analogi atau pengembangan terhadap apa yang kita sampaikan. Pernah saya mendapat pelajaran dari seorang psikolog bahwa "anak kecil itu bukan orang dewasa yang bertubuh kecil". Artinya, bahwa jangan berharap bahwa anak kecil itu bisa berpikir seperti orang dewasa.

Kisah saya berikut tentang anak kedua saya yang berumur 4 tahun, insya Allah, cukup menarik untuk diambil pelajaran.

Sejak beberapa waktu yang lalu kami melarang ada gambar atau patung hewan atau manusia di rumah. Terutama jika gambar itu di tempat-tempat yang terhormat seperti dinding, gordein, buku, dll. Masih kami bolehkan jika gambar itu berada di tempat-tempat yang hina seperti karpet, tikar, ataupun keset. Jika terpaksa harus ada gambar maka wajahnya kita rusak, misalnya ditutup wajahnya menggunakan spidol ataupun kertas.

Ternyata anak kedua saya itu, sebut saja AL, sangat konsisten dengan aturan kami ini. Suatu saat dia mendapat hadiah buku yang banyak gambar hewan dan manusianya. Tanpa kami perintah, dia langsung meminta kami untuk menutupi wajah semua gambar yang ada di dalam buku. Demikian juga waktu kami belikan sikat gigi baru. Dia langsung meminta menutup wajah gambar orang yang ada di gagang sikat gigi.

Hingga suatu saat kami belikan mainan kereta yang ada gambar wajahnya, yang disebut dengan Thomas dan Kawan-kawan. Dia membawa kereta-kereta itu ke mamanya dan bermaksud untuk meminta menutup wajah. Mungkin dia merasa kereta itu akan kehilangan identitas Thomasnya - artinya akan menjadi kereta mainan biasa - jika ditutup wajahnya, dia mengurungkan maksudnya dan berkata, "Tetapi, Ma, ini 'kan kereta bukan gambar orang. Jadi wajahnya tidak perlu ditutup. Kalau ini gambar orang maka wajahnya harus ditutup". Begitu kira-kira dia berkilah. Dengan menahan senyum, mamanya mengiyakan karena memang yang harus ditutup adalah gambar wajah orang atau hewan.

Suatu saat, agar tidak mengganggu kakaknya yang sedang belajar, dia diminta mamanya untuk menggambar. Awalnya dia menggambar sekenanya, hanya berupa coretan-coretan. Mamanya pun meminta menggambar orang biar sedikit ada wujudnya. Setelah beberapa saat, dia kembali ke mamanya dan berkata dia telah selesai menggambar orang. Yang ada di kertas tetap hanya berupa coretan-coretan sehingga mamanya menanyakan yang mana gambar orangnya. Dia menjawab bahwa itu adalah wajah orang yang sudah dicoret-coret (dihilangkan) wajahnya. Hehehe.... rupanya dia tetap ingat bahwa wajah gambar orang harus ditutup, atau?

Lain lagi cerita tentang musik. Kami melarang mendengarkan musik, termasuk menyanyi. Tetapi waktu itu kami berkata bahwa di rumah tidak boleh ada musik dan nyanyian.

Seperti biasa, dia diantar dan dijemput mamanya ke taman kanak-kanak. Suatu saat, selama perjalanan pulang dari taman kanak-kanak ke rumah dia menyanyi. Mamanya pun mengingatkan bahwa tidak boleh menyanyi. Dia pun menjawab bahwa dia sedang di luar jadi boleh menyanyi karena yang dilarang adalah menyanyi di rumah. Mamanya tidak bisa berkata apa-apa karena perkataan kami sebelumnya adalah "di rumah tidak boleh ada musik dan nyanyian", bukan dilarang dimana saja.

Lain si kecil dengan kepolosannya, lain pula dengan si besar, kakaknya yang sudah berumur 9 tahun. Pernah mereka berdua di tinggal di rumah oleh mamanya ke supermarket untuk belanja. Setelah pulang dan beristirahat beberapa saat, mamanya mendengar si kecil merengek-rengek ke kakak. Ternyata yang direngekkan si kecil adalah agar kakaknya mengajarinya nyanyian yang tadi dinyanyikan si kakak saat mama mereka masih belanja di supermarket. Kakaknya tidak berkutik dan tidak bisa mengelak saat diintegorasi mamanya tentang nyanyian itu. Karena kepolosannya, anak kecil itu memang tidak bisa berbohong.

