Friday, February 15, 2008

Telkom ... oh... Telkom

"Pak, ini saya menolong loh karena Bapak minta bantuan ke saya. Bukan saya yang menawarkan bantuan ke Bapak. Karena sifatnya menolong, jangan sampai di kemudian hari ada ribut-ribut masalah biayanya", kira-kira seperti itu apa yang disampaikan oleh Pak Dar (nama samaran) saat kami minta bantuan untuk menguruskan pemasangan telepon rumah.

Seminggu sebelumnya kami sudah mendaftar pemasangan telepon baru ke Telkom Pakem. Seminggu tidak ada kabarnya, padahal Telkom berjanji 1 hari setelah pendaftaran, rumah kami akan disurvei. Akhirnya kami berinisiatif ke Pak Dar yang beberapa hari sebelumnya menawarkan pemasangan telepon ke 4 tetangga kami. Ternyata Pak Dar sudah diberi tahu oleh Telkom tentang pendaftaran kami. Kok bisa ya? Padahal Pak Dar ini bukan karyawan Telkom.

Pak Dar menyampaikan bahwa jaringan terdekat sudah habis. Ada jaringan yang tersisa namun agak jauh dari rumah kami. Kalau mengambil dari jaringan tersebut, biayanya mungkin akan lebih tinggi. Dan Pak Dar akan mengusahakan agar kami tetap bisa mendapatkan telepon.

Ternyata memang benar, biayanya lebih mahal Rp. 500ribu dibandingkan dengan tetangga-tetangga yang lain. Biaya tambahan ini diperlukan untuk pembelian tiang telepon karena masalah jarak tadi. Alhamdulillah, masih dalam anggaran yang kami sediakan. Akhirnya kami menyetujui biaya tersebut.

Tidak lebih dari 1 minggu, telepon pun dipasang. Semua biaya kami lunasi saat itu juga, mumpung uangnya sudah ada. Daripada ditunda-tunda, nanti uangnya malahan akan terpakai yang lain. Tiga hari kemudian telepon sudah bisa berdering.

Tibalah saat pembayaran rekening telepon untuk bulan pertama. Jika dihitung dari hari pertama telepon berdering, masa pemakaiannya tidak lebih dari 2 minggu. Lumayan juga nilainya, lebih dari Rp 200ribu. Buat apa saja ya? Mungkin melihat wajah keheranan saya, petugas loket menerangkan komponen rekening. Terdiri dari biaya pemakaian, abonemen, dan biaya pemasangan. Biaya pemasangan ini yang nilai terbesar yaitu sekitar Rp 150ribu.

Biaya pemasangan? Bukankah sudah kami lunasi?

Sampai di rumah, kami menelepon Telkom menanyakan biaya pemasangan yang kami ingat sudah kami lunasi. Kami diminta ke Telkom yang khusus untuk rekening. Sebelum ke sana, kami ke Pak Dar terlebih dahulu untuk menanyakan hal yang sama.

Tidak disangka, kami dimarahi. Terutama perihal pertanyaan kami ke Telkom. Menurut Pak Dar, urusan itu seharusnya ditanyakan ke beliau dan tidak seharusnya ke Telkom. Dan kami dilarang melapor ke Telkom.

"Dulu katanya tidak akan ribut-ribut?", kata Pak Dar. Kami kaget juga. Sebenarnya kami tidak bermaksud ribut-ribut. Hanya bertanya baik-baik. Atau memang definisi ribut-ribut itu adalah 'tidak boleh bertanya'?

Selanjutnya ini yang beliau sampaikan, "Itu kesalahan saya. Kami salah menghitung biaya. Sebagian uang itu juga dipakai buat 'uang rokok' petugas-petugas yang memasang jaringan. Tetapi kalau misalnya Pak Taufiq mau meminta uang itu, akan saya kembalikan dari kantong saya sendiri. Kalau misalnya tidak diminta, saya mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih. Saya doakan juga semoga rejeki Pak Taufiq lancar.".

Saat itu, kami belum memberi kepastian. Kami rundingkan dulu di rumah. Yang kami sesalkan, kenapa tidak disampaikan dari dulu. Kalau tidak kami tanya, sepertinya juga tidak akan dijelaskan. Anehnya, kasus ini juga terjadi pada tetangga yang lain.

Pagi keesokan harinya, Pak Dar datang ke rumah kami. Tanpa menanyakan kepastian dari kami, beliau langsung menyerahkan amplop berisi uang. Tanpa berpikir panjang, uang langsung kami terima. Beliau bilang agar melupakan kejadian ini.

Insya Allah, kami akan melupakan.

Selengkapnya...