Wednesday, March 28, 2012

Monoteisme dan Evolusi (1) : Evolusi Agama dan Konsep Monoteisme Islam

Pengantar Penerjemah

Teori evolusi juga mempengaruhi pemikiran tentang lahirnya agama-agama di dunia, yang dikenal sebagai evolusi agama. Menurut teori ini, lahirnya agama adalah hasil dari evolusi keyakinan politeisme/animisme menjadi monoteisme, yang merupakan ciptaan manusia dan tidak ada campur tangan ketuhanan. Seperti teori evolusi, klaim ini tidak didukung oleh bukti sama sekali. Bukti yang berlimpah justeru menunjukkan bahwa agama pada jaman primitif adalah monoteisme, yang pada masa selanjutnya merosot menjadi politeisme.

Dalam Islam sudah jelas bahwa awalnya umat manusia menganut monoteisme kemudian berubah menjadi politeisme. Kemudian Allah سبحانه و تعالى, Tuhan yang Maha Besar dan Maha Esa, telah mengirimkan utusan-utusan ke setiap kaum untuk memperingatkan mereka agar beribadah hanya kepada Tuhan yang Maha Besar dan Maha Esa itu, yang berarti agar kembali monoteisme. Sangatlah wajar kalau ditemukan bukti bahwa antara bangsa yang mereka sudah lama tidak berinteraksi, ditemukan ajaran monoteisme terhadap satu Tuhan yang Maha Besar yang memiliki sifat-sifat yang sama.

Bukti-bukti tersebut yang akan ditunjukkan dalam makalah yang saya terjemahkan ini. Meskipun demikian, makalah ini tidak bermaksud menunjukkan bahwa jika ada agama monoteisme saat ini maka agama tersebut adalah benar. Sangat logis jika semua agama monoteisme itu harus diukur dan menyesuaikan diri dengan ajaran dari utusan terakhir dari Tuhan yang Maha Besar, yaitu Rasulullah Muhammad صلي الله علىه وسلم.

(akhir dari pengantar penerjemah)


Monoteisme dan Evolusi

Terdapat klaim oleh banyak Afrocentris, orientalis dan antropologis bahwa monoteisme adalah ciptaan bangsa Mesir kuno, yang diawali oleh dinasti Firaun ke-18, Akhenaten/Amenhotep ke-4, pada abad ke-14 sebelum Masehi?![1] Pernyataan yang tegas ini secara mengejutkan datang dari pihak akademisi ‘yang terhormat’, profesor-profesor barat yang berharap agar secara buta orang-orang mengikuti ‘bukti’ mereka, ketika dalam kenyataannya tidak satupun bukti itu mereka tunjukkan dalam hal itu. Sebagai contoh, argumen ini telah diajukan oleh Julian Baldick dalam makalahnya yang berjudul Black God – The Afroasiatic Roots of the Jewish, Christian and Muslim Religious (London: I.B. Tauris, 1997).

Disebabkan oleh pengaruh pemikiran evolusi Darwin, banyak sejarawan, ahli ilmu sosial dan antropologis telah menyimpulkan bahwa agama dimulai dengan penyembahan umat manusia terhadap kekuatan alam yang diakibatkan oleh kekaguman mereka terhadap pengaruh perubahan yang besar dan merusak dari lingkungan dan alam. Hingga petir, kilat, gempa bumi, gunung berapi, dll diyakini sebagai sesuatu yang mengandung hal ghaib. Kemudian manusia mencari cara untuk menenangkan hal ghoib tersebut melalui bermacam tata cara, upacara, doa, dan persembahan. Penduduk asli Amerika Utara, yang meyakini akan roh ghoib dari sungai dan hutan, digunakan sebagai contoh dari tingkat awal dalam evolusi agama, yang dikenal sebagai animisme.