Anak kecil itu memang polos. Kadang-kadang membikin orang tuanya dapat tertawa geli. Dan yang paling menguntungkan adalah mereka selalu berkata jujur.


Selengkapnya...

Thursday, February 11, 2010

Lewat Kejujuran ....

Hadits berikut menceritakan pertemuan antara Heraclius, Raja Romawi, dan Abu Sufyan رضي الله عنه, yang saat itu masih kafir. Waktu itu Heraclius baru saja menerima surat dari Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan Abu Sofyan رضي الله عنه sedang berdagang ke Bizantium, ibukota Romawi. Pertemuan itu bertujuan untuk menanyakan perihal Rasulullah صلى الله عليه و سلم, yang mengaku sebagai nabi dan saat itu sudah ada di Madinah.

Dari pertemuan itu, Heraclius dapat mengenali kenabian Rasulullah صلى الله عليه و سلم, diantaranya karena sifat jujur beliau صلى الله عليه و سلم sebagaimana diceritakan Abu Sufyan رضي الله عنه . Logika yang dipakai oleh Heraclius adalah kalau seseorang selalu jujur terhadap orang lain maka tidak mungkin orang itu akan berbohong terhadap Allah سبحانه و تعلى . Demikian juga dengan sifat Rasulullah صلى الله عليه و سلم yang selalu menepati janji. Heraclius yakin bahwa seorang nabi tidak akan melanggar janji. Serta sifat-sifat lain yang merupakan sifat-sifat kenabian.

Selain itu, membaca isi surat Rasulullah صلى الله عليه و سلم , kita bisa melihat tingginya akhlak beliau صلى الله عليه و سلم . Meskipun kepada raja yang beragama Nasrani, Rasulullah صلى الله عليه و سلم tetap menggunakan bahasa yang santun. Tidak ada caci maki di dalamnya.

Semoga bermanfaat, dan mohon maaf saya menggunakan terjemahan bahasa Inggris.

Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه :

Allah's Apostle wrote to Caesar and invited him to Islam and sent him his letter with Dihya Al-Kalbi whom Allah's Apostle ordered to hand it over to the Governor of Busra who would forward it to Caesar. Caesar as a sign of gratitude to Allah, had walked from Hims to Ilya (i.e. Jerusalem) when Allah had granted Him victory over the Persian forces. So, when the letter of Allah's Apostle reached Caesar, he said after reading t, 'Seek for me any one of his people! (Arabs of Quraish tribe) if present here, in order to ask him about Allah's Apostle. At that time Abu Sufyan bin Harb was in Sham with some men frown Quraish who had come (to Sham) as merchants during the truce that had been concluded between Allah's Apostle; and the infidels of Quraish. Abu Sufyan said, Caesar's messenger found us somewhere in Sham so he took me and my companions to Ilya and we were admitted into Ceasar's court to find him sitting in his royal court wearing a crown and surrounded by the senior dignitaries of the Byzantine. He said to his translator. 'Ask them who amongst them is a close relation to the man who claims to be a prophet." Abu Sufyan added, "I replied, 'I am the nearest relative to him.' He asked, 'What degree of relationship do you have with him?' I replied, 'He is my cousin,' and there was none of Bani Abu Manaf in the caravan except myself. Caesar said, 'Let him come nearer.' He then ordered that my companions stand behind me near my shoulder and said to his translator, 'Tell his companions that I am going to ask this man about the man who claims to be a prophet. If he tells a lie, they should contradict him immediately." Abu Sufyan added, "By Allah ! Had it not been shameful that my companions label me a liar, I would not have spoken the truth about him when he asked me. But I considered it shameful to be called a liar by my companions. So I told the truth. He then said to his translator, 'Ask him what kind of family does he belong to.' I replied, 'He belongs to a noble family amongst us.' He said, 'Have anybody else amongst you ever claimed the same before him? 'I replied, 'No.' He said, 'Had you ever blamed him for telling lies before he claimed what he claimed? ' I replied, 'No.' He said, 'Was anybody amongst his ancestors a king?' I replied, 'No.' He said, "Do the noble or the poor follow him?' I replied, 'It is the poor who follow him.' He said, 'Are they increasing or decreasing (day by day)?' I replied,' They are increasing.' He said, 'Does anybody amongst those who embrace his (the Prophet's) Religion become displeased and then discard his Religion?'. I replied, 'No. ' He said, 'Does he break his promises? I replied, 'No, but we are now at truce with him and we are afraid that he may betray us." Abu Sufyan added, "Other than the last sentence, I could not say anything against him. Caesar then asked, 'Have you ever had a war with him?' I replied, 'Yes.' He said, 'What was the outcome of your battles with him?' I replied, 'The result was unstable; sometimes he was victorious and sometimes we.' He said, 'What does he order you to do?' I said, 'He tells us to worship Allah alone, and not to worship others along with Him, and to leave all that our fore-fathers used to worship. He orders us to pray, give in charity, be chaste, keep promises and return what is entrusted to us.' When I had said that, Caesar said to his translator, 'Say to him: I ask you about his lineage and your reply was that he belonged to a noble family. In fact, all the apostles came from the noblest lineage of their nations. Then I questioned you whether anybody else amongst you had claimed such a thing, and your reply was in the negative. If the answer had been in the affirmative, I would have thought that this man was following a claim that had been said before him. When I asked you whether he was ever blamed for telling lies, your reply was in the negative, so I took it for granted that a person who did not tell a lie about (others) the people could never tell a lie about Allah. Then I asked you whether any of his ancestors was a king. Your reply was in the negative, and if it had been in the affirmative, I would have thought that this man wanted to take back his ancestral kingdom. When I asked you whether the rich or the poor people followed him, you replied that it was the poor who followed him. In fact, such are the followers of the apostles. Then I asked you whether his followers were increasing or decreasing. You replied that they were increasing. In fact, this is the result of true faith till it is complete (in all respects). I asked you whether there was anybody who, after embracing his religion, became displeased and discarded his religion; your reply was in the negative. In fact, this is the sign of true faith, for when its cheerfulness enters and mixes in the hearts completely, nobody will be displeased with it. I asked you whether he had ever broken his promise. You replied in the negative. And such are the apostles; they never break their promises. When I asked you whether you fought with him and he fought with you, you replied that he did, and that sometimes he was victorious and sometimes you. Indeed, such are the apostles; they are put to trials and the final victory is always theirs. Then I asked you what he ordered you. You replied that he ordered you to worship Allah alone and not to worship others along with Him, to leave all that your fore-fathers used to worship, to offer prayers, to speak the truth, to be chaste, to keep promises, and to return what is entrusted to you. These are really the qualities of a prophet who, I knew (from the previous Scriptures) would appear, but I did not know that he would be from amongst you. If what you say should be true, he will very soon occupy the earth under my feet, and if I knew that I would reach him definitely, I would go immediately to meet Him; and were I with him, then I would certainly wash his feet.' " Abu Sufyan added, "Caesar then asked for the letter of Allah's Apostle and it was read. Its contents were:--

"In the name of Allah, the most Beneficent, the most Merciful (This letter is) from Muhammad, the slave of Allah, and His Apostle, to Heraculius, the Ruler of the Byzantine. Peace be upon the followers of guidance. Now then, I invite you to Islam (i.e. surrender to Allah), embrace Islam and you will be safe; embrace Islam and Allah will bestow on you a double reward. But if you reject this invitation of Islam, you shall be responsible for misguiding the peasants (i.e. your nation). O people of the Scriptures! Come to a word common to you and us and you, that we worship. None but Allah, and that we associate nothing in worship with Him; and that none of us shall take others as Lords besides Allah. Then if they turn away, say: Bear witness that we are (they who have surrendered (unto Him)..(QS. Ali Imron:64)

Abu Sufyan added, "When Heraclius had finished his speech, there was a great hue and cry caused by the Byzantine Royalties surrounding him, and there was so much noise that I did not understand what they said. So, we were turned out of the court. When I went out with my companions and we were alone, I said to them, 'Verily, Ibn Abi Kabsha's (i.e. the Prophet's) affair has gained power. This is the King of Bani Al-Asfar fearing him." Abu Sufyan added, "By Allah, I remained low and was sure that his religion would be victorious till Allah converted me to Islam, though I disliked it " (HR. Bukhari: Volume 4, Book 52, Number 191)


حدثنا ‏ ‏إبراهيم بن حمزة ‏ ‏حدثنا ‏ ‏إبراهيم بن سعد ‏ ‏عن ‏ ‏صالح بن كيسان ‏ ‏عن ‏ ‏ابن شهاب ‏ ‏عن ‏ ‏عبيد الله بن عبد الله بن عتبة ‏ ‏عن ‏ ‏عبد الله بن عباس ‏ ‏رضي الله عنهما ‏ ‏أنه أخبره ‏ ‏أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏كتب إلى ‏ ‏قيصر ‏ ‏يدعوه إلى الإسلام وبعث بكتابه إليه مع ‏ ‏دحية الكلبي ‏ ‏وأمره رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏أن يدفعه إلى عظيم ‏ ‏بصرى ‏ ‏ليدفعه إلى ‏ ‏قيصر ‏ ‏وكان ‏ ‏قيصر ‏ ‏لما كشف الله عنه جنود ‏ ‏فارس ‏ ‏مشى من ‏ ‏حمص ‏ ‏إلى ‏ ‏إيلياء ‏ ‏شكرا لما أبلاه الله فلما جاء ‏ ‏قيصر ‏ ‏كتاب رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال حين قرأه التمسوا لي ها هنا أحدا من قومه لأسألهم عن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏ابن عباس ‏ ‏فأخبرني ‏ ‏أبو سفيان بن حرب

‏أنه كان ‏ ‏بالشأم ‏ ‏في رجال من ‏ ‏قريش ‏ ‏قدموا تجارا في المدة التي كانت بين رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏وبين كفار ‏ ‏قريش ‏ ‏قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏فوجدنا رسول ‏ ‏قيصر ‏ ‏ببعض ‏ ‏الشأم ‏ ‏فانطلق بي وبأصحابي حتى قدمنا ‏ ‏إيلياء ‏ ‏فأدخلنا عليه فإذا هو جالس في مجلس ملكه وعليه التاج وإذا حوله عظماء ‏ ‏الروم ‏ ‏فقال لترجمانه سلهم أيهم أقرب نسبا إلى هذا الرجل الذي يزعم أنه نبي قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏فقلت أنا أقربهم إليه نسبا قال ما قرابة ما بينك وبينه فقلت هو ابن عمي وليس في الركب يومئذ أحد من ‏ ‏بني عبد مناف ‏ ‏غيري فقال ‏ ‏قيصر ‏ ‏أدنوه وأمر بأصحابي فجعلوا خلف ظهري عند كتفي ثم قال لترجمانه قل لأصحابه إني سائل هذا الرجل عن الذي يزعم أنه نبي فإن كذب فكذبوه قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏والله لولا الحياء يومئذ من أن يأثر أصحابي عني الكذب لكذبته حين سألني عنه ولكني استحييت أن يأثروا الكذب عني فصدقته ثم قال لترجمانه قل له كيف نسب هذا الرجل فيكم قلت هو فينا ذو نسب قال فهل قال هذا القول أحد منكم قبله قلت لا فقال كنتم تتهمونه على الكذب قبل أن يقول ما قال قلت لا قال فهل كان من آبائه من ملك قلت لا قال فأشراف الناس يتبعونه أم ضعفاؤهم قلت بل ضعفاؤهم قال فيزيدون أو ينقصون قلت بل يزيدون قال فهل يرتد أحد سخطة لدينه بعد أن يدخل فيه قلت لا قال فهل يغدر قلت لا ونحن الآن منه في مدة نحن نخاف أن يغدر قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏ولم يمكني كلمة أدخل فيها شيئا أنتقصه به لا أخاف أن تؤثر عني غيرها قال فهل قاتلتموه أو قاتلكم قلت نعم قال فكيف كانت حربه وحربكم قلت كانت ‏ ‏دولا ‏ ‏وسجالا ‏ ‏يدال ‏ ‏علينا المرة ‏ ‏وندال ‏ ‏عليه الأخرى قال فماذا يأمركم به قال يأمرنا أن نعبد الله وحده لا نشرك به شيئا وينهانا عما كان يعبد آباؤنا ويأمرنا بالصلاة والصدقة والعفاف والوفاء بالعهد وأداء الأمانة فقال لترجمانه حين قلت ذلك له قل له إني سألتك عن نسبه فيكم فزعمت أنه ذو نسب وكذلك الرسل تبعث في نسب قومها وسألتك هل قال أحد منكم هذا القول قبله فزعمت أن لا فقلت لو كان أحد منكم قال هذا القول قبله قلت رجل ‏ ‏يأتم ‏ ‏بقول قد قيل قبله وسألتك هل كنتم تتهمونه بالكذب قبل أن يقول ما قال فزعمت أن لا فعرفت أنه لم يكن ليدع الكذب على الناس ويكذب على الله وسألتك هل كان من آبائه من ملك فزعمت أن لا فقلت لو كان من آبائه ملك قلت يطلب ملك آبائه وسألتك أشراف الناس يتبعونه أم ضعفاؤهم فزعمت أن ضعفاءهم اتبعوه وهم أتباع الرسل وسألتك هل يزيدون أو ينقصون فزعمت أنهم يزيدون وكذلك الإيمان حتى يتم وسألتك هل يرتد أحد سخطة لدينه بعد أن يدخل فيه فزعمت أن لا فكذلك الإيمان حين تخلط بشاشته القلوب لا يسخطه أحد وسألتك هل يغدر فزعمت أن لا وكذلك الرسل لا يغدرون وسألتك هل قاتلتموه وقاتلكم فزعمت أن قد فعل وأن حربكم وحربه تكون ‏ ‏دولا ‏ ‏ويدال ‏ ‏عليكم المرة ‏ ‏وتدالون ‏ ‏عليه الأخرى وكذلك الرسل تبتلى وتكون لها العاقبة وسألتك بماذا يأمركم فزعمت أنه يأمركم أن تعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا وينهاكم عما كان يعبد آباؤكم ويأمركم بالصلاة والصدقة والعفاف والوفاء بالعهد وأداء الأمانة قال وهذه صفة النبي قد كنت أعلم أنه خارج ولكن لم أظن أنه منكم وإن يك ما قلت حقا فيوشك أن يملك موضع قدمي هاتين ولو أرجو أن أخلص إليه ‏ ‏لتجشمت ‏ ‏لقيه ولو كنت عنده لغسلت قدميه قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏ثم دعا بكتاب رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فقرئ فإذا فيه ‏ ‏بسم الله الرحمن الرحيم ‏ ‏من ‏ ‏محمد ‏ ‏عبد الله ورسوله إلى ‏ ‏هرقل ‏ ‏عظيم ‏ ‏الروم ‏ ‏سلام على من اتبع الهدى أما بعد فإني أدعوك بدعاية الإسلام أسلم تسلم وأسلم يؤتك الله أجرك مرتين فإن توليت فعليك إثم ‏ ‏الأريسيين ‏ ‏و



قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏فلما أن قضى مقالته علت أصوات الذين حوله من عظماء ‏ ‏الروم ‏ ‏وكثر لغطهم فلا أدري ماذا قالوا وأمر بنا فأخرجنا فلما أن خرجت مع أصحابي وخلوت بهم قلت لهم لقد ‏ ‏أمر ‏ ‏أمر ‏ ‏ابن أبي كبشة ‏ ‏هذا ملك ‏ ‏بني الأصفر ‏ ‏يخافه قال ‏ ‏أبو سفيان ‏ ‏والله ما زلت ذليلا مستيقنا بأن أمره سيظهر حتى أدخل الله قلبي الإسلام وأنا كاره

Selengkapnya...

Sunday, January 3, 2010

Bulan Desember di Dresden (bag. 2)

Dari kelima kisah tersebut, dapat diambil pelajaran sebagai berikut.

Kisah Pertama
Mungkin ini akibat memahami toleransi tanpa mengetahui lebih detail definisi toleransi yang diijinkan. Agama Islam mengajarkan toleransi lengkap dengan definisinya sehingga batas-batasnya sudah jelas. Salah satu batasnya adalah tidak mengikuti perayaan agama lain.

Mereka berdalih bahwa acara itu jauh dari acara religi. Tetapi nama acara itu sendiri adalah acara religi. Tambahan lagi, di backdrope-nya terpampang tulisan frohe weihnachten (Selamat weihnacht). Kalau mau mencari celah-celah pembenaran, pasti kita menemukan celah itu karena memang manusia dilengkapi dengan akal yang sangat cerdas sehingga bisa mencari celah yang sangat kecil sekalipun.

Selain itu, mereka berdalih untuk mengharumkan nama bangsa. Setiap saat, kita akan selalu dihadapkan 2 pilihan yang tergantung 2 posisi kita yang berbeda, yang kadang-kadang memang berat untuk memilihnya. Dalam kisah ini, pilihannya adalah:
a. mengikuti acara untuk mengharumkan nama bangsa (sebagai WNI), atau
b. meninggalkannya karena larangan agama (sebagai muslim).

Sebenarnya pilihan ini tidak sulit. Larangan agama harusnya didahulukan daripada nama bangsa. Apalagi nama bangsa bisa diharumkan dengan cara lain. Ironisinya, pernah suatu saat masjid meminta muslim Indonesia untuk terlibat dalam open house masjid. Mereka mewakili muslim Indonesia. Tetapi sayang sekali, mereka tidak bersedia. Padahal dalam hal ini mereka berperan sebagai muslim dan sebagai WNI sekaligus.


Kisah Kedua
Acara keagamaan bisa kehilangan makna utamanya. Dari kisah itu, kita melihat bahwa acara keagamaan sudah terlupakan oleh perayaan-perayaan, pesta, makan-makan, dll. Dan ini bisa saja terjadi dalam agama Islam. Memang Idul Fitri maupun Idul Adha adalah waktu bersenang-senang seperti yang disabdakan Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam. Tetapi juga jangan sampai kehilangan tujuan dan cara merayakannya.

Sebagai contoh adalah acara mudik yang harus mengorbankan banyak uang dan acara pesta yang cenderung berfoya-foya. Pasti kita sudah maklum bahwa menjelang hari-hari perayaan tersebut harga-harga akan naik tajam. Harga-harga ini naik karena ulah kita juga. Bagi orang kaya, kenaikan harga ini tidak menimbulkan masalah. Tetapi bagi keluarga miskin, tentu sangat berat. Jelas ini berkebalikan dengan tujuan hari raya, yaitu agar setiap orang bergembira, termasuk orang-orang yang tidak mampu.

Intinya, pelajaran yang perlu kita ambil dari kisah kedua ini adalah jangan sampai kita membuat Idul Fitri dan Idul Adha kita, hari raya yang hanya diijinkan oleh Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam, menjadi kehilangan nilai-nilai keagamaan.


Kisah Ketiga
Perbedaan bukan rahmat. Kita sering mendengar hadits "perbedaan adalah rahmat". Meskipun sudah dibuktikan bahwa hadits ini tidak ada asalnya, tetapi masih banyak orang yang menggunakannya. Padahal praktek di lapangan menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah rahmat. Kisah ketiga adalah contohnya.

Saat menghadapi undangan weihnacht party ada 2 pendapat yang berbeda, yang satu mengharamkan dan yang lainnya menghalalkan. Ada 2 alasan pendapat yang mengharamkan, yaitu karena acara itu adalah perayaan agama lain dan karena di pesta itu terdapat minuman anggur. Padahal Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam melarang muslim menghadiri majelis yang di dalamnya tersedia minuman keras.

Dua staff yang tidak hadir adalah muslim yang meyakini pendapat haram. Apa alasan yang dipakai saat ditanyakan professor? Kalau menggunakan alasan agama, tidak bisa diterima karena ada muslim lain -bahkan lebih banyak- yang menghadirinya. Terpaksa mereka menggunakan alasan lain, yang sebenarnya tidak begitu kuat. Artinya, dengan alasan itu ada point negatif terhadap kedua staff tersebut.

Padahal secara dalil, belum tentu yang terkena efek negatif ini adalah muslim dengan pendapat yang salah. Bisa jadi juga pendapat yang mereka pegang adalah pendapat yang lebih kuat dan benar. Tetapi itulah efek dari perbedaan. Jadi benar, bahwa perbedaan itu bukanlah rahmat.


Kisah Keempat
Baru kali ini saya menemukan orang Jerman sekejam itu. Karena beragama Islam, dia berusaha agar muslim tidak bisa menjalankan agamanya. Kalau perlu, memaksanya dengan hukuman harus berada di luar rumah seharian di cuaca bulan desember yang sangat dingin.

Tetapi alhamdulillah masih ada saudara muslimah yang mau menampungnya beberapa hari. Dan dia sangat ikhlas menolongnya. Di sini saya bisa merasakan masih ada muslim yang tetap menganggap muslim lain adalah saudara, yang siap menolong saudara-saudaranya yang dalam kesulitan.

Saya yakin orang Jerman itu terkejut dengan kejadian itu. Karena sebelumnya dia heran karena muslimah itu ternyata punya teman-teman yang sangat baik walaupun baru beberapa bulan berada di Jerman. Sedangkan dia sendiri tidak punya teman seperti itu.

Jadi teringat dengan sabda Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam bahwa antar muslim itu adalah bersaudara. Karena bersaudara, antar muslim harus tolong menolong. Namun konsep tolong-menolong yang diajarkan Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalaam lebih luas dari pada itu. Dengan ringkas, konsep tolong menolong Islam adalah:
a. segeralah menolong siapa saja yang kesusahan
b. janganlah mudah meminta tolong orang lain.


Kisah Kelima
Jangan bumbui ajaran agama dengan kebohongan. Agama Islam sangat menekankan kejujuran dan sangat melarang berbohong walaupun hanya bercanda. Kalau bercanda saja dilarang berbohong, apalagi untuk masalah agama. Efeknya memang sangat besar.

Contoh kisah weihnachtmann di kisah kelima adalah contohnya. Cerita ini memang cerita bohong yang diberikan ke anak kecil. Akibatnya, setelah mereka dewasa, mereka tahu dengan sendirinya bahwa itu adalah bohong. Sehingga mereka malah meremehkan tokoh tersebut. Sehingga bukan pemandangan yang aneh lagi kalau kita dapati tokoh itu diperani oleh seorang wanita yang berpakaian tidak pantas (red. maaf), atau tempat-tempat maksiat dan kemaksiatan menggunakan tokoh ini sebagai bintang iklan. Efek yang lebih besar adalah mereka menjadi tidak percaya lagi dengan ajaran agamanya.

Jadi, jangan pernah memberikan kebohongan dalam ajaran agama, seperti kisah palsu atau malah hadits palsu. Mungkin efek awalnya akan bagus. Tetapi efek jangka panjangnya bisa sangat mengerikan.


Selengkapnya...

Thursday, December 24, 2009

Bulan Desember di Dresden (bag. 1)

Di bulan Desember ini, ada beberapa kejadian, yang saya kira perlu dijadikan pelajaran buat kita. Tidak bermaksud menyakiti penganut agama lain, tulisan ini hanya bermaksud memberikan pelajaran buat kaum muslimin, untuk perbaikan diri sendiri. Kebetulan kisahnya (mungkin) terkait dengan kegiatan agama lain. Kegiatan itu adalah Weihnacht.

Kisah Pertama
International Office TU Dresden mengadakan acara Weihnacht Party. Selain mengundang mahasiswa TU Dresden untuk hadir, juga mengundang perwakilan negara-negara lain untuk mengisi acara. Organisasi masyarakat Indonesia di Dresden antusias untuk mengisi acara tersebut, dan menampilkan sebuah tari yang dilakukan berkelompok. Sebagian besar dari penari itu adalah muslim dan muslimah (sekitar 80%). Padahal pesta itu memperingati perayaan agama lain, bukan agama Islam.
Penari ini berlatih berhari-hari karena hampir semuanya belum pernah melakukan tari tersebut. Tentu saja bisa dianggap butuh waktu yang banyak. Apalagi tari ini adalah tari kelompok, yang menuntut kerjasama. Sehingga, meskipun pernah menarikannya, tetapi tetap perlu latihan kekompakan karena sebelumnya mereka bukan satu kelompok tari, hanya dibentuk saat mau tampil. Selain itu, muslim yang lain juga membantu dalam bentuk lain. Misalnya, menyediakan tempat dan memberikan konsumsi bagi penari saat latihan.

Kisah Kedua
Semester ini saya mengikuti kursus bahasa Jerman. Seminggu yang lalu adalah pertemuan terakhir dari kursus tersebut. Nah, di pertemuan terakhir itu, pelajaran diberikan dalam bentuk diskusi. Tema yang didiskusikan adalah tentang Weihnacht. Saya adalah satu-satunya peserta yang muslim. Sedangkan sisanya memeluk agama yang saat ini sedang merayakan Weihnacht. Sebenarnya ada 1 peserta lagi yang berbeda agama tetapi dia tidak hadir di pertemuan terakhir tersebut.
Karena pesertanya dari berbagai negara, mereka menceritakan perayaan Weihnacht di negara-negara masing-masing. Dari diskusi itu, saya dapatkan bahwa semuanya menceritakan tentang pesta perayaannya. Dan tidak menyinggung tentang peribadatan, yang seharusnya menjadi inti perayaan. Memang ada 1 peserta yang menyinggung tentang peribadatan, tetapi disinggung dalam sisi negatif, yaitu sebuah acara yang menjemukan.

Kisah Ketiga
Research group saya juga mengadakan perayaan Weihnacht. Selain mengundang semua staff di research group, juga mengundang mahasiswa S2, tanpa memandang agama masing-masing. Tentu saja ini atas inisiatif professor sebagai kepala research group.
Ceritnya, ada 2 staff research group yang tidak menghadiri, yang membikin kecewa professor itu. Kedua staff itu beragama Islam dan berpandangan bahwa Islam melarang muslim untuk menghadiri acara perayaan hari besar agama lain. Tetapi di sisi lain, ada mahasiswa muslim lain (bahkan banyak) yang mengikuti acara tersebut. Yang intinya, ada muslim yang menganggap bahwa menghadiri perayaan hari besar agama lain adalah boleh (halal).

Kisah Keempat
Ada seorang muslimah muallaf yang bekerja sebagai Au Pair di keluarga Jerman, yang mempunyai 4 orang anak yang masih kecil. Keluarga ini mengaku tidak percaya adanya Tuhan. Dengan kata lain mereka adalah atheis. Muslimah tersebut berpindah agama saat sudah bekerja di keluarga tersebut.
Awalnya mereka membolehkan muslimah tersebut untuk berjilbab. Tetapi lama-kelamaan mereka berusaha melarang sedikit demi sedikit. Awalnya, hanya melarang saat mengantar dan menjemput anak-anak mereka ke sekolah. Lama-lama mereka melarang memakai jilbab saat di rumah. Jadi, hanya saat keluar rumah dan sendirian saja, dia bisa mengenakan jilbabnya.
Puncaknya adalah saat perayaan weihnacht. Awalnya, mereka berencana mengadakan pesta di rumah dengan mengundang keluarga dan teman-temannya. Dan, sudah pasti mereka akan melarang muslimah tersebut untuk mengenakan jilbab saat di rumah. Tetapi mereka membolehkan mengenakan jilbab tersebut asalkan tidak berada di rumah. Padahal itu akan berlangsung selama 2 hari.
Saya tidak bisa membayangkan apa yang ada dalam pikiran mereka. Yang saya tahu, itu akan menjadi masalah besar buat muslimah itu, yang tidak punya saudara sendiri di Dresden karena dia berasal dari sebuah negara di Afrika. Tetapi Alhamdulillah, ada saudara karena agama, seorang muslimah, yang bersedia membantu dengan menampung di rumahnya selama 2 hari tersebut.
Namun, mendekati hari H, keluarga itu berubah pikiran. Pesta itu tidak jadi di keluarga mereka, tetapi ke tempat lain, di kota Stuttgart. Untuk yang terakhir ini, mereka tidak memberi pilihan ke muslimah tadi. Dia harus ikut dan selama itu dia tidak boleh mengenakan jilbab.

Kisah Kelima
Beberapa hari menjelang hari weihnacht anak pertama saya masih sekolah. Sepulang sekolah dia menunjukkan hadiah yang diperoleh dari gurunya. Hadiah itu berupa sebuah buku yang bagus, alhamdulillah. Menurutnya dia dapat hadiah karena prestasi hari itu bagus. Selain dia, ada 4 siswa lagi yang juga mendapat hadiah.
Kemudian dia bercerita. Katanya bahwa hadiah itu berasal dari weihnachtmann. Bu Gurunya yang mengatakan demikian. Menurut Bu Guru, yang berprestasi bagus hari itu akan mendapatkan hadiah dari weihnachtmann.
Karena kita tahu pasti bahwa weihnachtmann itu tidak ada, saya dan isteri saya pun mencoba menerangkan bahwa itu adalah bohong. Hadiah itu bukan berasal dari weihnachtmann tetapi dari Bu Guru atau dari sekolah. Mereka membelinya di toko dekat sekolahan, yang juga dekat dengan rumah tinggal kami. Kami tidak mau anak kami diberi cerita bohong.

(bersambung)


Selengkapnya...