Akhirnya diatesis muncul di mana semua kekuatan supranatural dibatasi dalam dua tuhan utama, biasanya tuhan kebaikan dan tuhan kejahatan. Menurut evolusionis, contoh pada tahap ini dapat dilihat pada agama Zoroaster di Persia. Sebelum kemunculan ‘pembaharu’ Persia, Zaratustra [2], orang-orang Persia dianggap telah meyakini roh-roh kekuatan alam, dewa-dewa (tuhan-tuhan) yang bersifat kesukuan, dan dewa-dewa yang bersifat keluarga. Menurut bukti yang terkumpul dan diartikan oleh antropologis, selama masa Zaratustra dewa-dewa kesukuan dikurangi menjadi 2: Ahura Mazda yang menciptakan kebaikan dan Angora Mazda yang menciptakan kejahatan. Ketika suku-suku digantikan dengan bangsa-bangsa, berikutnya dewa-dewa kesukuan digantikan dengan satu dewa kebangsaan dan monoteisme dianggap dilahirkan. Jadi menurut sudut pandang ini, yang dipegang oleh banyak Afrocentris, ahli-ahli ilmu sosial, orientalis dan antropologis, monoteisme tidak mempunyai asal-usul ketuhanan. Monoteisme hanyalah hasil dari evolusi ketakhayulan manusia pada masa-masa awal, yang dilandasi oleh lemahnya pengetahuan yang ilmiah. [3]

Ulama hadits terkemuka Syekh Nasiruddin al-Albani [4] رحمه الله mengatakan ”telah tetap dalam Islam dan syari’ah bahwa pada awalnya umat manusia adalah bangsa yang satu di atas Tauhid yang benar, kemudian secara bertahap sirik menguasai mereka. Dalil untuk hal ini adalah firman Allah سبحانه و تعالى,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ

Manusia itu adalah satu umat, kemudian Allah mengutus para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Baqarah: 213)

Ibnu Abbas [5] رضي الله عنه berkata “Antara Nabi Nuh علىه السلام dan Nabi Adam علىه السلام terdapat 10 generasi, semuanya di atas syari’ah kebenaran, tetapi kemudian mereka berpecah belah. Kemudian Allah سبحانه و تعالى mengutus Nabi-nabi untuk membawa kabar gembira dan juga memperingatkan kaumnya.”

Syekh al-Albani رحمه الله kemudian melanjutkan bahwa dalil ini menyangkal filosof dan ateis yang menyatakan bahwa pada dasarnya manusia secara alami adalah syirik [6], dan bahwa Tauhid berevolusi dalam kehidupan manusia. Ayat di atas menyangkal pernyataan ini, sesuai dengan hadits shahih berikut.

Nabi Muhammad صلي الله علىه وسلم meriwayatkan langsung dari Allah سبحانه و تعالى, bahwa Allah سبحانه و تعالى berfirman, “Aku ciptakan semua hamba-hambaku di atas agama yang benar (Tauhid, bebas dari syirik), kemudian setan mendatangi mereka dan menyesatkan mereka dari agama mereka itu. Mereka mengharamkan sesuatu buat orang-orang, yang telah Aku halalkan buat mereka, dan mereka memerintahkan orang-orang untuk menyekutukan-Ku yang tidak pernah Aku turunkan kewenangan untuk itu.”[7] Juga Nabi Muhammad صلي الله علىه وسلم bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, tetapi orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [8]

Selanjutnya Syekh al-Albani رحمه الله menyatakan bahwa “setelah penjelasan yang terang ini, penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui bagaimana syirik menyebar di antara orang-orang mukmin setelah sebelumnya mereka adalah umat yang satu. Menyangkut firman Allah سبحانه و تعالى, Yang Maha Sempurna, tentang Nuh علىه السلام

وَقَالُواْ لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدّاً وَلاَ سُوَاعاً وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'aq dan Nasr. (Nuh:23)

Telah banyak diriwayatkan dari Salaf dalam banyak hadits, bahwa kelima sesembahan ini adalah ahli ibadah. Akan tetapi, ketika mereka meninggal dunia, Setan membisiki orang-orang untuk duduk-duduk di kuburan mereka dan mengenang mereka. Kemudian setan muncul dalam bentuk manusia pada generasi berikutnya dan mengatakan kepada mereka untuk membuat patung-patung mereka. Selanjutnya setan mengatakan kepada generasi selanjutnya untuk beribadah kepada patung-patung ini seperti yang telah dilakukan oleh nenek-moyang dan leluhur mereka. Kisah ini juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thobari رحمه الله dan yang lainnya. Dalam Ad-Durr al-Mandhur (6/269) 'Abdullah bin Humaid meriwayatkan dari Abu Muttahar, yang berkata bahwa Yazid ibnul-Muhallab disebut-sebut Abu Ja'far al-Baqir رحمه الله, kemudian dia berkata, “dia terbunuh di tempat pertama kali sesuatu selain Allah diibadahi. Kemudian dia menyebutkan Wadd dan berkata, “Wadd adalah seorang muslim yang dicintai oleh kaumnya. Ketika dia meninggal dunia, kaum itu mulai berkumpul di sekitar kuburannya di tanah Babil (Babilonia) untuk meratap dan berkabung. Abu Ja'far رحمه الله menyebutkan bahwa berhala itu kemudian disebut 'Wadd'. "[9]

Tersedia secara luas, fakta yang membuktikan bahwa konsep monoteis manusia terhadap satu Tuhan merosot menjadi peribadahan terhadap berhala, manusia, dan manusia suci, serta dewa-dewa. Islam meyakini bahwa manusia awalnya beribadah kepada Tuhan semata, kemudian setelahnya menyimpang ke berbagai bentuk politeisme seperti yang sudah disampaikan. Islam memegang teguh keyakinan bahwa Tuhan mengirim rasul-rasul kepada semua suku dan bangsa di muka bumi untuk membimbing mereka kembali ke jalan monoteisme.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut,” ... (An-Nahl:36)

Ulama Ibnu Atsir
رحمه الله, menyebutkan bahwa “Fitrah yang dibawa setiap manusia sejak lahir adalah kecenderungan pada agama yang benar, dan jika manusia itu dibiarkan, dia akan tetap di atas fitrah ini. Namun, orang yang menyimpang dari fitrah, mereka melakukannya karena mengikuti kelemahan manusia dan mengikuti orang lain secara buta. [10]

Catatan kaki:
[1] Firaun ini yang kemudian mengumumkan dirinya sebagai tuhan di muka bumi (Back..)
[2] Dalam bahasa Yunani: Zoroaster (Back..)
[3] Dr. Abu Aminah Bilaal Philips, Fundamentals of Tawheed – Islaamic Monotheism(International Islamic Publishing House: 1994) pp. 183 – 190
(Back..)

[4] Beliau dilahirkan di Albania dan tumbuh di Syria, tempat beliau menjadi salah satu dari ulama besar, dan dia tercatat menjadi ulama hadits abad ini dan salah satu pembaharu Islam (yang dimaksud bukan pembaharu ajaran Islam, pen.). Kadang-kadang beliau mengajar di Universitas Islam Madinah dan mempersembahkan banyak buku-bukunya ke perpustakaan universitas itu. Beliau membukukan penelitian yang menonjol tentang hadits, seperti as Silsilah al-Hadits as shahihah dan adh-Dha’ifah. Beliau juga menulis Tahdziir as Sajid, at-Tawassul, Fiqh ul-Waqi’, dll. (Back..)

[5] ‘Abdullah bin Abbas (meninggal pada tahun 68 H/687 M), beliau adalah sepupu Nabi Muhammad dan satu dari ulama Qur’an paling unggul di antara para sahabat. Beliau dikenal sebagai ahli tafsir Al-Qur’an dan juga ahli hukum dan ulama hadist yang menonjol. Tafsir Qur’an beliau menyusun sebagian dari tafsir-tafsir Al-Qur’an. Namun, banyak tafsir yang dinisbatkan ke beliau adalah tidak shahih. Apa yang dinamakan Tafsir Ibnu Abbas, yang disusun oleh Abu Thahir Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi bukanlah hasil karya beliau. (Back..)

[6] Syirik adalah beribadah secara langsung kepada sesuatu selain Allah, termasuk penyembahan berhala, penyembahan orang-orang sholeh dan pemberhalaan seperti takhayul, ramalan telapak tangan, ramalan ‘daun teh’ (tea leaf reading), peneropongan bola kristal, tukang sihir, sihir, pengakuan mengetahui alam ghoib, dll. (Back..)

[7] Hadits qudsi adalah hadits yang diwahyukan secara langsung dari Allah kepada Muhammad saw. Teks ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari sahabat ‘Iyyaah bin Himar al-Mujash’i ra. (Back..)

[8] Penyembah api, Majusi dalam bahasa Arab, Zoroastrian dalam bahasa Inggris. (Back..)
[9] Syekh al-Albani, Tadheer as-Saajid min Ittikhaadhil Quboor il-Masaajid, p.101-106 (Back..)
[10] An-Nihayah (3/457) (Back..)

No comments: